Minggu, 28 Agustus 2011

CATATAN DARI TELEPON DAN SMS ITU

Dia begitu dekat pada lelaki itu
Telepon dan SMS itu menunjukkan bahwa secara batin dia masih begitu dekat dengan lelaki itu. Itu sebabnya dia begitu berhasrat untuk telepon dan SMS. Dia sama sekali tidak segan untuk memulai telepon dan SMS. Tidak ada beban apapun yang menghalanginya, bahkan tidak kuatir aku tahu siapa yang dia hubungi.
Dia menyukai lelaki itu
Dia tetap menyukai lelaki itu seperti sebelumnya. Dia suka kepribadiannya, suka bagaimana lelaki itu bicara, bercanda dan merayunya. Dia begitu peduli, perhatian dan selalu ingin terhubung dengan lelaki itu. Dia bicara,  bertanya dan bercerita pada lelaki itu layaknya masih menjadi kekasihnya, atau bahkan seolah dia istrinya. Dia selalu ingin tahu keadaannya, aktivitasnya, dan semua hal tentangnya, keluarganya, bahkan familinya yang lain.     
Dia nyaman dengan lelaki itu
Setiap saat dia ingin berhubungan dengan lelaki itu. Dia selalu rindu untuk bicara dan bahkan bertemu. Dengan lelaki itu, dia bisa bercerita semua hal tanpa beban. Kalau saja aku tak keburu bilang kalau tahu yang dia lakukan, bukan tidak mungkin dia akan curhat lebih jauh, atau bahkan berselingkuh secara fisik.  
Lelaki itu masih begitu berarti baginya
Dia tak bisa menolak telepon atau SMS. Bahkan dia sendiri yang ngebet ingin telepon. Dia selalu ingin terhubung dan bahkan bertemu dengan lelaki itu.  

Sabtu, 27 Agustus 2011

SINDROM PRANIKAH

Sindrom pranikah (premariage syndrome) adalah gangguan mental yang dialami oleh seseorang menjelang pernikahan dilangsungkan. Gangguan tersebut berupa perasaan ragu, kuatir atau salah mengambil keputusan yang secara tiba-tiba menghantui seseorang yang hendak menikah.
Sindrom ini mengakibatkan seseorang berpikir ulang atas keputusannya. Setelah memutuskan untuk menikah, baik atas kehendak sendiri ataupun dijodohkan oleh orang lain, secara tiba-tiba seseorang merasa ragu atas keputusannya untuk menikah.
Bentuk dari sindrom pranikah adalah sebagaimana perasaan yang biasa dialami oleh mereka yang menikah karena keterpaksaan. Sindrom tersebut ditandai dengan sikap mental atau perasaan:
1.      Berat untuk menjalani pernikahan. Mereka yang didera sindrom pranikah merasa tidak mantap untuk melangkah dalam pernikahan.
2.      Ragu atau maju-mundur untuk meneruskan rencana pernikahan.
3.      Menyesali pilihan atau keputusannya untuk menikah.
Intinya, mereka yang mengalami sindrom pranikah kehilangan kesiapan mental/batin untuk menjalani pernikahan. Harapan-harapan indah yang biasa dialami oleh calon pengantin tersisihkan oleh berbagai hal dan pertimbangan yang mengganggu perasaan.
Sebagian orang yang mengalami sindrom pranikah memilih menunda pernikahannya. Sebagian lagi memilih membatalkan rencananya sebelum pernikahan benar-benar berlangsung, dan sebagian lagi memilih mengakhiri pernikahan beberapa saat setelah pernikahan berlangsung.
Meski demikian, ada pula yang tetap melanjutkan pernikahan meski menanggung berbagai beban perasaan. Meski tidak siap untuk melanjutkan rencana pernikahan, tidak semua orang berani memutuskan untuk membatalkannya.
Penyebab Sindrom Pranikah
Beberapa sebab yang mempengaruhi munculnya sindrom ini, di antaranya:
1.      Keraguan terhadap integritas atau komitmen pasangan.
Ini biasa dialami oleh seseorang yang sebelum memutuskan untuk menikah tidak benar-benar mengenal calon pasangannya. Menjelang membuat keputusan untuk menikah, kadang seseorang hanya mempertimbangkan aspek tertentu.
Setelah rencana pernikahan diputuskan, dia baru mendapati integritas atau komitmen dari calon pasangannya tidak sesuai dengan yang dia idealkan. Sebagai misal, ada seseorang yang mendapati calon pasangannya punya reputasi tertenu yang tidak dapat dia tolerir. Reputasi tersebut baru dia sadari setelah memutuskan untuk menikah.
Contoh lain, ada yang setelah memutuskan untuk menikah, seseorang mendapati calon pasangannya ternyata masih mencintai orang lain, belum menerimanya sepenuh hati, atau bersedia menikah karena alasan-alasan yang tidak dapat dia terima. Ini dapat membuat mental seseorang tidak mantap lagi untuk memasuki pernikahan.  
2.      Kenyataan tentang pasangan yang berbeda dari yang dia pikirkan sebelumnya.
Hampir sama dengan faktor yang pertama di atas, ada sebagian orang memutuskan untuk menikah atas dasar satu pertimbangan. Dia semula tidak mempertimbangkan hal lain, tetapi setelah memutuskan menikah mendapati hal-hal baru yang tidak dapat ditolerir.
Sebagai misal, seseorang memutuskan untuk menikah karena melihat calon pasangannya cantik atau ganteng. Setelah memutuskan untuk menikah, ternyata dia mendapati ada beberapa sifat, perilaku atau kepribadian calon pasangannya yang sulit dia terima.
Akibatnya, dia menjadi ragu atas keputusannya untuk menikah. Dia kehilangan keyakinan bahwa keputusannya untuk menikah dapat membawanya pada kebahagiaan yang dia harapkan.
3.      Campur tangan atau kehadiran orang ketiga.
Tidak jarang calon pasangan menikah ragu atas keputusannya akibat campur tangan orang lain. Seseorang yang memutuskan untuk menikah, tidak jarang tiba-tiba ragu atas keputusannya setelah mendapat informasi dari orang lain mengenai hal-hal yang sulit dia terima pada calon pasangannya.
Ada pula seseorang yang memutuskan untuk menikah karena pertimbangan logika alternatif. Dia memutuskan menikahi seseorang setelah mempertimbangkan beberapa alternatif calon pasangan.
Sekedar contoh sederhananya, ada orang-orang tertentu yang memutuskan untuk menikah dengan menempatkan beberapa alternatif calon pasangan, mulai dari alternatif pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Setelah memutuskan untuk menikahi calon pasangan alternatif kedua atau ketiga misalnya, dia mendapati calon alternatif pertama ternyata bersedia menikah dengannya.
Akibatnya, dia ragu atas keputusannya untuk melanjutkan rencana pernikahan. Mengingat pada umumnya calon pasangan merancang pernikahan untuk selamanya, maka terbukanya alternatif yang lebih baik akan menimbulkan keraguan untuk melanjutkan pilihan pada alternatif yang lebih rendah.
4.      Situasi emosional yang diikuti keputusan yang tergesa-gesa
Sebagian orang memutuskan menikah karena keadaan mental tertentu. Di antara keadaan mental tersebut adalah patah hati, sakit hati, persaingan dan tekanan-tekanan tertentu yang membuat seseorang memutuskan untuk segera menikah.
Keputusan yang didasari oleh situasi emosional biasa mengantarkan seseorang pada keputusan yang salah. Dia baru tersadar setelah keputusan untuk menikah diambil. Ketika keputusan tersebut berbeda dari yang dia idealkan sudah barang tentu akan diikuti dengan serangkaian perasaan ragu untuk melanjutkan rencana untuk menikah dengan seseorang.
5.      Ketidaksiapan untuk menikah atau keraguan pada diri sendiri
Pernikahan membutuhkan kesiapan mental dan materi. Karena alasan atau pertimbangan tertentu kadang seseorang memutuskan untuk menikah. Setelah keputusan diambil, seseorang justru ragu untuk melanjutkan rencananya untuk menikah karena tidak siap secara mental ataupun materi.
Seseorang yang memutuskan untuk menikah tetapi belum memiliki pekerjaan tetap kadang banyak mengalami hal ini. Keraguan semakin besar ketika harus mempersiapkan acara pernikahan yang membutuhkan biaya besar.
Seseorang yang masih memiliki tanggung jawab tertentu kadang juga diliputi keraguan untuk melangkah dalam pernikahan dengan perasaan mantap. Seseorang yang masih terbebani oleh kwajiban menyelesaikan studi, merawat orang tua atau keluarga tidak jarang ragu untuk melanjutkan rencana pernikahan karena pertimbangan-pertimbangan tersebut.
Komitmen sebagai Kunci
Pernikahan pada dasarnya adalah komitmen dua pribadi untuk menjalani kehidupan bersama. Faktor-faktor penyebab munculnya sindrom pranikah tidak berlaku bila pernikahan dimulai dari komitmen pasangan.
Membangun komitmen dengan sendirinya menjadi syarat utama dibangunnya mahligai rumah tangga. Pernikahan yang dilakukan dengan mantap pada umumnya terjadi karena modal komitmen untuk saling mencintai, saling memahami dan saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Keraguan menjelang pernikahan dapat disisihkan bila kedua belah pihak menemukan komitmen yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Selain dapat mengeliminir hal-hal yang menjadi ganjalan masing-masing pihak, komitmen dapat menjadi modal untuk mengambil keputusan bersama, apakah rencana pernikaha dilanjutkan atau tidak. (Red)

