Minggu, 04 Mei 2014

ISTRIKU: LUGU TAPI HOBBY NGESEK

Saat memutuskan menikah, Tutik, istriku bilang tak bisa membayangkan akan tidur sekamar dengan laki-laki. Dia bilang tak pernah memikirkan sex, bahkan mendengar orang bicara hal-hal berbau seksual saja dia sudah ngeri dan menghindar. 
Seperti saat pertama berjumpa 7 tahun yang lalu, wanita itu memang terlihat lugu, agamis, bahkan boleh dibilang konservatif. Dia tampak enggan dekat dengan laki-laki, meski pernah hampir 5 tahun pacaran dengan Zaenal. Dia juga selalu bilang kalau hubungannya dengan lelaki itu tak lebih dari sekedar teman biasa, seakan tak ada yang istimewa. Intinya, dia ingin menegaskan kalau gaya pacarannya tidak seperti orang kebanyakan.
Sejak awal aku tahu sebenarnya dia ingin menikah dengan Zaenal, adik kelasnya dari Fakultas Peternakan. Aku juga tahu Tutik masih mencintai Zaenal, dan bagiku bukan masalah. Aku bahkan tak akan menyoal andai saja dia pernah berhubungan intim dengan lelaki itu. 
Aku tak mempertanyakan apapun tentangnya, meski beberapa ceritanya kadang tak masuk akal. Bagaimana mungkin, pacaran begitu lama tak pernah melakukan apa-apa? Aku bisa membayangkan kedekatan batin istriku dengan mantan pacarnya, sebab sekian tahun sejak lulus kuliah mereka tak henti berjuang merebut restu restu orang tua istriku. Dia sendiri mengakui, kalau mereka sepakat tak ada kata berpisah. Artinya cinta mereka jalan terus, meski tak lagi bersama. 
---***---
Saat akad nikah denganku di usianya yang ke 27, dia memang terlihat kikuk. Begitu juga saat resepsi pernikahan, dia terlihat mematung seakan malu-malu, tapi saat pertama kali kami masuk kamar denganku, dan aku mencium pipi kirinya, sikapnya tampak biasa-biasa saja. 
Dari berbagai sumber yang aku baca, aku jadi tahu, ciuman adalah hal biasa baginya. Dia sudah terbiasa melakukannya sebelum denganku, dan diapun mengakuinya. Dia cuma menegaskan kalau dia tak pernah melakukan lebih jauh yang menjurus pada urusan seks. Aku sih tak percaya, tapi aku tak mau mempersoalkannya.
Saat malam tiba dan kami tidur bersama, dia hanya tersipu saat kuraba tubuhnya, kubuka kancing bajunya, dan menurut saja saat kulepas Bra penutup dadanya. Kami saling bicara sembari meraba-raba tubuhnya. 
Tanpa kuduga, beberapa saat kemudia jemarinya meraih kemaluanku, mengelus dan memilin-milinnya. Terus terang aku suka dia melakukannya, meski dalam hati aku tertawa. "Katanya nggak pernah mikir soal seks, tapi kenapa tak segan melakukannya?"
Aku menikmatinya, dan diapun menurut saat kulepaskan seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya. Aku terhenyak saat membuka celana dalamnya. Bulu vaginanya yang lebat ternyata sudah basah kuyup oleh cairan licin yang mengalir deras dari liang vaginanya. 
Sambil bercanda dan bicara, perlahan jemariku menjurus ke gundukan mungil berbalut bulu lebat yang dia bilang belum pernah mencukurnya. Dia langsung bangkit dari tiduran saat aku mengambil alat cukur di meja. "Mas, kayaknya aku mau mens ini", ucapnya.
"Hah?" Tanyaku keheranan.
"Maaf, ya? Aku nggak tahu tiba-tiba mens. Soalnya sudah telat" Kilahnya.
Dengan tenang, aku kembali rebahkan tubuhku di atas peraduan, dan membiarkannya ke kamar mandi untuk memasang pembalut wanita. Aku mencoba memejamkan mata, merasakan lelahnya resepsi pernikahan. Tanpa sadar rasa kantuk begitu hebat mendera, membawaku terlena ke alam mimpi.
Aku kembali terperanjat saat tiba tiba kain sarungku terasa disingkap. Dengan wajah tersenyum istriku melepas kain penutup bagian bawah tubuhku itu. "Sementara gini aja, ya?" katanya sembari mengelus-elus kemaluanku, lalu mengulumnya dengan lembut, hingga rasa nikmat menjalar ke sekujur tubuhku.
Saat hasratku serasa mendidih, dia rebahkan tubuhnya di sisi tubuhku, lalu memintaku menindihnya. Kedua pahanya yang ramping menjepit kemaluanku, dan membuatku bergerak seakan bersetubuh dengannya. Beberapa saat kemudian, "ah..." Spermaku memancar di sela pahanya, sembari kudekap erat tubuhnya.
Tangannya tak henti membelaiku sambil tersenyum. Senyumnya kian lebar saat aku usai melakukannya. "Sabar ya, mas" bisiknya. "Untuk sementara gini aja, ya?" sambungnya lirih.
Wajah lugunya membuat dia seakan  tak tahu apa-apa soal seks, tapi yang dia lakukan malam ini membuatku tahu dia pernah melakukannya. Aku tak menyoal, bahkan aku menikmatinya. Terima kasih istriku...