Seharusnya
kamu belum perlu mengalami asam urat seperti sekarang, sebab penyakit itu
berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit lain. Menurut beberapa teori, bila
seseorang di usia 40 tahun tidak menderita penyakit berarti, maka dia
mempunyai kemungkinan sehat lebih lama.
Menurutku
kamu hanya mengalami psikosomatik. Kamu pasti menyangkal, sebab kamu merasa
baik-baik saja. Tidak berbeda dari mbak Titis dan mbak Jar, mereka juga
bersikukuh merasa baik-baik saja. Mereka melakukan aktivitas seperti
biasa,bahkan masih tertawa-tawa.
Padahal
siapapun tahu, mereka pasti memendam beban batin yang berat, tetapi tidak
terungkapkan. Entah diakui atau tidak, mbak Titis pasti tertekan karena harus
hidup di rumah orang, tanpa pekerjaan pasti, tanpa jelas masa depannya. Sementara
dia pasti berharap dapat membesarkan anaknya agar menjadi orang sukses.
Mbak
Jar pasti shock sejak kematian suaminya. Dia sangat tertutup, sensitif, dan
harus tinggal seorang diri di rumah yang sepi. Meski punya pekerjaan pasti, dia
pasti dibayang-bayangi ketakutan, kekhawatiran, dan berbagai beban yang mungkin
tak pernah mampu dia ungkapkan.
Masalah
terbesar penderita psikosomatik adalah karena mereka tidak mengakui ada
masalah. Mereka merasa baik-baik saja, dan tidak ada yang membebani perasaan
dan pikirannya. Bagian tersulit dalam mengatasi masalah psikosomatik adalah
membuat sang penderita mengetahui masalah batin yang dideritanya. Padahal
kesembuhannya sangat ditentukan oleh seberapa mampu dia menyelesaikan masalah
batin yang tengah dialamaninya.
Menurutku,
masalah kamu kurang lebih seperti itu. Kamu memang berbeda dari mbak Titis dan
mbak Jar, tapi sebenarnya kamu tetap wanita seperti mereka. Kalaupun ada yang
berbeda adalah gaya kamu dan cara kamu menyikapi masalah.
Aku
paham benar gaya khas kamu dalam bersikap. Kamu selalu berusaha tampil
baik-baik saja di depan semua orang, seakan tidak ada masalah berarti. Hamu
selalu berusaha menyembunyikan perasaan kamu yang sebenarnya, hingga
hampir-hampir tidak pernah mengeluhkan beban batin kamu pada orang lain. Kamu
selalu ingin terlihat elegan tegar, hingga kadang terlihat angkuh. Padahal
sebenarnya kamu hanya tidak ingin orang lain tahu perasaan kamu yang
sebenarnya.
Kamu
bahkan cenderung alergi bila orang lain, bahkan suami kamu membicarakan soal
pribadi kamu, apalagi yang membuat kamu merasa malu atau kehilangan harga diri.
Kamu mengabaikan fakta bahwa sebenarnya juga wanita seperti umumnya. Kamu juga
bisa sedih, terluka dan berduka, tapi kamu selalu berusaha mengingkari semua
itu. Itu sebabnya jiwa kamu dipenuhi beban tersembunyi.
Kalau
ditelusuri ke belakang, selama 20 tahun terakhir hidup kamu penuh tekanan.
Selama 4 atau 5 tahun menjalin hubungan dengan Zaenal, kamu pasti tertekan
hebat akibat sikap orang tua kamu. Meski demikian, bukan karakter kamu untuk
bersikap melankolis.
Di
depan orang, kamu berusaha menunjukkan bahwa kamu tidak terlalu terbebani oleh
masalah percintaan yang tengah kamu hadapi.Padahal dalam hati kamu bertekad
untuk tidak menikah dengan selain Zaenal. Hati kamu sangat melankolis, tetapi
berusaha tak menunjukkan kesedihan mendalam di depan orang lain. Kamu hanya
menunjukkan usaha keras pantang menyerah.
Menerima
aku sebagai suami tentu bukan pilihan mudah buat kamu, tetapi kamu berusaha
menunjukkan seakan-akan kamu bahagia dengan pernikahan kita. Entah berapa
persen, pasti ada perasaan tertentu, tertekan, tidak nyaman atau entah apa aku
tak tahu di hati kamu yang membuat aku merasa ada perasaan ganjil saat kita
menikah.
Mungkin
saja kamu sebenarnya belum memiliki rasa suka padaku seperti perasaanmu pada
Zaenal. Mungkin pula sebenarnya kamu belum benar-benar move on dari Zaenal, tetapi sudah harus melangkah ke pelaminan
denganku. Mungkin pula ada perasaan-perasaan tertentu di hati kamu seperti
gamang, terpaksa, atau apalah yang kamu sendiri tidak tahu bagaimana
menungkapkannya.
Aku
sendiri menyadari, aku adalah orang yang sangat berbeda dari Zaenal dalam
segala hal. Duniaku, pola pikirku, latar belakangku berbeda jauh dari lelaki
yang selama ini mampu membuat kamu merasa cocok dan nyaman.
Pernikahan
yang tidak mampu membuat kamu merasa nyaman bersamaku itu terus kita jalani dengan
berjuta beban batin yang tersembunyi. Apalagi kamu tahu aku sungguh tak nyaman
harus hidup bersama mertua, ditambah lagi beban batin yang luar biasa harus
kita tanggung selama mendirikan sekolahan.
