Minggu, 14 September 2014

IBU GURU TK SELINGKUH DENGAN TUKANG WARUNG

Beberapa tahun yang lalu, Yamaha bebek tahun 1980-an setia menemani Bu Iva, wanita berparas cantik yang menjadi guru di TK Dharma Wanita di kampungku. Sikap dan tutur katanya begitu santun untuk ukuran masyarakat di daerahnya, juga begitu ramah layaknya priyayi dari Solo atau Jogja.
Dia ibu yang luar biasa bagi kebanyakan orang, yang selalu memperlakukan anak-anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tara yang baru duduk di kelas III dan Dafa yang masih duduk di bangku TK sudah sangat fasih bicara dengan bahasa Jawa Kromo, bahasa Jawa halus.
Perasaan segan selalu menerpa setiap orang setiap kali berhadapan dengan wanita berpenampilan sederhana itu. Sikapnya yang begitu santun dan ramah membuatnya selalu tampak sebagai wanita terhormat.
Kekaguman serupa dirasakan pak Darman, tukang warung kecil di seberang jalan, yang hanya berjarak 2 rumah di sebelah timur rumah bu Iva. Apalagi setiap pagi atau malam hari bu Avi selalu berbelanja di warung sederhananya.
Beberapa tahun, pak Darman dan istrinya melayani bu Iva dengan santun. Pak Darman hanya menyimpan kekagumannya dalam-dalam, mengingat status sosial keluarga bu Avi jauh lebih terpandang di kampung itu. Apalagi pak Adi, suaminya merupakan guru PNS di sebuah SMP ternama di kampung itu.
"Seger banget, bu?" Goda pak Darman saat bu Avi belanja senja itu.
"Alah... Pak Darman bisa aja" sergah wanita cantik itu sembari tersipu. 
Kerlingan mata wanita itu membuang pak Darman kian penasaran. Lelaki sederhana itu tak menduga wanita cantik itu tak tersinggung, bahkan kian akrab dengannya. Segurat perasaan aneh tiba-tiba merasuki hati kedua insan itu, getar perasaan antara laki-laki dan wanita.
Semula keduanya bersikap biasa saja, hanya saja bu Iva kian sering datang ke warung itu. Wanita itu selalu ingin merasakan indahnya sanjungan lelaki meski sebenarnya terlalu sederhana untuknya. Kesibukan suaminya mengajar dan memberi les privat membuatnya begitu dahaga akan sanjungan.
Tak berapa lama kedua insan itu kian akrab, layaknya sepasang remaja yang saling jatuh hati. Pak Darman tak segan menemui wanita itu untuk sekedar ngobrol ringan setiap kali bertemu di jalan atau di pasar. Setiap kali belanja, bu Iva bahkan tak jarang menyempatkan ngobrol berlama-lama di beranda rumah pak Darman.   
Wanita itu merasa begitu tersanjung setiap kali dekat pak Darman. Pujian dan keakraban dengan pak Darman membuatnya terbuai dan ingin selalu dekat, meski status sosial keduanya berbeda. Pak Darmanpun semakin tahu betapa getar terlarang di hatinya tak bertepuk sebelah tangan.
Suatu senja, saat istri dan anak-anaknya pergi, bu Iva datang berbelanja. Seperti biasa bu Iva langsung masuk ke dalam warung hingga keduanya dapat menikmati kebersamaan. Di sela-sela obrolan pak Darman mencoba memegangi tangan wanita itu dan mencium pipinya. 
Meski awalnya menyergah, tetapi bu Iva sama sekali tak menunjukkan wajah marah. Wanita itu bahkan menurut saja saat lelaki itu menariknya ke kamar depan. Meski penuh keraguan, bu Iva tak mampu menolak ajakan bercinta. Kesibukan pak Adi membuat wanita itu begitu dahaga akan belaian lelaki. Hubungan intim itu menjadi pernyataan dimulainya hubungan terlarang kedua insan yang masing-masing telah berkeluarga itu.
