Selasa, 25 Juni 2013

AKU INGIN CINTA YANG BUTA

Sejak kecil aku telah berkali-kali melihat dan mendengar kisah cinta yang tak disetujui orang tua. Sebagian berujung dengan kawin lari,  sebagian lagi menyisakan kisah sedih dan konflik berkepanjangan. Aku masih ketemu dengan kisah yang sama saat kuliah bahkan calon istriku juga korban orang tua yang keras kepala, karena tak menyetujui pernikahan anaknya hanya karena mitos.
Istriku menderita tekanan batin yang teramat dalam karena harus merelakan lelaki pilihannya. Dia telah melakukan semua cara agar orang tuanya merestui, tetapi semua sia-sia. Dengan berat hati akhirnya dia memilihku setelah usianya tak lagi muda lagi. 
Andai saja aku tahu, pastinya aku juga tak akan mau menikahinya. Apalagi hingga menikah denganku dan memiliki beberapa anak, wanita itu masih sering memikirkan lelaki itu. Meski tak pernah jujur mengakuinya di hadapanku, aku tahu diam-diam dia sering mencuri waktu untuk kontak bahkan bertemu. Dalihnya memang cuma berteman, tapi dia tak bisa pungkiri kalau rasa itu masih ada.
Terus terang aku sangat kecewa dengan kenyataan ini. Aku sangat menyesal telah menikahinya, tapi aku tak mungkin meninggalkannya. Aku tak mungkin menyakiti orang tuaku dan anak-anakku demi egoku sendiri. Aku memilih bertahan demi sebuah harmoni, meski dalam hati terasa semu belaka.
Kiranya inilah pangkal masalahku selama ini. Aku tak pernah benar-benar mwncintai seseorang sepenuh hatiku. Aku tak pernah mencintai seseorang seperti istriku mencintai kekasihnya yang dulu. Selama bertahun-tahun istriku berkonflik dengan orang tuanya, berjuang melakukan segala cara agar cintanya direstui, sementara aku tak pernah mungkin melakukan semua itu.
Cinta pertama dan utamaku selalu untuk kedua orang tuaku. Aku tak mungkin menentang, bahkan sekedar berkonflik dengan mereka untuk urusan cinta. Aku pasti sudah mundur teratur, bila sedikit saja orang tuaku menunjukkan sikap tidak setuju dengan gadis pilihanku.
Aku pernah perkenalkan seorang gadis dari luar Jawa pada ibuku saat menjengukku waktu kuliah dulu. Melihat sikap ibuku yang keberatan, aku tak temui lagi gadis itu. Aku pernah dekat dengan anak tetanggaku, tetapi karena ayahku tampak keberatan dengan pilihanku, aku segera saja mengambil jarak padanya. Terakhir saat orang tua cewk yang dekat denganku terakhir kali tak merestui hubungannya denganku, seketika aku menjauh dan takmenemuinya lagi.
Aku heran, kenapa aku tak pernah mencintai seseorang seperti cinta istriku pada pacarnya dulu? Kenapa tidak pernah ada cinta melebihi cinta dan beban tanggungjawabku untuk menjaga perasaan orang tuaku? Kenapa tidak pernah ada cinta yang benar-benar layak kuperjuangkan? Inikah sebabnya aku harus mendapatkan cinta semu dan hidup penuh penyesalan?
Itu sebabnya aku tak larang istriku kontak mantan pacarnya. Aku selalu katakan padanya, 'Kamu beruntung pernah merasakan cinta seindah itu' Aku cuma tak katakan padanya andai saja ada kesempatan kedua, aku ingin sekali jatuh cinta seperti mereka yang dengan segala cara memperjuangkannya. Ingin sekali merasakan cinta yang sesungguhnya pada seorang wanita, yang dapat mengalahkan cintaku pada orang tua dan anak-anakku. Aku sama sekali tak bayangkan dapat melakukannya, atau jangan-jangan aku memang tak pernah berhak memilikinya?