Kamis, 19 September 2013

KUBIARKAN ISTRIKU DEKAT DENGAN MANTAN PACARNYA

K (43th) baru saja mengantarkan istrinya, T (40 th) reuni kampus. Setelah menurunkan istrinya di halaman depan balairung, K langsung keluar kampus. Dengan santai lelaki itu membawa anak-anaknya pergi ke taman rekreasi.
K tahu, di kampus itu sudah menunggu Zaenal, mantan kekasih istrinya. K tahu mereka memang berjanji bertemu di sana dengan memanfaatkan momen reuni kampus. K juga tahu sebelumnya mereka biasa saling telepon, SMS, saling kirim email dan chating via internet. K juga tahu beberapa kali mereka bertemu di rumah teman, rumah makan dan beberapa tempat yang mereka rahasiakan. lelaki itu sama sekali tak menyoak hal itu. 
Sikap heran justeru disampaikan oleh sahabatnya yang kebetulan tahu hal itu, hingga suatu saat dia bertanya, "Apakah kamu tidak cemburu?" 
"Kenapa harus cemburu?" K justeru balik bertanya.
"Kamu tak kuatir mereka ada apa-apa?" Sahabatnya balik bertanya lagi.
"Maksudnya?" Tanya K berlagak tak tahu.
"Ada hubungan khusus, atau minimal masih ada rasa?" Jawab sahabatnya dengan nada bertanya.
"Mereka memang begitu" Jawab K santai.
"Kamu tidak keberatan?" Tanya sahabatnya bingung.
"Kenapa harus keberatan?" K lagi-lagi balik bertanya. Sahabatnya hanya diam, bingung dengan sikap K. 
"Apa aku harus kuatir kehilangan istriku?" Tanya K, tetapi sahabatnya hanya diam.
"Tidak. Aku sama sekali tak kuatir kehilangan istriku" K menjawab sendiri pertanyaannya.
"Aku sudah menikah sekian lama. Kalau dia mau ikut dia, silakan saja" Lanjut K.
"Mungkin tidak sejauh itu, tapi bagaimana kalau dia mendua hati?" tanya sahabatnya lagi.
"Istriku memang mendua hati" Jawab K santai.
"Mereka masih saling mencintai" Sambung K, yang membuat sahabatnya terbengong.
"Begini. Mereka memang punya komitmen untuk tak ada kata putus. Artinya mereka memang masih sebagai kekasih sampai kapanpun" jelas K. Sahabatnya tak menanggapi, tetapi segudang tanya masih tampak jelas tergurat di wajahnya.
"Rasa cinta adalah soal hati. Siapa yang bisa mengubah hati seseorang? Mungkin dia mau menjaga jarak dari lelaki itu, tetapi siapa bisa menjamin dia tak mencintainya" sambung K tenang.
"Kalau harus ada yang dipersalahkan, maka orang itu adalah aku sendiri. Terus terang aku kecewa dengan kenyataan ini, dan seharusnya aku tak menikah dengannya, tetapi kau tahu, sepertinya jodoh itu memang takdir" Sambung K terlihat mulai muram. Sejenak lelaki itu mengambil nafas dalam-dalam.
"Aku bisa saja bercerai darinya, tetapi setelah kupikir-pikir, itu berarti hanya demi egoku sendiri. Menuruti ego hanya akan berarti mengorbankan anak-anak" Lanjut K dengan nada lebih tegar, tetapi sahabatnya hanya diam seakan menunggunya terus bicara.
"Mau tak mau aku harus terima kenyataan ini, sebab menikahi dia adalah kesalahanku sendiri. Bukan salah dia" Lanjut K dengan nada melemah. Sejenak kedua sahabat itu hanya terdiam dengan perasaan masing-masing.
"Kamu pasti menderita dengan sikap istrimu" Tiba-tiba sahabatnya kembali bicara.
"Awalnya iya. Bagaimanapun ini bukan pernikahan yang aku harapkan, tapi seiring waktu aku menempatkan diriku agar aku nyaman dan menikmati pernikahan ini" Jelas K.
"Aku mencoba melihat sisi baiknya saja" sambung K lebih rileks.
"Sisi baik?" Sahut sahabatnya.
"Iya. Bagiku pernikahan hanyalah komitmen untuk menjalani hidup apa adanya. Mungkin ini hanya pembenar kegagalan saja karena kenyataan yang aku hadapi jauh dari sempurna. Ha, ha, ha...."  Jelas K tergelak sendiri.
