Rabu, 06 Maret 2013

TIDAK DIRESTUI ORTU KARENA DIA ANAK PERTAMA DAN AKU ANAK KETIGA

KKN merupakan momen paling menyenangkan selama kuliah. Selama KKN hubungan pertemanan di kelompok kami begitu akrab dan mengesankan. Kami begitu dekat satu sama lain bahkan hingga jauh hari ketika KKN sudah usai.
Di lokasi KKN aku termasuk peserta yang paling aktif. Aku biasa mengisi kegiatan apapun, terutama menjadi MC. Bekal pengalaman di pesantren cukup berguna selama KKN, karena kebanyakan teman-temanku tidak berani bicara di depan umum. Mungkin itu sebabnya banyak yang tertarik padaku. Banyak masyarakat sana yang berharap bisa menjadikan aku sebagai menantu. 
Apalagi kebetulan pak Lurah di desa itu juga masih bujangan, sehingga aku yang menjadi sasaran olok-olok. Sebagian teman laki-lakiku kelihatannya suka padaku, sikapku saat itu masih tertutup. Lagi pula tidak ada yang berani terang-terangan menyatakan suka padaku, sehingga semua berlalu begitu saja. 
Selama KKN ada salah satu temanku yang sering bareng denganku di beberapa acara, namanya Zaenal. Dia sebenarnya adik kelasku, tetapi ikut KKN bersama angkatanku. Setiap kali aku menjadi pembawa acara, dia biasanya yang menjadi pembicara atau memberi kata sambutan, sebab dia merupakan sedikit di antara teman-teman yang berani bicara di depan umum. 
Aku tidak berfikir apa-apa karena dia adik kelasku. Lagi pula dia juga sudah punya pacar anak Sumatra. Meski begitu dia memang sedikit berbeda dari teman laki-laki kebanyakan, yang kelihatan kurang agamis. Aku menyebutnya orang umum. Sedangkan Zaenal kelihatan lebih paham agama, karena lama tinggal di pesantren bahkan hingga akhir kuliah. Itu sebabnya beberapa teman perempuanku, terutama Mahil, begitu menyukainya, apalagi setelah Zaenal putus dari pacarnya.
Aku sebenarnya bersikap biasa saja ketika tahu dia menyukaiku, tetapi entah kenapa akhirnya aku merasa cocok dengannya. Aku merasa nyaman bila bicara dengannya. Dari segi latar belakang keluarga dan agamanya, dia satu-satunya temanku yang aku rasa sepadan (kufu) denganku. Hingga beberapa waktu sesudah kuliah, tidak ada komitmen apa-apa antara aku dan dia, tetapi jujur kuakui, aku merasa nyaman bersamanya, berbicara atau jalan bersama teman-teman ke sana ke mari.
Ketika orang tuaku menanyakan lelaki mana yang jadi pilihanku, spontan aku menunjuk dia. Aku sangat shock ketika orang tuaku ternyata tidak menyetujui. Alasan mereka sangat tidak masuk akal. Mereka menolak pilihanku hanya karena aku anak ketiga dan dia anak pertama. 
Berbagai dalil dan argumen kuberikan, tetapi orang tuaku tetap tidak bergeming. Aku mencoba bertahan beberapa lama, mencari dukungan sanak saudara, minta dukungan tokoh-tokoh agama, bahkan tokoh spiritual (dukun), tetapi orang tuaku benar-benar tak berubah sikap. Emosi ayah bahkan spontan meledak-ledak setiap kali kami membicarakan masalah itu.