MASA KECILKY YANG TERKEKANG


Sejak sekolah dasar, aku cukup berpre stasi di sekolah. Selain itu, aku berminat sekali tampil di depan umum. Aku senang sekali bisa bergabung di grup Qosidah di kampungku, Meski saat itu aku masih sekolah SD, beberapa kali diminta menyanyi Qosidah bersama anak-anak yang lebih dewasa. 
Di sekolah sebenarnya aku ingin sekali ikut kegiatan menari di sekolah, tetapi orang tua selalu melarangku. Sebagai orang santri dan termasuk ditokohkan di kampung, orang tuaku malu bila anaknya ikut dong gleng-dong gleng, katanya. Bahkan karena begitu besarnya keinginanku belajar menari, sampai-sampai suatu hari aku memecah tabunganku untuk membeli selendang, tetapi sayang orang tuaku tahu dan memarahiku. Keinginanku pupus oleh ego atau idealisme orang tuaku.
Aku merasa semakin tertutup ketika disekolahkan di Surabaya. Sekolah itu memiliki asrama khusus puteri. Yang sekolah di sana umumnya anak orang-orang kaya pada masa itu, dan aku termasuk orang paling pas-pasan di antara mereka. Orang tuaku bahkan harus menjual perhiasannya ketika harus memenuhi biaya pendidikan di sana.
Meski prestasiku di sekolah cukup menonjol, aku merasa sangat tertekan selama sekolah di sana. Setiap kali diantar ke asrama, aku selalu menangis. Aku tidak betah di sana, tetapi tak bisa menolak kehendak orang tuaku.
Seingatku tak banyak kenangan di sekolah, karena sekolah itu tidak banyak kegiatan lain, selain pelajaran demi pelajaran. Hal yang paling menghiburku hanyalah sikap beberapa guru yang begitu perhatian padaku, karena prestasiku cukup menonjol. 
Selain itu, di tempat itulah untuk pertama kalinya aku tertarik dengan lawan jenis. Waktu masih kelas 1 kebetulan masih bercampur dengan anak laki-laki. Di antara mereka ada seorang anak laki-laki yang aku suka banget.
Aku kagum pada anak itu karena kelihatan sabar, penurut dan pintar di kelas. Mungkin ini yang disebut cinta monyet, tetapi kekaguman itu hanya  kusimpan dalam hati selamanya, sebab setelah kelas 2 aku tak pernah melihatnya lagi.

TAK DIRESTUI AYAH KARENA MITOS DADUNG KEPUNTIR


Aku Tutik, wanita 26 tahun, berpacaran dengan Zaenal, 25 tahun sejak 4 tahun yang lalu. Sejak dulu sebenarnya aku tak berniat pacaran, tapi entah kenapa, waktu KKN aku jadi tertarik pada Zaenal. Meski usianya lebih muda, aku menerima Zaenal karena dia kelihatan serius sama aku.

Lelaki itu begitu baik di mataku, begitu sempurna, tak ada yang kurang darinya. Selain dari keluarga berada, dan pintar agama, dia juga dikagumi teman-temanku karena kebaikan hatinya. Aku merasa sangat nyaman bersamanya dan ingin selamanya menemaninya.

Dalam semua hal aku merasa sudah cocok dengan cowok asal Pasuruan itu. Dari sisi agama, keluarga, dan semua hal sebenarnya sudah setara (kuffu), tetapi sayang orang tuaku, terutama ayahku, tidak merestui hubunganku. Sebenarnya ibuku tidak mempermasalahkan pilihanku. Apalagi ibuku sangat suka lelaki yang pintar dalam agama. tetapi tidak ada yang mampu menentang keputusan ayah.

Alasan ayahku sungguh tak masuk akal, yaitu hanya karena dia anak pertama sedangkan aku anak ketiga. Konyol, bukan? Di jaman secanggih ini ada orang yang memegang teguh mitos jaman batu? Padahal orang tuaku termasuk taat beragama, bahkan termasuk tokoh di kampungku.  

Tentu saja aku tak terima dengan alas an itu, tapi ayah selalu marah besar setiap kali aku memperdebatkan keyakinan kolotnya itu. Ayah terlalu yakin, pernikahanku tidak akan berjalan baik karena termasuk "dadung kepuntrir". Sungguh, aku merasa begitu konyol karena harus gagal menikah dengan lelaki pilihanku hanya karena alasan yang sungguh di luar nalar.

Berbagai cara kulakukan untuk meluluhkan kerasnya hati ayah. Kakak, adik, paman, bibi dan saudaraku berusaha membantuku, tetapi ayahku sangat keras kepala. Dia sangat kukuh dengan keyakinannya. Terus terang aku kehilangan respek pada ayahku. Dia begitu keras kepala, meski tak punya alasan yang masuk akal.

Empat tahu sudah aku bertahan, tetapi tak juga ada tanda-tanda sikap ayah akan berubah. Padahal aku merasa tak siap kalau harus menikah dengan lelaki lain. Aku hanya ini dia lelaki satu-satunya yang ada dalam hidupku.

Berulang kali Zaenal bilang siap kalau aku nekat menikah dengannya, tetapi aku tak ingin menikah tanpa restu. Aku takut terjadi sesuatu, dan entahlah aku tak bisa membayangkan menikah tanpa restu ayah. Mungkin aku harus siap memulai hidup dari bawah, tanpa bekal apapun dari orang tua.

Aku makin gelisah karena usiaku kian tak muda lagi. 12 september kemarin adalah hari ulang tahunnya. Selain ingin mengucapkan selamat ulang tahun, aku aku ingi bertemu dan mengambil keputusan terbaik buat kami berdua, tetapi sayang Zaenal tidak di tempat. Di rumah Mbak Umi, akhirnya aku putuskan untuk menulis surat untuknya, dengan derai air mata yang tak mampu kubendung. Aku memutuskan mengakhiri hubunganku dengannya dan memilih mengikuti kehendak orang tuaku.

Beberapa hari kemudian dia telepon aku. Dia keberatan aku mengakhiri hubungan. Kamipun sepakat tak akan pernah ada kata berpisah, meskipun aku dan dia tak mungkin bersama. Kami berjanji akan terus menjalin silaturahmi, layaknya saudara sehati. Kami ingin cinta ini abadi selamanya. 

