Rabu, 06 Maret 2013

HUKUM KARMA KARENA SEX PRANIKAH

Sebelum menikah aku pernah dekat dengan seorang cewek hitam manis berwajah lembut, namanya sebut saja Ida. Dia gadis satu daerah denganku, dan kebetulan dia anak orang terpandang di daerahku.
Sejak pertama bertemu aku suka padanya, tapi aku tak berani mengatakannya.Baru setahun berikutnya aku berani dekat dengannya, tapi sayangnya saat itu dia sudah punya pacar. Dalam hati aku kecewa sekali, tapi aku sembunyikan dalam-dalam perasaanku padanya. Aku sudah senang bisa dekat dengannya, dan berharap masih ada gadis semanis dia di dunia ini untukku.
Aku senang dia menerima kehadiranku meski hanya sebatas teman. Aku senang tahu banyak hal tentang dia, terutama hubungannya yang tak direstui orang tua. Aku turut sedih saat dia cerita ternyata cowoknya sudah punya cewek lain.
Kisah sedihnya itulah yang membuatku kian dekat dengannya, hingga suatu saat kami jalan bersama nonton teater di sebuah kampus swasta. Di situlah aku merasakan getaran batin yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Keluar dari gedung teater tengah malam membuat aku tak mungkin antarkan dia pulang ke kost. Aku tak tahu harus membawanya ke mana. Pengennya sih, aku menghabiska malam itu bersamanya entah di alun-alun atau mana saja di tempat sepi. Terus terang aku ingin sekali menciumnya.
Tanpa kuduga, ternyata dia mengajakku ke Kaliurang, padahal selama setahun di Jogja belum sekalipun aku ke sana. Di tengah perjalanan dia bilang takut karena jalanan malam itu terasa sangat gelap. Diapun mengajakku ke Parangtritis, tempat ternama yang ironisnya aku juga belum pernah ke sana.
Kamipun meluncur ke sana, di tengah rintik hujan dan jalanan yang gelap. Aku merasa bahagia karena membayangkan akan menciumnya di sana. Setelah perjalanan jauh dia mengajakku belok ke kanan, ke jalan tanah yang sepi. Rupanya itu pantai parang kusumo.
Di sana aku mulai membayangkan akan duduk di tempat gelap di pantai, dan menikmati sentuhan semalaman. Setelah beberapa langkah menapaki pantai, dia kembali bilang takut dan mengajakku ngamar. Ngamar! Istilah yang baru sekali itu aku dengar.
Dengan girang aku menuruti permintaannya. Di barisan rumah sebelah timur paling ujung kami menginap. Kami diberi kamar depan sebelah kanan. Di tempat itu aku  menikmati semua yang melampaui bayanganku semula. Aku melepas hampir seluruh pakaiannya kecuali celana dalam korset yang susah dilepas. Aku mencium dan menikmati sekujur tubuhnya.
Aku hanya tak berani membuka celana dalamnya. Entahlah, aku takut melakukannya. Aku hanya menyusupkan jariku di balik celana dalamnya, dan memasukkan ujung jariku di vaginanya yang licin nan basah. Karena tak juga puas, aku jepitkan penisku di sela pahanya hingga spermaku memancar deras dan membuat tubuhku lemas.
Selepas malam itu aku terus penasaran padanya. Berhari-hari aku bergumul dengannya, tapi serasa belum cukup. Aku ingin sekali merasakan bersetubuh dengannya.
Di malam tahun baru kami kembali keluar berdua. Kami jalan keliling kota, tapi aku merasa tak nyaman di sana. Aku senang sekali saat dia mengajakku ke Samas. Ya, di pantai itulah pertama kalinya aku menikmati indahnya bercinta hingga tiga kali dalam semalam. Aku puas sekali merasakannya.
Hari-hari berikutnya aku semakin tak bisa hidup tanpanya. Beberapa malam berikutnya kami kembali bercinta dengan menginap di Kaliurang dua kali masing-masing Ml dua kali, di rumah bu De empat kali, dan parang tritis satu kali, lalu di penginapan dekat rumah dua kali. Aku benar-benar terbuai olehnya.
Aku ingin selama hidupku bersamanya, tapi dia bilang tak bisa melakukannya. Dia bilang aku bukan yang pertama menyetubuhinya. Dia hanya akan menikah dengan kekasihnya.
Akupun merelakannya. Aku dan dia tak rugi apa-apa. Aku cuma berharap menikah dengan cewek yang masih perawan, sebab aku ingin sekali merasakan seperti apa rasanya keperawanan.
Pilihanku jatuh pada seorang wanita yang ternyata mengalami masalah yang sama. Wanita pilihanku ternyata juga sudah punya kekasih tetapi tak disetujui oleh orang tuanya. Aku jalani saja, karena aku pikir dia sepertinya masih perawan. Ternyata aku salah. Wanita yang jadi istriku ternyata sama. Dia bahkan terlalu mencintai kekasihnya, hingga layanannya padaku jauh berbeda dari cewekku sebelumnya.
Aku bukan saja sangat kecewa, tetapi tidak puas dengan kehidupan seksualku bersamanya. Hatinya yang mendua membuat pernikahan kujalani tanpa rasa bahagia. Aku sempat marah dan kecewa, tapi kupikir-pikir mungkin ini sebuah karma, dan aku harus menerimanya.