Senin, 08 Juli 2013

TAK PUAS SAMA ISTRI AKIBAT SEKS PRANIKAH - 3

Pulang dari penginapan di Samas itu, hubunganku dengan dik Ida kian hangat. Perasaan lega, bahagia, penasaran dan rasa berdosa bercampur jadi satu. Pengalaman bercinta dengan dik Ida membuatku merasa campur aduk. Di satu sisi aku merasa harus bertanggung jawab menikahinya, tetapi di sisi lain ras kuatir tak bisa memuaskan istri kian menghantui.  
Pengakuan di Ida yang tak puas, membuatku minder padanya. Aku merasakan bahwa memuaskan wanita di ranjang ternyata bukan hal mudah. Meski semulai aku tak peduli dengan pengalamannya ML dengan sang pacar, tapi aku mulai terbayang-bayangi oleh keberadaan orang lain dalam hidupnya. 
Meski tak pernah mau mengakui seberapa puas ML yang dia lakukan dengan pacarnya, tapi sepertinya aku tak lebih hebat dari lelaki itu. Sekalipun dia bilang bahagia bersamaku, tapi aku tak yakin dia bisa lepas dari bayang-bayang lelaki itu. Apalagi berulang kali dia menegaskan tak akan lepas hubungan dengan laki-laki itu karena sudah seperti saudara.
Sikapnya membuat aku mulai ragu. Sepertinya aku tak akan menikahi wanita itu, karena lelaki itu akan terus membayangi hidupku. Aku merasa hanya akan jadi pelarian dari masalahnya yang gagal menikah dengan lelaki yang sudah menikmati tubuhnya.
Meski terus terang terbebani oleh pengalaman dia dengan sang pacar, aku sangat nyaman bersama gadis itu. Selain sabar, penuh pengertian dan perhatian, dia memanjakanku dengan seks. Dia melayaniku kapanpun dan dimanapun aku menginginkannya. Aku benar-benar membuatku kian membutuhkannya. Aku selalu ingin bercinta dan bercinta lagi dengannya. Entah karena dia tahu perasaanku atau karena membutuhkan ML, diapun selalu dekat denganku bahkan beberapa kali kembali membawaku jatuh dalam percintaan yang hangat, di penginapan, di rumah dan di manapun ada kesempatan.
Aku bahkan selalu kuwalahan melayani hasratnya. Dia sangat sabar membimbingku bercinta dengan hampir semua gaya yang dia minta. Aku dapat merasakan indahnya wanita orgasme saat bercinta denganku, meski itu karena dia yang berusaha sendiri dengan masturbasi saat bercinta. Saat dia di atas tubuhku, dia memintaku menggerakkan penisku keluar masuk vaginanya, dan meminta tanganku meraba-raba tubuhnya, sementyara jarinya dik Ida mengusik kemaluannya sendiri. Beberapa saat kemudian, tubuhnya menghentak-hentak di atas tubuhnya. Saat orgasme, tubuhnya menghentak-hentak seperti saat aku ejakulasi.
Hingga ML terakhir aku belum pernah dapat memberikan kepuasan seksual yang seperti dia harapkan. Dia sangat suka mengocok-kocokkan penisku ke dalam vaginanya dalam waktu yang lama, hingga keluar suara seperti yang aku dengar di Samas dulu. Dia pasti mengerang-erang sambil memanggil-manggil namaku bila aku melakukannya, tetapi beberapa kali gerakan saja biasanya aku selalu tak mampu mengendalikan ejakulasiku.
Hanya sekali dia ejakulasi tanpa masturbasi, yaitu saat terakhir kali kami bercinta di sebuah penginapan di kota tetangga daerahku. Saat penisku terjepit di vaginanya, dengan posisi duduk dia menggerakkan tubuhnya maju-mundur di atas tubuhku beberapa lama, lalu tiba-tiba memelukku sambil terhentak-hentak vaginanya. "Mas... Aku puas... Aku puas... Mas..." Perkiknya lirih, yang selalu terngiang di telingaku hingga kini.
Karena aku tak juga dapat memberinya kepastian, akhirnya gadis itu meninggalkan aku. Dengan penuh kasih sayang dia bilang "Sebenarnya aku lebih mengharap pada kamu, tapi aku tahu diri. Aku sadar kamu pasti sulit menerima kekuranganku. Sekalipun kamu mau menerimaku, aku tak yakin suatu hari itu akan jadi masalah buat kamu. Itu sebabnya, Aku memilih menikah dengan pacarku sebagai pilihan paling realistis buatku"
Aku tak berkata apa-apa, karena bingung tak tahu harus bilang apa. Yang jelas aku merasa sangat sedih harus kehilangan dia untuk selamanya. Kemarin-kemarin aku merasa pikir-pikir untuk menikahinya, tapi saat dia memutuskan menikah dengan pacarnya, aku benar-benar merasa kehilangan yang teramat sangat. Gadis itu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupku. Ingin rasanya membawanya kembali, tetapi itu mustahil.
Aku benar-benar terguncang oleh keputusannya. Apalagi saat hasrat bercinta sedang menggebu, aku hanya memikirkan dia, dan hanya dik Ida. Aku begitu menderita dan mulai berfikir untuk mencari gadis lain sebagai istriku. Aku berfikir setiap wanita sama, tapi aku tak ingin memilih wanita seperti dia karena kuatir tak dapat memuaskannya.
Satu hal yang pasti, setelah semua yang kualami bersamanya, aku tak lagi peduli dengan cinta. Aku juga mulai tak peduli dengan masa lalu seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku. Soal wanita, aku hanya berfikir, aku butuh wanita untuk bercinta, dan itu bisa siapa saja.