Nganjuk 13 September 1999


Senin, 11 Juli 2011

TAK BAHAGIA DENGAN ISTRI


-->Aku sangat mencintaimu. Kau satu-satunya wanita yang membuatku jatuh cinta sejak pandangan pertama.\
Hanya saja, sikapmu selama ini membuatku tidak merasa sebagai orang kau cintai, kau sukai, kau inginkan, dan kau harapkan. Sikapmu tak membuatku merasa nyaman, merasa kau perhatikan dan merasa istimewa bagimu. Bahkan sejak awal, aku merasa bahkan seseorang yang kau nantikan dalam hidupku.
Cinta ini terasa hampa, hambar tiada rasa. Aku tak merasakan kau punya rasa padaku. Aku tak merasakan cintamu padaku. Yang aku tahu, kau hanya membutuhkanku sebagai teman dalam kehidupanmu, yang harus membantumu setiap waktu.
Sejak memutuskan menikah denganmu, aku hanya berfikir untuk memulai hidupku yang baru. Aku tak berharap pada kesucian seperti itu, karena itu aku tak ragu memutuskan untuk memilihmu. Aku tak peduli pada masa lalumu, karena setiap orang pasti punya masa lalu.
Aku berharap akan jalani keindahan seperti yang aku impikan, tapi kenyataannya tidak seperti harapan. Kamu tak ada bedanya dengan yang dulu.
Aku sempat berfikir telah salah memilih kekasih orang sebagai kekasihku. Kehadiranku tak sepenuhnya menggantikan dirinya di hatimu.
Sepeti dia yang dulu, kamu selalu berdalih karena kamu dan dia terlanjur baik, terlanjur semua orang tahu.
Hingga beberapa tahun kita menikah, kamu tetap berhubungan dengan dia. Kamu bilang tidak ada apa-apa antara kamu dan dia, hanya sebatas teman. Karena itu, kamu tak peduli bahkan marah pada sindiran-sindiranku.
Sejak saat itu, sebenarnya aku sudah memutuskan bahwa kamu bukan siapa-siapa bagiku. Aku bersikap seperti sikapmu padaku. Kamu menganggapku sebagai jalan takdir yang harus kau terima. Akupun menganggap kamu hanya istriku. Aku hanya memilikimu, bukan hatimu, dan akupun begitu. Kalau kamu boleh berteman dengan mantan pacar, berarti hal yang sama juga boleh berlaku buatku.
Saat menikahimu, aku tak berharap keperawananmu. Kalau aku berharap keperawananmu, aku tak akan menikah denganmu. Aku memang tidak perjaka lagi, tapi akupun menganggapmu begitu. Saat kau bilang tak mungkin ke lain hati, siapapun pasti tahu, kalau artinya kau dan dia telah benar-benar menyatu, dan tak mungkin terpisahkan lagi.
Aku tak percaya bila akhirnya kau bilang masih perawan saat bersamaku. Seandainya benar kau masih perawan saat itu, aku tak merasa itu berarti bagiku. Apalagi sikapmu padaku selama ini tak membuatku merasa nyaman bersamamu. Aku tak bahagia bersamamu.
Kamu sendiri merasa sudah berzina dengannya, kenapa kau menyoal hubunganku dengan mantan kekasihku?
Aku tahu, hari-hari ini kamu mencoba berubah, tak sejujurnya aku masih tetap merasa tak bahagia bersamamu.

Kamis, 17 Maret 2011

MALAM PERTAMA, ROKOK PERTAMA

Saat resepsi berakhir, hari pernikahanku terasa muram. Sejak resepsi selesai, kudapati istriku  sudah berganti pakaian di kamar lain. Dia sama sekali tak menemaniku, bahkan aku merasa dia selalu menghindar dariku. Aku lihat dia telepon lama sekali di kamar sebelah, dan aku tak berminat mengganggunya.
Sejak jam 1 siang hingga maghrib tiba, dia hampir-hampir tidak masuk kamar pengantin, dan membiarkan aku di sana sendirian. Kudengar mertuaku beberapa kali memintanya menemaniku, tetapi dia hanya saat sesekali saja masuk kamar. Itupun hanya sebentar, dan  sama sekali tidak menyapa atau bertanya apapun padaku. 
Hingga larut malam aku bahkan masih mengenakan kemeja yang kupakai saat resepsi. Dia sama sekali tak peduli, apalagi berusaha melayani. Seluruh pakaian gantiku  bahkan masih ada di dalam kopor hingga beberapa hari kemudian.
Meski kecewa, kali ini aku mencoba mengerti. Aku pikir, "Barangkali karena kami baru kembali kenal 2 bulan ini, mungkin saja dia masih merasa canggung untuk menemaniku"