"Em.... Maksudku pernikahan tak selalu berarti ikatan cinta. Setidaknya yang aku alami, pernikahan hanya ikatan hukum dan ikatan moral, apalagi setelah lahirnya anak-anakku" Lanjut K lagi.
"Terus sisi baiknya apa?" Tanya sahabatnya lagi.
"Oh... Itu? Pertama, hubungan istriku dan mantannya itu membuat istriku kelihatan bahagia. Itu penting. Kalau dia tak bahagia, payah. Terutama dampaknya pada anak-anak"
"Bahagia karena kehadiran orang lain?" Sahut sahabatnya.
"Karena apapun. Bagiku saat ini apa bedanya? Aku tak bisa memberikan kebahagiaan itu. Kalau ternyata Zaenal yang bisa bikin dia bahagia, kenapa tidak?" Jelas K.
"Lagi pula, sejak kembali dekat dengan Zaenal, istriku lebih hangat di ranjang" Sambung K lagi.
"Berarti kamu hanya jadi pelampiasan?" sahut sahabatnya balik mempertanyakan.
"Mungkin, tapi aku tak peduli. Yang penting dia makin hangat. Bagaimanapun aku bercinta dengan istriku, dan itulah adanya" Jelas K.
"O iya. dia juga jadi lebih perhatian padaku dan keluarga. Dia lebih mengerti aku. Bahkan hampir-hampir tak pernah marah padaku. Ha, ha, ha...." Lanjut K sambil tergelak.
"Mungkin karena ada rasa bersalah atau apa, aku tak peduli. Tapi kurasa itu positif"  lanjut K santai.
"Aku benar-benar nggak habis mengerti..." Sahut sahabatnya bingung.
"Setiap penikahan punya masalah dan jalannya sendiri, kan?" jelas K.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini?" Tanya sahabatnya.
"Ha, ha, ha... " K tergelak mendengar pertanyaan sahabatnya.
"Umurku sudah di atas 40. Anak-anakku sudah hampir gede. Aku nggak mungkin menghindar dari kenyataan ini. Satu-satunya cara hanya bagaimana menikmati kehidupan ini. Ha, ha, ha..." jelas K sambil kembali tergelak. Sahabatnya hanya geleng-geleng kepala.
"Caranya bahagia gimana? Itu namanya menerima nasib?" Tanya sahabatnya mempertanyakan.
"Hei kawan. Hidup ini luas dan memberi kita banyak kesempatan. Di luar sana banyak perempuan cantik. Aku cuma berharap suatu saat bisa saling jatuh cinta dengan seseorang, dan kuharap istriku tidak keberatan" Sahut K mantap.
"Apa? Jadi kamu mau balas dendam?" Tanya sahabatnya serius.
"Aku berusaha tidak balas dendam. Tidak ada dalam kamus hidupku" Jawab K datar.
"Tapi kenapa kamu mau selingkuh?" Tanya sahabatnya.
"Hei... Aku tak sebut istriku selingkuh, kawan. Aku hanya melihat betapa cinta itu indah" Jawab K berkelit.
"Aku nggak cemburu pada istriku. Aku justeru kagum betapa indahnya cinta mereka, hingga terjaga begitu baik sampai saat ini. Sayang memang, cinta itu bukan antara aku dan dia, tapi itulah suratan pernikahanku" jelas K meyakinkan.
"Aku cuma ingin merasakan perasaan seperti itu, meski itu bukan pada istriku, meski bukan antara aku dan istriku" Lanjut K lagi.
"Aku ingin sekali merasakan jatuh cinta dan menjaga perasaan seperti itu. Aku yakin suatu saat akan menemukannya" Lanjut K penuh harap.
"Lalu apa namanya hubungan kamu dan istrimu?" Tanya sahabatnya lagi.
"Pernikahan" Jawab K tegas.
"Pernikahan?" Guman sahabatnya keheranan.
"Pernikahan itu soal hak dan kwajiban" Jelas K lagi.
"Suami istri wajib saling menghormati, mencintai, menyayangi, melayani dan seterusnya. Wajib"  Jelas K penuh semangat.
"Wajib!" Tegas K lagi.
"Soal kesenangan, soal hati, soal bahagia, soal cinta... kami mencari sendiri-sendiri" Lanjut K lagi. Sahabatnya hanya bisa diam tanpa menimpali.