Hari berganti, dan bu Iva semakin sering bertandang ke warung pak Darman. Berbeda dari sebelumnya, bu Iva selalu datang hanya dengan memakai daster tanpa celana dalam. Pagi, siang, atau malam, saat warung sedang sepi, wanita itu datang untuk meluapkan hasrat.
Berbagai posisi bercinta mereka lakukan sesuai kesempatan yang mereka punya. Kadang mereka saling memberi oral sex, bercinta sambil berdiri, duduk di kursi, dan sesekali di kamar depan. Pak Darman benar-benar membuat wanita yang haus perhatian dan sex itu terbuai.
Wanita itu merasa benar-benar telah jatuh hati pada pria beristri itu, meski sendiri sudah bersuami. Meski demikian, dia tak mungkin meninggalkan suami dan kedua anaknya. Cinta terlarang sudah cukup buatnya untuk meluapkan dahaga batin yang selama ini menderanya.
Seringnya bu Iva di warung pak Darman sempat menimbulkan kasak-kusuk di kalangan tetangga. Istri pak Darman bahkan beberapa kali marah-marah karena sempat memergoki kedua insan itu bercinta di kamar depan. Meski demikian, penampilan bu Iva yang santun membuat banyak orang, termasuk pak Adi, sang suami tak percaya bu Iva menjalin hubungan dengan lelaki seperti pak Darman. Mereka hanya menduga istri pak Darman terlalu cemburu pada wanita itu.
Hubungan yang tak mengenakkan dengan istri pak Darman membuat kedua insan tidak begitu saja mengakhiri kisah indahnya. Sesekali mereka janjian bertemu di suatu tempat untuk meluapkan hasrat. Jam mengajar bu Iva yang hanya sampai jam 10 pagi, dan waktu kulakan sering mereka jadikan kesempatan memadu kasih.  
Bulan berganti dan bu Iva hamil ketiga juga tak menyurutkan hasrat keduanya. Hasrat bu Iva bahkan kian menggebu-gebu. Kali ini bahkan wanita itulah yang sering memaksa pak Darman memenuhi hasratnya.
Pak Adi begitu sayang pada istrinya. Lelaki itu begitu rajin mengantar sang istri periksa bahkan menunggui kelahirannya. Sepasang bayi kembar yang terlahir dari rahim bu Iva menjadi kejutan luar biasa bagi keluarganya. Mereka berburu nama terindah untuk kedua bayi yang baru saja menyemarakkan rumah mungil itu.
Hanya saja, kebahagiaan itu tidak lengkap bagi bu Iva. Wanita itu kecewa karena pak Darman sama sekali tidak menunjukkan perhatiannya. Padahal anak kedua anak kembar itu sebenarnya buah cintanya dengan lelaki itu.
Karena tak tahan memendam perasaan, saat masih terbaring lemah, bu Iva menulis surat pada pak Darman. Wanita itu mengungkapkan harapannya pak Darman mengakui kedua anak itu sebagai buah cinta mereka, meski mereka harus menjalani kisah cinta terlarang itu sembunyi-sembunyi. Bu Iva terlanjur mencintai lelaki itu, dan berharap kisah terlarang itu terus berlanjut.
Sayangnya, surat itu jatuh ke tangan istri pak Darman, sebelumm lelaki itu membacanya. Dengan hati kesal, istri pak Darman menyerahkan surat itu ke RT setempat untuk diselesaikan.
Pak Adi tak berpikir apa-apa saat menghadiri undangan pak RT. Lelaki itu tiba-tiba lemas dan tak mampu berbuat apa-apa saat pak RT menyodorinya surat yang ditulis istrinya untuk pak Darman. Rasa kecewa, sedih dan amarah bercampur-aduk dalam jiwanya, tetapi mampu diredamnya sendiri.
Lelaki itupun menceraikan istrinya, dan meminta hak asuh kedua anak mereka terdahulu jatuh ke tangannya. Bu Iva tak dapat berbuat apa-apa, dan hanya mampu menerima kenyataan pahit itu dengan penuh duka.