Dia baru masuk kamar ketika maghrib tiba. Itupun setelah ortunya meminta dengan sedikit memaksa. Setelah berjama'ah, dia kembali keluar kamar lama sekali.  Sayup-sayup kudengar banyak orang di luar mengolok-oloknya karena tidak berada di kamar bersamaku. Mertua juga beberapa kali memintanya menemaniku, tapi dia seolah enggan bersamaku malam ini. Dia baru masuk ke kamar lagi setelah mertua memintanya untuk mengajakku makan malam. 
Tak banyak kata kami ucapkan selama makan. Praktis, masa pengantinku diliputi kebisuan. Dia juga tak menemani aku kembali ke kamar. Dia baru masuk ke kamar lagi setelah orang tuanya berkali-kali meminta.  
Begitu masuk kamar, dia hanya duduk di depan meja rias, membersihkan make up yang masih tersisa  di wajahnya. Meski awalnya menolak, dia bersedia kubantu membersihkan pewarna kuku di tangannya. Aku mencoba mengakrabkan diri dengan berbasa-basi. Hanya ada jawaban-jawaban singkat dari mulutnya yang membuat pembicaraan itu sama sekali tidak mengasyikkan, tapi aku pura-pura tak peduli.  
Aku terhenyak saat tiba-tiba dia berdiri dan berkata, "Mas, sampeyan istirahat dulu, ya?"
"Kamu mau ke mana?" tanyaku.
"Aku di kamar sebelah" jawabnya sembari melangkah keluar kamar.
Emosiku membumbung seketika, tapi masih dapat kutahan, "Oke, kalau begitu aku pulang saja" jawabku datar. 
Dia membalikkan badan, dan balik bertanya, "Lho, kenapa?"
"Kenapa? Pertanyaanmu aneh sekali?" tanyaku kembali. Akupun beranjak mengambil pakaianku yang masih berserakan di tempat tidur dan memasukkannya kembali ke dalam kopor. 
Dia hanya tercenung menatapku, dan tiba-tiba dia menahan tanganku,  "Mas, jangan pergi, dong", pintanya dengan mata sembab, tapi aku tak peduli. 
Berkali-kali dia mengulangi permintaannya hingga disertai tangisan, tapi aku terus saja mengemas koporku dan berniat pergi. Aku benar-benar muak dengan sikapnya. Aku sudah menyesali pernikahanku, dan sikap istriku kian memperparah penyesalanku.
Saat aku mulai melangkah keluar kamar, tangisnya kian menjadi-jadi. "Mas, jangan pergi" pintanya berulang-kali sembari memelukku, membuat langkahku tertahan. Aku hanya berdiri memaku beberapa lama. Aku bingung. Aku benar-benar muak dengan sikapnya, tapi tak tega melihatnya menangis. 
Beberapa saat kemudian akupun menyerah. Aku kembali meletakkan koporku dan merengkuhnya ke tempat tidur. Aku tak tahu mengapa dia harus menangis. Aku berusaha menenangkan, sampai tangisnya benar-benar reda. 
Saat tangisnya reda, dia kembali membuka koporku dan mengambilkan aku beberapa helai pakaian ganti. "Ganti pakaian dulu, aku ambilkan minum" pintanya seraya menyerahkan pakaian. 
Sesaat kemudian dia kembali keluar kamar. Dengan pikiran kosong aku kembali ganti pakaian. Selesai ganti pakaian, kurebahkan tubuhku di tempat tidur pengantin yang penuh hiasan itu. Aku tak tahu apa yang aku rasakan saat itu. Pikiranku benar-benar hampa. Sedih, marah, kecewa, kasihan, dan entah apa lagi beraduk dalam hatiku.
"Minum dulu, mas" pintanya sambil meletakkan segelas teh di meja rias. 
"Nanti saja" sahutku lemah.
Tanpa berkata apapun, diapun merebahkan tubuhnya di sampingku. Sedikitpun tak kulihat rasa canggung seperti yang sejak tadi kubayangkan. Kumiringkan tubuhku hingga aku bisa melihat wajahnya yang menatap kosong ke langit-langit kamar. Di lehernya yang putih, kulihat jelas urat lehernya berdenyut.
"Harusnya aku tak di sini malam ini" ucapku lirih. 
Dia menengok dan kembali merengkuhku tanpa berkata apa-apa.  Tanpa mampu kutahan lagi, air mata mengucur deras dari sudut mataku. Aku menangis. Aku menangis sedih, justeru di saat-saat aku seharusnya merasa paling berbahagia.
Saat isak tangisku mereda, aku kembali berkata, "Kalau kenyataannya kamu tidak suka, mungkin sebaiknya..."
"Mas..." sahutnya menghentikan kata-kataku.  Akupun terdiam membiarkan dia bicara.
"Aku nggak tahu harus bagaimana. Terus terang aku merasa belum siap berada di kamar ini bersama seorang lelaki yang baru aku kenal"  "Bukankah sejak kita ketemu, hampir setiap hari kita bicara lewat telepon?" sahutku.
"Iya, tapi..."
"Tadi kulihat kamu menangis saat telepon di kamar sebelah. Feelingku mengatakan, itu pasti dari dia (kekasihnya). Dan dari sikapmu seharian ini, kupikir seharusnya aku memang tidak di sini" 
"Mas... jangan ngomong begitu" ucapnya sembari menangis dan kembali merengkuhku.
Setelah tangisnya mereda aku mulai bercerita yang datar-datar saja tentang masa lalu dan banyak hal. Diapun cerita tentang masa-masa bersama kekasihnya. Dia bercerita seolah pacaran yang mereka lakukan sangat formal. "Aku paling tidak suka jalan berdua. Aku hanya jalan  sama dia kalau ada teman lainmenyertai" 
Sejujurnya aku tak percaya. Aku menangkap kesan dia sedang menutup-nutupi sesuatu. Aku bahkan menangkap masih ada segulir keangkuhan di hatinya yang menusuk harga diriku. Dengan nada bangga dia bilang, "... Kalau bukan karena sikap orang tuaku yang seperti itu, kamu pasti tidak menikah denganku" Dia seolah berfikir aku merasa beruntung telah menikahinya.
"Jujur sama, kamu bukan perempuan satu-satunya yang aku sukai. Kamu bahkan bukan pertama bagiku... Aku pernah dekat dengan orang lain. Aku  bahkan pernah berniat menikahi seseorang, tetapi karena orang tuanya tidak setuju, aku memilih mundur saja... Bagiku pernikahan itu menjemput masalah, karena kuyakin pasti ada banyak masalah setelah pernikahan. Karena itu, aku tak mau memulai masalah dengan masalah" Jelasku. 
Sekilas kulihat sorot matanya berbinar menatapku. Dia seolah setuju dengan kata-kataku. Aku sengaja bercerita terbuka tentang masa laluku. Aku mencoba memancing pembicaraan, agar dia lebih terbuka padaku.
Akhirnya, diapun berbicara lebih terbuka. Aku hanya diam mendengarkan, dan sama sekali tak menyanggahnya.
".... Sebenarnya aku memang tak membayangkan akan menikah dengan orang lain. Bagiku itu tak mungkin... Tadinya aku sudah bertekad apapun yang terjadi aku harus menikah dengannya, meski kamu tahu orang tuaku tak merestui. Aku sudah empat tahun lebih jalan bersamanya. Kami sudah terlalu dekat  untuk dapat dipisahkan... Hanya lelaki itu yang mungkin aku nikahi" kisahnya yang sesekali terhenti karena tak mampu menahan tangis sedih sembari memelukku.Aku membiarkannya kembali menangis dan menangis di sela ceritanya. Aku berharap dia lebih terbuka dan melepaskan segala beban batinnya. Aku hanya bisa mengusap punggungnya saat ceritanya terpenggal tangis kesedihan. Kemarahanku sama sekali sirna mendengar cerita demi ceritanya. Aku merasakan betapa berat kesedihan yang dia tanggung selama ini.
"... Sebenarnya aku tak ingin sejauh itu sebelum menikah, tapi terpaksa... Kami sempat kehilangan akal sehat, dan mengira itu satu-satunya jalan agar orang tuaku merestui... Aku sangat kecewa saat tahu dia mendekati perempuan lain... Dia sama sekali tak menghargai pengorbananku..." lanjutnya lagi sembari kembali menangis sesenggukan beberapa lama.
Pikiranku kosong seketika mendengarnya. Aku bingung, tak tahu harus bagaimana. Aku sedih dan kian kecewa, tapi juga merasa iba melihatnya. Aku merasakan betapa selama ini dia begitu menderita.
"Aku tahu kamu menyesal telah menikahiku..." sambungnya.  "Tapi aku sungguh tak mau kamu meninggalkan aku... Jangan tinggalkan aku, mas..." Pintanya di akhir cerita. Kembali dia meledakkan tangis sesenggukan sembari memelukku erat-erat.
Aku hanya berusaha menenangkannya sembari tak henti mengelus punggungnya. "Sudahlah.." ucapku menenangkannya. 
"Kamu menyesal ya menikahi aku?" ucapnya seteleh kami larut dalam keheningan beberapa saat. Dia mengulangi beberapa kali pertanyaan itu sambil menangis, tanpa kujawab. Beberapa lama aku hanya terdiam dalam kehampaan. Aku bingung. Pikiranku kosong. Aku tak tahu yang kurasakan saat itu.  
"Mas, kamu menyesal ya?" tanyanya lagi berulang kali sambil mengguncang-guncang tubuhku.
"Aku menyesal dengan sikapmu. Kamu yang tampak menyesal telah memilihku..." jelasku.
"Enggak, aku sama sekali tidak menyesal... Aku yang mencari kamu, bukan sebaliknya... Aku cuma takut, bingung... Aku takut kamu kecewa... Aku tak tahu harus bagaimana"  sahutnya menegaskan dan kembali menangis.
Setelah menghela nafas dalam-dalam, akupun melanjutkan. "... Aku tak peduli dengan masa lalu... Aku menikah untuk hari ini dan masa depan... Aku menikah karena butuh seseorang untuk berbagi... Tentu saja aku butuh dicintai, tapi aku lebih butuh komitmen kamu untuk mencintaiku" tegasku. Dia tampak begitu berbinar mendengar ucapanku, dan kembali memelukku erat-erat.
Kebekuan yang sejak resepsi tadi begitu mengganggu, kini mulai mencair. Kami mulai saling terbuka dan saling bercerita banyak hal, terutama tentang  masa lalu saat kami pernah bertemu. Rona ceria kini terpancar di wajahnya, tapi terus terang ada segumpal perasaan yang mengganjal batinku. Sejujurnya ada perasaan kecewa dan penyesalan yang sangat dalam di hatiku, tetapi aku berusaha menepisnya. Aku mencoba mengabaikannya, menyimpannya dalam-dalam di lubuk hatiku. 
Aku berusaha menikmati keadaan yang kini kuhadapi. Kupandangi tubuhnya yang lembut di hadapanku. Perlahan kucium pipinya yang basah oleh air mata, tapi dia tak bereaksi apapun. Dia juga hanya diam saat aku mulai menindihkan paha kananku di atas kedua pahanya yang berbalut celana tidur panjang. Dia hanya tersenyum saat perlahan kususupkan jemari tanganku di balik bajunya, dan menurut saja ketika kancing BH-nya kulepaskan.
Tanpa kusadari, kegundahan yang sedari tadi kurasakan telah berganti gairah. Sembari saling bercerita, jemariku bergetar lembut saat menyentuh payudaranya. Ada perasaan sedikit aneh, karena dia seperti tidak merasakan apa-apa. Feelingku merasakan bahwa ia seperti sudah biasa dengan semua itu, tapi kutepis jauh-jauh perasaan itu dari pikiranku. Aku tak mau peduli dengan semua itu. Aku hanya berfikir, saat ini dia milikku. 
Beberapa saat kemudian aku ingin menyusupkan jemariku di bagian bawah tubuhnya. Saat jemariku mulai menyusup ke balik celana tidurnya, tiba-tiba dia memegang erat tanganku. "Mas, jangan dulu" sergahnya.
"Kenapa?" tanyaku.
Sejenak dia terdiam. "Aku merasa belum siap. Tolong jangan sekarang" pintanya.
Akupun menarik kembali tanganku. Dia kembali menyergah ketika beberapa saat kemudian jemariku mencoba menyusup ke sana. "Mas, please... aku belum siap"
"Aku cuma ingin menyentuh saja"  sahutku.
"Please..., jangan sekarang. Aku belum siap" Pintanya menegaskan.
"Kenapa?"
"Aku nggak tahu, aku cuma merasa belum siap. Maaf, ya? Pleas..." Pintanya lagi sembari memelukku. Sedikit rasa kecewa menggelayuti hatiku. Beribu tanya hanya dapat kusimpan dalam-dalam. "Oke, nggak apa-apa. Mungkin kamu belum bisa melupakannya" jawabku mencoba tenang.
"Maafkan aku. Kami sudah empat tahun bersama. Bahkan masih kontak beberapa jam lalu. Sedangkan kamu, aku merasa baru mengernalmu saat ini. Kumohon kamu bisa mengerti" jelasnya.
"Oke. Aku mengerti" jawabku sembari melepaskan pelukan.
"Sebenarnya aku lelah sekali, aku capek, ngantuk... Sedari pagi aku hampir-hampir tak istirahat. Aku ingin tidur" Ucapnya beberapa saat kemudian.
"Kamu istirahat saja. Biar aku keluar dulu" jawabku.
"Ke mana?"
"Ke depan sebentar. Sepertinya di sana masih ada orang" jawabku.
Dia tidak menanggapi dan akupun bangkit keluar kamar.  
Akupun keluar dari kamar pengantin yang penuh bunga dan pernak-pernik yang memenuhi ruangan itu. Hari sudah menyongsong pagi. Di luar rumah keutemui pembantunya tengah duduk sambil merokok. Akupun memintanya membelikan sebungkus rokok. 
Meski sebelumnya tak pernah menyentuh barang itu, untuk pertama kalinya aku merokok. Pahit, getir, dan sedikit terbatuk-batuk kurasakan, tapi tak segetir perasaanku malam itu. Hingga fajar menyongsong, kepulan asap dari batang demi batang rokok seakan membantuku melepas kegundahaan yang masih bersemayam di dasar hati. Sejak saat itu pula aku punya kebiasaan baru, merokok. 