Praktis
selama pernikahan kita dipenuhi beban-beban tersimpan dalam hati yang tidak
pernah dapat kita selesaikan. Itu sebabnya kamu sempat gonjing, dan berusaha menjalin hubungan batin dengan Zaenal di
belakangku. Kamu benar-benar tak tahan dengan tekanan demi tekanan batin yang
kamu hadapi bersamaku, hingga kamu merasa perlu menghibur diri dengan menjalin kembali
kedekatan kamu dengan Zaenal, juga Faizin.
Kamu
tahu aku sangat kecewa dan kehilangan kepercayaan pada kamu sejak saat itu,
tapi seperti biasa kamu tak mau larut dalam penyesalan. Kamu berusaha
menunjukkan bahwa hubungan kita baik-baik saja. Kamu tak mau memperpanjang
masalah itu, bahkan sangat alergi membicarakannya.
Entah
apa yang kamu rasakan, kamu seakan ingin menghapus peristiwa itu dari pikiranmu
juga pikiranku. Kamu berusaha membuka lembaran baru dan melupakan semuanya.
Kamu membiarkan beban baru tersimpan di balik harmoni semu.
Aku
sendiri berusaha menata hati sejak saat itu. Aku mengubah semua cara pandangku
terhadap kamu. Aku berhasil keluar dari beban-beban batin yang selama ini menggangguku,
dan menemukan kembali jati diriku yang hilang selam sepuluh tahun mendampingimu.
Aku memilahkan apa yang perlu dan tidak perlu aku persoalkan dari kamu. Aku merasa bahagia dengan semua itu. Aku
merasa lebih baik, lebih produktif dan lebih fokus pada urusanku.
Sayangnya
kamu tidak begitu. Kehampaan batin tampaknya tak henti menyelimutimu. Jiwamu begitu
rapuh, sebab sebenarnya kamu tak nyaman bersamaku, hingga tanpa sadar kembali
terbuai pesona guru SMK dari kota Malang itu. Seperti pernah kubilang saat kamu
ketahuan selingkuh dengan Zaenal dulu, aku tak yakin ini tak akan terjadi lagi,
dan ternyata benar terbukti.
Kamu
sempat menangis menyesali, tapi aku sama sekali tak mempersoalkan perselingkuhan
ini kembali terjadi. Aku tahu jiwamu begitu hampa, tanpa aku tahu bagaimana
mengisinya. Aku hanya tegaskan padamu, aku tak peduli apapun yang kamu lakukan.
Aku hanya akan memikirkan pekerjaanku dan tetap selamanya di sini
mendampingimu.
Beberapa
minggu berikutnya kamu berubah sangat manis dan perhatian padaku, meski tidak
lama kembali acuh seperti semula. Yang jelas berubah, kamu tampak begitu
berhati-hati bersikap padaku. Kamu tak pernah marah-marah seperti dulu. Kamu
bahkan selalu mengalah setiap kali kita berbeda pendapat soal urusan rumah
tangga kita. Aku tahu sebenarnya itu membuatku sangat tertekan, tapi seperti
biasa, kamu bersikap seolah semua baik-baik saja.
Kehampaan
batin membuat kamu begitu dahaga pada kehadiran lelaki yang mampu menyejukkan
jiwamu. Diam-diam kamu kembali berhubungan dengan guru SMK swasta itu lewat whatsap, sesekali menggoda Faizin lewat
BBM. Aku tahu semua itu, tetapi aku memilih mendiamkan saja. Aku berlagak
seolah tak tahu. Bahkan sesekali aku pancing kedua lelaki itu agar menggoda kamu.
Aku tak peduli bagaimana perasaan kamu pada lelaki itu. Aku senang melihat kamu
melayang terbuai godaan dan rayuan lelaki itu, dan biasanya diikuti dengan gairah
membara yang membuat kamu memaksaku bercinta.
Aku tak lagi merasa terluka dengan yang kamu lakukan. Aku justeru kasihan melihat kamu tak bahagia. Apalagi akhir-akhir ini kamu sering mengeluh, sakit di persendian tangan, punggung dan
kaki. Dokter menduga kamu terkena asam urat, padahal selama ini kamu selalu berusaha keras untuk
hidup sehat. Kamu ikut kursus senam, makan banyak buah dan sayur, tetapi rasa
sakit itu justeru kian sering mendera.
Karena
analisis laboratorium menyatakan kamu sehat, aku jadi berkesimpulan, bahwa
sakitmu disebabkan oleh beban batinmu. Kehampaan batin dan perasaan tertekan yang kau
alami selama inilah yang membuat kamu sakit. Kamu sakit karena kamu tak bahagia
dan begitu tertekan, dan bila tak segera diatasi, aku kuatir kamu benar-benar sakit
seperti yang dokter katakan.
Aku
yakin sakitmu masih dikarenakan psikosomatik saja, karena itu aku ingin kita
mengatasi akar masalahnya. Aku berharap dapat menuntaskan masalah batinmu
dengan saling bicara, atas dasar kejujuran, keterbukaan dan kerendahan hati. Aku
ingin kita berbagi tanpa gengsi dan keangkuhan seperti selama ini. Aku berharap
kau bahagia dan sehat kembali.