Kamis, 11 September 2014

BUAT ISTRIKU YANG MENDERITA PSIKOSOMATIK KARENA TAK BAHAGIA

Seharusnya kamu belum perlu mengalami asam urat seperti sekarang, sebab penyakit itu berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit lain. Menurut beberapa teori, bila seseorang di usia 40 tahun tidak menderita penyakit berarti, maka dia mempunyai kemungkinan sehat lebih lama.
Menurutku kamu hanya mengalami psikosomatik. Kamu pasti menyangkal, sebab kamu merasa baik-baik saja. Tidak berbeda dari mbak Titis dan mbak Jar, mereka juga bersikukuh merasa baik-baik saja. Mereka melakukan aktivitas seperti biasa,bahkan masih tertawa-tawa.
Padahal siapapun tahu, mereka pasti memendam beban batin yang berat, tetapi tidak terungkapkan. Entah diakui atau tidak, mbak Titis pasti tertekan karena harus hidup di rumah orang, tanpa pekerjaan pasti, tanpa jelas masa depannya. Sementara dia pasti berharap dapat membesarkan anaknya agar menjadi orang sukses.
Mbak Jar pasti shock sejak kematian suaminya. Dia sangat tertutup, sensitif, dan harus tinggal seorang diri di rumah yang sepi. Meski punya pekerjaan pasti, dia pasti dibayang-bayangi ketakutan, kekhawatiran, dan berbagai beban yang mungkin tak pernah mampu dia ungkapkan.
Masalah terbesar penderita psikosomatik adalah karena mereka tidak mengakui ada masalah. Mereka merasa baik-baik saja, dan tidak ada yang membebani perasaan dan pikirannya. Bagian tersulit dalam mengatasi masalah psikosomatik adalah membuat sang penderita mengetahui masalah batin yang dideritanya. Padahal kesembuhannya sangat ditentukan oleh seberapa mampu dia menyelesaikan masalah batin yang tengah dialamaninya.
Menurutku, masalah kamu kurang lebih seperti itu. Kamu memang berbeda dari mbak Titis dan mbak Jar, tapi sebenarnya kamu tetap wanita seperti mereka. Kalaupun ada yang berbeda adalah gaya kamu dan cara kamu menyikapi masalah.
Aku paham benar gaya khas kamu dalam bersikap. Kamu selalu berusaha tampil baik-baik saja di depan semua orang, seakan tidak ada masalah berarti. Hamu selalu berusaha menyembunyikan perasaan kamu yang sebenarnya, hingga hampir-hampir tidak pernah mengeluhkan beban batin kamu pada orang lain. Kamu selalu ingin terlihat elegan tegar, hingga kadang terlihat angkuh. Padahal sebenarnya kamu hanya tidak ingin orang lain tahu perasaan kamu yang sebenarnya.
Kamu bahkan cenderung alergi bila orang lain, bahkan suami kamu membicarakan soal pribadi kamu, apalagi yang membuat kamu merasa malu atau kehilangan harga diri. Kamu mengabaikan fakta bahwa sebenarnya juga wanita seperti umumnya. Kamu juga bisa sedih, terluka dan berduka, tapi kamu selalu berusaha mengingkari semua itu. Itu sebabnya jiwa kamu dipenuhi beban tersembunyi.
Kalau ditelusuri ke belakang, selama 20 tahun terakhir hidup kamu penuh tekanan. Selama 4 atau 5 tahun menjalin hubungan dengan Zaenal, kamu pasti tertekan hebat akibat sikap orang tua kamu. Meski demikian, bukan karakter kamu untuk bersikap melankolis.
Di depan orang, kamu berusaha menunjukkan bahwa kamu tidak terlalu terbebani oleh masalah percintaan yang tengah kamu hadapi.Padahal dalam hati kamu bertekad untuk tidak menikah dengan selain Zaenal. Hati kamu sangat melankolis, tetapi berusaha tak menunjukkan kesedihan mendalam di depan orang lain. Kamu hanya menunjukkan usaha keras pantang menyerah.
Menerima aku sebagai suami tentu bukan pilihan mudah buat kamu, tetapi kamu berusaha menunjukkan seakan-akan kamu bahagia dengan pernikahan kita. Entah berapa persen, pasti ada perasaan tertentu, tertekan, tidak nyaman atau entah apa aku tak tahu di hati kamu yang membuat aku merasa ada perasaan ganjil saat kita menikah.
Mungkin saja kamu sebenarnya belum memiliki rasa suka padaku seperti perasaanmu pada Zaenal. Mungkin pula sebenarnya kamu belum benar-benar move on dari Zaenal, tetapi sudah harus melangkah ke pelaminan denganku. Mungkin pula ada perasaan-perasaan tertentu di hati kamu seperti gamang, terpaksa, atau apalah yang kamu sendiri tidak tahu bagaimana menungkapkannya.
Aku sendiri menyadari, aku adalah orang yang sangat berbeda dari Zaenal dalam segala hal. Duniaku, pola pikirku, latar belakangku berbeda jauh dari lelaki yang selama ini mampu membuat kamu merasa cocok dan nyaman.