SEBUAH KESIMPULAN: JUTEK DAN KONSERVATIF


-->
Akhirnya aku menemukan kata-kata yang mewakili karaktermu. Seharusnya sudah kusadari sejak awal kita menikah, tapi selama ini aku sulit memahami kamu. Selama ini kamu selalu menunjukkan sikap egois, kasar, tidak peka perasaan, tidak mengasyikkan, dan frigid.
Aku benar-benar terlambat menyadari, bahwa di balik sikapmu yang lembut dan pemalu di depan orang, sebenarnya kamu penya kepribadian jutek, penakut, dan konservatif. Inilah pangkal dari semua masalah di antara kita. Inilah yang selama ini membuat aku merasa tidak nyaman bersama kamu.
Kali ini aku harus benahi kesimpulanku tentang kamu. Mudah-mudahan aku juga segera menemukan cara yang tepat untuk menyikapi perempuan seperti kamu. 
JUTEK, JUDES, GALAK
Reaktif
Kamu adalah orang yang reaktif. Kamu tidak pernah mampu berfikir panjang dalam menyikapi segala sesuatu. Kamu mudah merespon negative terhadap segala sesuatu, baik sekedar mempertanyakan maupun menunjukkan amarah. Kamu sangat reaktif dan mudah marah.
Badmood dan Negative Thinking
Mental dan pikiran kamu dipenuhi badmood. Kamu kurang bisa melihat segala sesuatu secara positif. Tidak ada keadaan yang sempurna buat kamu. Selalu ada yang salah dan kamu keluhkan. Hari-hari bersama kamu sering tidak mengasyikkan karena selalu penuh keluh kesah. Bahkan wajahmu lebih banyak kau tekuk dari pada kau biarkan memancarkan cantikmu.
Kurang Punya Empati
Kamu tidak mampu merasakan yang dirasakan orang lain. Kamu suka asal komentar dan bersikap, tanpa bisa menyadari bahwa itu bisa menyinggung atau merendahkan orang lain.
Angkuh, Egois dan Suka Menyalahkan Keadaan
Kamu selalu merasa paling benar. Kamu juga memandang diri kamu terlalu tinggi, hingga tanpa kamu sadari sebenarnya kamu merendahkan orang lain. Kamu hampir-hampir tidak pernah mampu mengintrospeksi kekurangan kamu sendiri. Kamu selalu menyalahkan keadaan, juga orang lain.
Kaku dan Tidak Romantis
Sikap kamu kaku, tidak manis. Kamu bahkan enggan menunjukkan rasa cinta kasih kamu pada orang yang seharusnya kamu cintai. Kamu lebih suka mengikat, memaksa dari pada merayu.
PENAKUT, PESIMIS
Sifat jutekmu lumayan tersembunyi karena kamu bukan pribadi yang optimis dalam melakukan segala sesuatu. Terlalu banyak hal kamu sikapi secara pesimis. Kamu orang yang takut resiko, bahkan takut pada hal-hal yang sebenarnya tidak kamu ketahui. Kamu lebih suka memperalat orang lain untuk mewujudkan keinginanmu, padahal kamu sendiri takut menghadapinya.
KONSERVATIF
Sifat jutekmu semakin tidak asyik karena kepribadian kamu dikuasai norma-norma tradisi yang tak rasional. Kamu memandang seks sebagai hal tabu. Membuka pakaian di depanku saja kamu malu, bahkan memakai pakaian sexy saja kamu sudah risih.
Terlalu banyak hal yang kamu tabukan, hingga hidup selaksa dalam bingkai penjara. Hidup bersama kamu selalu penuh larangan, pantangan dan pastinya tidak mengasyikkan.

Kamis, 17 Februari 2011

CINTA DALAM PERNIKAHAN


Seringkali cinta diidentikkan dengan ketertarikan dan keterikatan batin seseorang pada orang lain. Makna cinta yang demikian biasanya cukup menonjol bagi pasangan sebelum menikah. Pada tingkat tertentu, cinta biasanya lekat dengan gejolak asmara yang penuh gairah yang diekspresikan dalam bentuk kemesraan.
Berbeda halnya dalam pernikahan, cinta memiliki makna yang jauh lebih dalam dan luas. Cinta yang demikian biasanya dirasakan oleh sebagian pasangan pengantin baru. Masa-masa bulan madu seringkali menjadi masa puncak kulminasi cinta kasih. Masing-masing dapat mengekspresikan hasrat cinta kasihnya dalam kemesraan.
Ketika pernikahan sudah jauh melewati masa-masa bulan madu. Gejolak cinta kasih akan mengalami perubahan demi perubahan. Apalagi setelah dikaruniai beberapa orang buah hati.
Gejolak cinta biasanya tidak lagi seperti sebelumnya. Serangkaian kewajiban sebagai pasangan menanti, mulai dari keharusan berbagi peran dan tugas di rumah sampai dengan mencari nafkah. Serangkaian persoalan sedikit demi sedikit mengalihkan perhatian pasangan dari keinginan untuk selalu diperhatikan, dilayani dan disenangkan, tetapi juga bagaimana berbagai kebutuhan dan persoalan rumah tangga diatasi.
Bulan madu seakan menjadi klimaks cinta kasih, dari yang semula menggebu-gebu menjadi lebih stabil. Bahkan intensitas gejolak cinta pasangan sibuk tidak jarang teralihkan pada kesibukan di dunia kerja masing-masing. Oleh karena itu, sikap pasangan suami-istri biasanya lebih dingin dibanding saat masih pacaran.
Meski demikian, kebutuhan terhadap cinta kasih bukan berarti pudar. Sebenarnya masing-masing tetap membutuhkan kasih sayang, perhatian, pelayanan dan kesenangan dari pasangannya, tetapi bentuk dan intensitasnya akan menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi dalam keluarga.
Sebagian pasangan kreatif biasanya mampu mempertahankan romantisme masa pengantin, tetapi bagi sebagian lain, getar-getar batin dan daya tarik pasangan memudar tidak sebesar sebelumnya. Ini dikarenakan hasrat cinta tak lagi menjadi misteri, kemesraan tak lagi menjadi moment istimewa yang ditunggu-tunggu. Hilangnya rasa penasaran dan tidak adanya stimulus berbeda, tidak jarang mengantarkan pasangan pada kejenuhan. Ketidakmampuan merawat cinta kasih menjadikan sebagian lagi tinggal menyisakan kehangatan cinta dalam bentuk hubungan intim sekali waktu.
Meski demikian, bukan berarti cinta tak lagi diperlukan. Pasangan masih tetap membutuhkan cinta kasih yang diekspresikan dalam bentuk paling minimal berupa komitmen dan tanggung jawab terhadap pasangan dan keluarga. Mereka yang tidak mampu mempertahankan batas minimal cinta kasih ini mungkin akan mencari orang lain, baik sekedar sebagai variasi maupun memang benar-benar untuk menemukan dunianya yang baru.
Pada dasarnya kebutuhan terhadap cinta tak pernah berubah, hanya saja keadaan sering kali membatasi untuk berbuat. Tidak ada cinta setegar baru karang. Kalaupun ada mungkin hanya ada pada satu dua pasangan. Selebihnya, cinta adalah sebuah tanaman hati yang perlu selalu dirawat agar senantiasa mekar dan berseri.

CINTA DALAM PERNIKAHAN


Seringkali cinta diidentikkan dengan ketertarikan dan keterikatan batin seseorang pada orang lain. Makna cinta yang demikian biasanya cukup menonjol bagi pasangan sebelum menikah. Pada tingkat tertentu, cinta biasanya lekat dengan gejolak asmara yang penuh gairah yang diekspresikan dalam bentuk kemesraan.
Berbeda halnya dalam pernikahan, cinta memiliki makna yang jauh lebih dalam dan luas. Cinta yang demikian biasanya dirasakan oleh sebagian pasangan pengantin baru. Masa-masa bulan madu seringkali menjadi masa puncak kulminasi cinta kasih. Masing-masing dapat mengekspresikan hasrat cinta kasihnya dalam kemesraan.
Ketika pernikahan sudah jauh melewati masa-masa bulan madu. Gejolak cinta kasih akan mengalami perubahan demi perubahan. Apalagi setelah dikaruniai beberapa orang buah hati.
Gejolak cinta biasanya tidak lagi seperti sebelumnya. Serangkaian kewajiban sebagai pasangan menanti, mulai dari keharusan berbagi peran dan tugas di rumah sampai dengan mencari nafkah. Serangkaian persoalan sedikit demi sedikit mengalihkan perhatian pasangan dari keinginan untuk selalu diperhatikan, dilayani dan disenangkan, tetapi juga bagaimana berbagai kebutuhan dan persoalan rumah tangga diatasi.
Bulan madu seakan menjadi klimaks cinta kasih, dari yang semula menggebu-gebu menjadi lebih stabil. Bahkan intensitas gejolak cinta pasangan sibuk tidak jarang teralihkan pada kesibukan di dunia kerja masing-masing. Oleh karena itu, sikap pasangan suami-istri biasanya lebih dingin dibanding saat masih pacaran.
Meski demikian, kebutuhan terhadap cinta kasih bukan berarti pudar. Sebenarnya masing-masing tetap membutuhkan kasih sayang, perhatian, pelayanan dan kesenangan dari pasangannya, tetapi bentuk dan intensitasnya akan menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi dalam keluarga.
Sebagian pasangan kreatif biasanya mampu mempertahankan romantisme masa pengantin, tetapi bagi sebagian lain, getar-getar batin dan daya tarik pasangan memudar tidak sebesar sebelumnya. Ini dikarenakan hasrat cinta tak lagi menjadi misteri, kemesraan tak lagi menjadi moment istimewa yang ditunggu-tunggu. Hilangnya rasa penasaran dan tidak adanya stimulus berbeda, tidak jarang mengantarkan pasangan pada kejenuhan. Ketidakmampuan merawat cinta kasih menjadikan sebagian lagi tinggal menyisakan kehangatan cinta dalam bentuk hubungan intim sekali waktu.
Meski demikian, bukan berarti cinta tak lagi diperlukan. Pasangan masih tetap membutuhkan cinta kasih yang diekspresikan dalam bentuk paling minimal berupa komitmen dan tanggung jawab terhadap pasangan dan keluarga. Mereka yang tidak mampu mempertahankan batas minimal cinta kasih ini mungkin akan mencari orang lain, baik sekedar sebagai variasi maupun memang benar-benar untuk menemukan dunianya yang baru.
Pada dasarnya kebutuhan terhadap cinta tak pernah berubah, hanya saja keadaan sering kali membatasi untuk berbuat. Tidak ada cinta setegar baru karang. Kalaupun ada mungkin hanya ada pada satu dua pasangan. Selebihnya, cinta adalah sebuah tanaman hati yang perlu selalu dirawat agar senantiasa mekar dan berseri.

2 PERTIMBANGAN MEMILIH PASANGAN


Akhir-akhir ini kita Banyak menjumpai orang-orang normal, tetapi belum juga menikah meski usianya sudah cukup matang. Tentu ada berjuta alasan mengapa mereka belum juga menikah. Sebagian barang kali memang sudah memutuskan tidak menikah karena alasan-alasan tertentu, seperti trauma atau kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk menikah.
Tidak sedikit pula orang yang sebenarnya punya keinginan, tetapi tidak pernah menemukan jodoh. Mereka merasa belum menemukan seseorang yang cocok sehingga keinginannya untuk menikah terus-menerus tertunda. Bahkan tidak sedikit yang keinginannya untuk menikah pada akhirnya terkubur bersama berakhirnya usia.
Bagi Anda yang ingin menikah, tetapi merasa tidak mendapatkan pasangan yang cocok, ada baiknya memahami beberapa dasar dan pertimbangan yang umum digunakan orang dalam menentukan pasangan hidupnya.
ATAS DASAR CHEMISTRY
Sebagian pasangan menjalin hubungan hingga akhirnya memutuskan untuk menikah dengan didasari ketertarikan dan kecocokan batin (chemistry). Chemistry kadang bersifat rasional, sehingga dapat diungkapkan ke dalam berbagai kriteria mengenai pasangan ideal kita, misalnya berkulit putih, berwajah cantik, ganteng, menarik, berhidung mancung, berpostur ideal, dan sebagainya.
Tidak jarang pula chemistry antar pasangan bersifat emosional. Ketertarikan pada seseorang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata. Kita tidak dapat menjelaskan secara rasional, mengapa tiba-tiba saja tertarik, jatuh cinta dan merasa cocok dengan seseorang tanpa dapat menjelaskan secara rasional, bahkan meski sosok tersebut sama sekali tidak memenuhi kriteria ideal kita selama ini.
PERTIMBANGAN RASIONAL
Tidak sedikit pasangan yang menjalin hubungan dan memutuskan menikah yang didasari atas pertimbangan rasional. Secara batin salah satu atau keduanya tidak ada ketertarikan, tidak ada chemistry, tidak dimulai dari jatuh cinta terlebih dahulu, tetapi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu akhirnya memutuskan untuk menikah.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak, bahkan mungkin kebanyakan pasangan memutuskan menikah dengan pertimbangan rasional, seperti pertimbangan gengsi, jaminan kesejahteraan keluarga, merasa kesepian, beban sosial, atau tertuntut usia.
MANA YANG LEBIH BAIK?
Pernikahan yang didasari chemistry, ketertarikan, saling jatuh cinta, dan kecocokan tentu saja menjadi harapan setiap orang, tetapi faktanya tidak setiap orang menemukannya. Bahkan tidak jarang kita cenderung tertarik pada seseorang yang tidak tertarik pada kita, atau sebaliknya kita tidak tertarik pada seseorang yang tertarik pada kita.
Bila Anda adalah orang yang berkecenderungan semacam ini, maka sebaiknya Anda tidak terlalu mengandalkan chemistry untuk menemukan jodoh Anda. Mengandalkan chemistry sering kali membuat Anda harus larut dalam penantian yang tidak berakhir.
Anda akan selalu dibuai keinginan hingga cenderung mengejar seseorang yang tidak tertarik pada anda, dan selalu memandang rendah orang yang tertarik pada Anda. Ini dikarenakan Anda termasuk seseorang yang bertipe rasional dalam menentukan pasangan.
Bila Anda berkecenderungan demikian, barangkali jodoh Anda memang tidak akan datang atas dasar chemistry, melainkan pada rasio Anda. Keberanian dan kemauan Anda untuk memutuskan menikah adalah jalan termudah bagi Anda untuk menemukan jodoh Anda.
Yang harus Anda sadari, pernikahan atas dasar ketertarikan (chemistry) bukan jaminan kebahagiaan. Tidak jarang pernikahan yang didasarkan atas hasrat cinta berlebihan, cinta buta, mengantarkan pasangan pada rumah tangga yang kurang bahagia dan diliputi kesulitan. Bahkan keputusan rasional sering kali lebih memungkinkan pasangan menjalin rumah tangga bahagia dan sejahtera dibanding keputusan emosional. 
Bila Anda belum juga menemukan jodoh, sementara usia Anda sudah tidak muda lagi, maka Anda tidak perlu menunggu jatuh cinta untuk menikah. Bila ada seseorang yang tertarik pada Anda, sehat secara fisik dan psikis, berkepribadian baik, tidak sedang menjadi pasangan orang lain, syukur-syukur pintar cari duit (he, he, he...), segera saja putuskan untuk menikah. 
Soal cinta kasih, kecocokan dan keharmonisan tidak pernah datang dengan sendirinya, juga tidak bertahan begitu saja, tetapi tergantung pada kemampuan Anda dan pasangan menjalin komunikasi dan kebersamaan selama pernikahan.Nah, sekarang tunggu apa lagi?