Pernikahan yang tidak mampu membuat kamu merasa nyaman bersamaku itu terus kita jalani dengan berjuta beban batin yang tersembunyi. Apalagi kamu tahu aku sungguh tak nyaman harus hidup bersama mertua, ditambah lagi beban batin yang luar biasa harus kita tanggung selama mendirikan sekolahan.
Praktis selama pernikahan kita dipenuhi beban-beban tersimpan dalam hati yang tidak pernah dapat kita selesaikan. Itu sebabnya kamu sempat gonjing, dan berusaha menjalin hubungan batin dengan Zaenal di belakangku. Kamu benar-benar tak tahan dengan tekanan demi tekanan batin yang kamu hadapi bersamaku, hingga kamu merasa perlu menghibur diri dengan menjalin kembali kedekatan kamu dengan Zaenal, juga Faizin.
Kamu tahu aku sangat kecewa dan kehilangan kepercayaan pada kamu sejak saat itu, tapi seperti biasa kamu tak mau larut dalam penyesalan. Kamu berusaha menunjukkan bahwa hubungan kita baik-baik saja. Kamu tak mau memperpanjang masalah itu, bahkan sangat alergi membicarakannya.
Entah apa yang kamu rasakan, kamu seakan ingin menghapus peristiwa itu dari pikiranmu juga pikiranku. Kamu berusaha membuka lembaran baru dan melupakan semuanya. Kamu membiarkan beban baru tersimpan di balik harmoni semu.
Aku sendiri berusaha menata hati sejak saat itu. Aku mengubah semua cara pandangku terhadap kamu. Aku berhasil keluar dari beban-beban batin yang selama ini menggangguku, dan menemukan kembali jati diriku yang hilang selam sepuluh tahun mendampingimu. Aku memilahkan apa yang perlu dan tidak perlu aku persoalkan dari kamu.  Aku merasa bahagia dengan semua itu. Aku merasa lebih baik, lebih produktif dan lebih fokus pada urusanku.
Sayangnya kamu tidak begitu. Kehampaan batin tampaknya tak henti menyelimutimu. Jiwamu begitu rapuh, sebab sebenarnya kamu tak nyaman bersamaku, hingga tanpa sadar kembali terbuai pesona guru SMK dari kota Malang itu. Seperti pernah kubilang saat kamu ketahuan selingkuh dengan Zaenal dulu, aku tak yakin ini tak akan terjadi lagi, dan ternyata benar terbukti.
Kamu sempat menangis menyesali, tapi aku sama sekali tak mempersoalkan perselingkuhan ini kembali terjadi. Aku tahu jiwamu begitu hampa, tanpa aku tahu bagaimana mengisinya. Aku hanya tegaskan padamu, aku tak peduli apapun yang kamu lakukan. Aku hanya akan memikirkan pekerjaanku dan tetap selamanya di sini mendampingimu.
Beberapa minggu berikutnya kamu berubah sangat manis dan perhatian padaku, meski tidak lama kembali acuh seperti semula. Yang jelas berubah, kamu tampak begitu berhati-hati bersikap padaku. Kamu tak pernah marah-marah seperti dulu. Kamu bahkan selalu mengalah setiap kali kita berbeda pendapat soal urusan rumah tangga kita. Aku tahu sebenarnya itu membuatku sangat tertekan, tapi seperti biasa, kamu bersikap seolah semua baik-baik saja.  
Kehampaan batin membuat kamu begitu dahaga pada kehadiran lelaki yang mampu menyejukkan jiwamu. Diam-diam kamu kembali berhubungan dengan guru SMK swasta itu lewat whatsap, sesekali menggoda Faizin lewat BBM. Aku tahu semua itu, tetapi aku memilih mendiamkan saja. Aku berlagak seolah tak tahu. Bahkan sesekali aku pancing kedua lelaki itu agar menggoda kamu. Aku tak peduli bagaimana perasaan kamu pada lelaki itu. Aku senang melihat kamu melayang terbuai godaan dan rayuan lelaki itu, dan biasanya diikuti dengan gairah membara yang membuat kamu memaksaku bercinta.
Aku tak lagi merasa terluka dengan yang kamu lakukan. Aku justeru kasihan melihat kamu tak bahagia. Apalagi akhir-akhir ini kamu sering mengeluh, sakit di persendian tangan, punggung dan kaki. Dokter menduga kamu terkena asam urat, padahal selama ini kamu selalu berusaha keras untuk hidup sehat. Kamu ikut kursus senam, makan banyak buah dan sayur, tetapi rasa sakit itu justeru kian sering mendera.
Karena analisis laboratorium menyatakan kamu sehat, aku jadi berkesimpulan, bahwa sakitmu disebabkan oleh beban batinmu. Kehampaan batin dan perasaan tertekan yang kau alami selama inilah yang membuat kamu sakit. Kamu sakit karena kamu tak bahagia dan begitu tertekan, dan bila tak segera diatasi, aku kuatir kamu benar-benar sakit seperti yang dokter katakan.
Aku yakin sakitmu masih dikarenakan psikosomatik saja, karena itu aku ingin kita mengatasi akar masalahnya. Aku berharap dapat menuntaskan masalah batinmu dengan saling bicara, atas dasar kejujuran, keterbukaan dan kerendahan hati. Aku ingin kita berbagi tanpa gengsi dan keangkuhan seperti selama ini. Aku berharap kau bahagia dan sehat kembali.