MENENTUKAN PASANGAN YANG COCOK


Akhir-akhir ini kita Banyak menjumpai orang-orang normal, tetapi belum juga menikah meski usianya sudah cukup matang. Tentu ada berjuta alasan mengapa mereka belum juga menikah. Sebagian barang kali memang sudah memutuskan tidak menikah karena alasan-alasan tertentu, seperti trauma atau kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk menikah.
Tidak sedikit pula orang yang sebenarnya punya keinginan, tetapi tidak pernah menemukan jodoh. Mereka merasa belum menemukan seseorang yang cocok sehingga keinginannya untuk menikah terus-menerus tertunda. Bahkan tidak sedikit yang keinginannya untuk menikah pada akhirnya terkubur bersama berakhirnya usia.
Bagi Anda yang ingin menikah, tetapi merasa tidak mendapatkan pasangan yang cocok, ada baiknya memahami beberapa dasar dan pertimbangan yang umum digunakan orang dalam menentukan pasangan hidupnya.
ATAS DASAR CHEMISTRY
Sebagian pasangan menjalin hubungan hingga akhirnya memutuskan untuk menikah dengan didasari ketertarikan dan kecocokan batin (chemistry). Chemistry kadang bersifat rasional, sehingga dapat diungkapkan ke dalam berbagai kriteria mengenai pasangan ideal kita, misalnya berkulit putih, berwajah cantik, ganteng, menarik, berhidung mancung, berpostur ideal, dan sebagainya.
Tidak jarang pula chemistry antar pasangan bersifat emosional. Ketertarikan pada seseorang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata. Kita tidak dapat menjelaskan secara rasional, mengapa tiba-tiba saja tertarik, jatuh cinta dan merasa cocok dengan seseorang tanpa dapat menjelaskan secara rasional, bahkan meski sosok tersebut sama sekali tidak memenuhi kriteria ideal kita selama ini.
PERTIMBANGAN RASIONAL
Tidak sedikit pasangan yang menjalin hubungan dan memutuskan menikah yang didasari atas pertimbangan rasional. Secara batin salah satu atau keduanya tidak ada ketertarikan, tidak ada chemistry, tidak dimulai dari jatuh cinta terlebih dahulu, tetapi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu akhirnya memutuskan untuk menikah.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak, bahkan mungkin kebanyakan pasangan memutuskan menikah dengan pertimbangan rasional, seperti pertimbangan gengsi, jaminan kesejahteraan keluarga, merasa kesepian, beban sosial, atau tertuntut usia.
MANA YANG LEBIH BAIK?
Pernikahan yang didasari chemistry, ketertarikan, saling jatuh cinta, dan kecocokan tentu saja menjadi harapan setiap orang, tetapi faktanya tidak setiap orang menemukannya. Bahkan tidak jarang kita cenderung tertarik pada seseorang yang tidak tertarik pada kita, atau sebaliknya kita tidak tertarik pada seseorang yang tertarik pada kita.
Bila Anda adalah orang yang berkecenderungan semacam ini, maka sebaiknya Anda tidak terlalu mengandalkan chemistry untuk menemukan jodoh Anda. Mengandalkan chemistry sering kali membuat Anda harus larut dalam penantian yang tidak berakhir.
Anda akan selalu dibuai keinginan hingga cenderung mengejar seseorang yang tidak tertarik pada anda, dan selalu memandang rendah orang yang tertarik pada Anda. Ini dikarenakan Anda termasuk seseorang yang bertipe rasional dalam menentukan pasangan.
Bila Anda berkecenderungan demikian, barangkali jodoh Anda memang tidak akan datang atas dasar chemistry, melainkan pada rasio Anda. Keberanian dan kemauan Anda untuk memutuskan menikah adalah jalan termudah bagi Anda untuk menemukan jodoh Anda.
Yang harus Anda sadari, pernikahan atas dasar ketertarikan (chemistry) bukan jaminan kebahagiaan. Tidak jarang pernikahan yang didasarkan atas hasrat cinta berlebihan, cinta buta, mengantarkan pasangan pada rumah tangga yang kurang bahagia dan diliputi kesulitan. Bahkan keputusan rasional sering kali lebih memungkinkan pasangan menjalin rumah tangga bahagia dan sejahtera dibanding keputusan emosional. 
Bila Anda belum juga menemukan jodoh, sementara usia Anda sudah tidak muda lagi, maka Anda tidak perlu menunggu jatuh cinta untuk menikah. Bila ada seseorang yang tertarik pada Anda, sehat secara fisik dan psikis, berkepribadian baik, tidak sedang menjadi pasangan orang lain, syukur-syukur pintar cari duit (he, he, he...), segera saja putuskan untuk menikah. 
Soal cinta kasih, kecocokan dan keharmonisan tidak pernah datang dengan sendirinya, juga tidak bertahan begitu saja, tetapi tergantung pada kemampuan Anda dan pasangan menjalin komunikasi dan kebersamaan selama pernikahan.Nah, sekarang tunggu apa lagi?

Jumat, 28 Januari 2011

5 TIPE HUBUNGAN SUAMI-ISTRI

Dalam pernikahan selalu ada suami dan istri, tetapi bagaimana pola hubungan suami-istri yang terbentuk ditentukan oleh konsep keluarga yang terbangun pasca pernikahan, baik dengan disadari atau tanpa disadari. Ada beberapa tipe relasi suami-istri dalam keluarga. Masing-masing terbentuk oleh kesepakatan bersama secara terbuka, kesepakatan diam-diam, maupun berlangsung dan diterima begitu saja. Tipe-tipe tersebut di antaranya:
1.  ATASAN-BAWAHAN
Tipe ini biasa berlangsung dalam keluarga yang mewarisi budaya feodal. Pada  umumnya suami menjadi tokoh utama dalam keluarga. Suami adalah orang yang harus dihormati dan dilayani sedemikian rupa oleh istri. Suami memiliki kedudukan yang relatif tinggi di hadapan istri, sementara istri terikat oleh serangkaian norma yang harus dipenuhi dalam kedudukannya sebagai pelayan suami. Keluarga semacam ini biasanya mampu mempertahankan harmoninya, karena kebutuhan menjaga status sosial suami dan nama baik keluarga di masyarakat. 
2. DOMINATIF-DESPOTIK
Tipe ini kadang masih bertahan di masyarakat modern. Salah satu pasangan, kadang suami, dan kadang istri terlalu dominan dalam keluarga. Dia yang menentukan segalanya dalam keluarga. Sementara itu, pihak suami atau istri yang dikuasai hanya menjadi pelengkap penderita atas kekuasaan berlebihan salah satu pihak. 
Ini biasa terjadi pada pasangan yang tidak mampu menjalin kebersamaan, di antaranya akibat salah satu pihak merasa lebih mampu mencari nafkah dan mengatasi semua masalah di atas yang lain. Dalam keluarga semacam ini sering kali diwarnai kekerasan verbal maupun fisik yang dilakukan oleh pihak penguasa terhadap pihak yang dikuasai. Pihak yang lain terlalu lemah untuk mengimbangi sikap keras pihak lain, dan tidak berdaya untuk keluar dari "penindasan" pasangan. 
3. HERARKHI SEMU
Tipe ini terbangun oleh sikap merendah salah satu pihak, biasanya istri, terhadap pasangannya. Sebenarnya pasangan tidak meminta hal itu, tetapi pihak yang lain merasa lebih nyaman memposisikan diri di bawah yang lain. Dalam keluarga semacam ini terbangun herarkhi dalam hal sikap dan perilaku yang sebenarnya tidak mengikat dan menjadi keharusan. 
Tipe ini biasanya menjadi tipe ideal bagi mereka yang mencoba menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi tertentu, baik yang didasarkan atas agama atau budaya tertentu. Sekalipun ada pihak yang memposisikan diri sebagai pelayan setia bagi yang lain, tetapi tidak menimbulkan rasa dikuasai atau tertindas satu pihak atas pihak yang lain.
4. SAHABAT-SEJAWAT
Tipe ini umumnya terbangun pada pasangan yang terdidik secara modern. Pernikahan seakan hanya menjadi legalitas persahabatan dua orang. Tidak ada yang dikuasai, tidak ada pula yang menguasai. Masing-masing memposisikan diri setara dan saling melengkapi. 
Kedudukan suami sebagai kepala keluarga hanya formalitas administratif saja, sementara peran dalam pengelolaan keluarga dilakukan secara bersama-sama. Tipe hubungan suami-istri semacam inilah yang biasanya penuh eksplorasi, tetapi dalam situasi tertentu juga rentan terhadap pertengkaran.
5. ISTANA TAK BERTUAN
Selain beberapa tipe di atas, ada pula tipe hubungan suami-istri yang seakan rumah tangga tak bertuan. Tipe ini mirip dengan tipe sahabat-sejawat, tetapi relatif kurang komunikasi. Masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri, bahkan kadang memisah-misahkan hak milik, tetapi tetap utuh sebagai pasangan suami-istri hingga akhir hayat.
Tipe manakah Anda dan pasangan Anda?

4 KUNCI KELUARGA BAHAGIA

Membangun keluarga bahagia memerlukan beberapa prasyarat. Kekurangan dari beberapa prasyarat tersebut potensial menjadikan keluarga tidak cukup bahagia. Di antara prasyarat utama keluarga bahagia adalah:
1.  Cinta Kasih
Cinta kasih merupakan dasar pertama dalam membangun rumah tangga. Cinta kasih berarti ada rasa ketertarikan, kebutuhan, dan minimal keterikatan batin antar pasangan. Keterikatan tersebut merupakan modal bagi pasangan suami-istri dalam membangun mahligai rumah tangganya. Sulit dibayangkan bagaimana rasanya menikah tanpa keterikatan batin antar suami-istri, sebab ikatan batin itulah yang menentukan arah dan tujuan rumah tangga. Ikatan batin menjadikan masing-masing pihak terikat pada satu komitmen, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab untuk menjaga, mensejahterakan dan saling membahagiakan. Keberhasilan menjaga cinta kasih merupakan prasyarat bagi setiap pasangan yang berminat melanggengkan kebahagiaan rumah tangga.
2.  Seks
Pada pasangan normal, seks merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam pernikahan. Seks pula yang merupakan alasan pasangan menjalin hubungan dan menikah. Kebutuhan terhadap seks tidak ubahnya dengan kebutuhan pokok lain, terutama makan dan minum. Seks adalah salah satu menu wajib pernikahan. 
Lebih dari kebutuhan makan dan minum, seks merupakan komunikasi lahir dan batin paling intim antara suami-istri. Tanpa seks, maka pernikahan akan berlangsung layaknya sandiwara yang menyedihkan. Bahkan kurang harmonisnya kehidupan seksual sering kali menjadi pemicu dan tanda-tanda retaknya keluarga. Menjaga kehidupan seksual yang sehat dan memuaskan merupakan keharusan bagi pasangan yang bermaksud membangun jalinan kehidupan rumah tangga yang tenang dan bahagia.
3.  Ekonomi
Seperti halnya kendaraan bermotor, ekonomi keluarga merupakan bahan bakar bahtera rumah tangga. Tanpa bahan bakar yang memadai, maka laju kehidupan rumah tangga akan banyak terganggu. Bahtera rumah tangga akan mudah terguncang dan terombang-ambing oleh berbagai kebutuhan yang melahirkan serangkaian tekanan hidup. Bahkan seringkali tidak tersedianya bahan bakar yang memadai menjadikan rumah tangga tak mampu dilanjutkan ke pantai kebahagiaan.   
4. Komunikasi 
Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa, dua rasa, dua keinginan, dan dua harapan. Sebagai manusia yang berfikir dan berkepribadian perbedaan tidak mungkin dihindari dalam sebuah mahligai perkawinan. Komunikasi merupakan jembatan yang menyatukan pasangan hingga sama-sama mengarahkan bahtera rumah tangga pada satu jalur. Melalui komunikasilah masing-masing dapat saling memahami perasaan, ide dan kehendak masing-masing, untuk kemudian menemukan satu kesimpulan yang disepakati bersama.  

KENANGAN ML DENGAN TUTIK 1

Antara tahun 96-99 merupakan masa-masa terindahku bersama Tutik, cewek langsing, berkulit putih nan polos teman KKN-ku. Aku sudah tertarik padanya sejak semester II waktu sama-sama ikut kegiatan paduan suara di kampus, tapi baru beruntung saat bisa dekat dengannya saat KKN.
Sebenarnya dia kakak kelasku, dan usianya 1,9 tahun lebih tua dariku, tetapi karena tubuh dan wajahnya yang imut, tak terlalu terlihat kalau aku lebih muda darinya. Saat KKN itupun sebenarnya aku sudah punya cewek anak Lampung, tapi karena ada Tutik perlahan aku cewekku pelan-pelan.
Sambil berusaha dekati Tutik, aku mengaku kalau ditinggal cewekku menikah, dan syukurlah Tutik dan teman-temannya percaya. Dengan pendekatan perlahan, akhirnya cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Meski tanpa jawaban yang jelas, tanpa komitmen yang pasti, Tutik ternyata juga suka padaku. Padahal dia sebenarnya sudah dijodohkan dengan Samsul, seniorku di kampus. Tak berapa lama setelah kami jadian meski diam-diam, dia kuperkenalkan pada ortuku. Tak berapa lama kemudian aku juga diperkenalkan dengan orang tuanya.
Aku sempat shock, saat beberapa saat kemudian kabar menyedihkan menghancurkan impianku. Ortu Tutik tidak setuju karena aku anak pertama dan dia anak ketiga. Kami sangat sedih mengetahui sikap orang tuanya, tetapi seketika kami berjanji tak akan menyerah.
Penolakan ortu Tutik justeru kian mendekatkan kami hingga semakin intim. Kami sepakat melakukan apa saja untuk mewujudkan mimpi kami. Tekad itu pulalah yang membuatku berkesempatan menikmati ciuman gadis lugu untuk pertama kalinya.
Sebenarnya aku tahu Tutik tak suka melakukan itu. Kepribadiannya yang agamis membuat dia jauh dari hal-hal seperti itu, tapi karena beratnya masalah yang kami hadapi, dia tak tega melihatku menderita.
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun, tapi semua usaha kami sia-sia. Hubungan kami terasa kian intim, tapi jurang di antara kami kian dalam untuk dilalui. Orang tua Tutik benar-benar kukuh dengan pendiriannya meski kakak, saudara, dan banyak orang mencoba bicara.
Kami sempat berniat kawin lari, tapi Tutik kelihatan masih ragu. Saat melihatku sangat tertekan, Tutik selalu menghiburkan dengan belaian, kecupan, dan pelukan yang penuh kasih sayang. Meski semula dia selalu menolak saat aku singkap bajunya, akhirnya diapun tak menolak saat jemariku kian sering menyusup di balik bajunya.
Suatu siang di rumah Kacong teman karibku, seperti biasa kami bercengkerama sambil membahas masalah yang kami hadapi berdua. Tak ada solusi yang kami dapatkan selain kemesraan yang sedikit menghibur kehampaan harapan.
Tiba-tiba saja hujan turun sangat deras, sementara di rumah itu hanya ada kami berdua. Tanpa terasa aku sudah melepas hampir seluruh busana Tutik dari tubuhnya. Bahkan kancing BH sudah aku lepaskan, tanpa sedikitpun perlawanan, lalu kami bergumul dalam buai kemesraan.
Tutik selalu menyergah saat celana dalamnya beberapa kali kucoba lepaskan. Aku sendiri ragu untuk melakukan. Meski panasnya hasrat serasa tak mampu kami tahan, aku tetap tak berani memaksa melepaskannya.
Aku hanya menindih wanita bertubuh langsing dan berkulit putih mulis itu sambil tak henti mencumbuinya. Aku hanya berani jepitkan kemaluanku di sela pahanya yang ramping selama kami larut dalam cumbu rayu. Beberapa saat kemudian kutekan-tekankan kemaluanku di atas celana dalamnya hingga hasratku benar-benar memuncak tak tertahankan. Spermaku menyembur deras tumpah ruah membasahi celana dalam putihnya yang tipis.
Ada perasaan takut dia akan hamil karenanya begitu banyaknya sperma yang membanjiri are kemaluannya, tapi aku sudah siap andai kata itu terjadi. Ada perasaan lega saat beberapa hari kemudian Tutik bilang menstruasi, sebab artinya kekhawatiran kami itu tak terjadi.