Hasrat ini muncul lagi dan lagi, bikin
perasaanku nggak tenang, suntuk seharian. Kenapa juga sih adik kecil ini nggak
juga bobok? Padahal ada banyak kerjaan hari ini. Ayo dong adik kecil... bobok
ya? Papa lagi banyak kerjaan, nih. Aduh... kok tambah menjadi-jadi, deh.Stop...
stop... stop, ya. Kalau nakal terus, ntar diplester lagi sama papa. Jam tiga
nanti papa mau presentasi, masa harus bicara dari belakang meja aja, kan nggak
lucu?
Kadang aku benci dengan diriku sendiri,
terutama untuk urusan yang satu ini. Tanpa diminta hasrat ini selalu saja
datang dan datang lagi. Aku sudah banyak-banyakin rokok biar hasrat itu mereda,
bila perlu biar impoten. Kantong sudah penuh kapur barus yang katanya bisa
bikin adik nggak bangun-bangun, tapi nyatanya selalu saja dorongan itu datang
tanpa diminta.
Ngomong sama istri juga percuma. Kami
terlanjur bikin kesepakatan mengenai jatah mingguan. Kebetulan saja jatah
minggu ini sudah habis. Aku bahkan tidak sempat memanfaatkannya. Aku biasa
kehilangan mood dengan sistem seksual semacam ini, tapi apa boleh buat? Maksain
sedikit bonus hanya bikin runyam suasana rumah saja.
Rasanya pengen sekali selingkuh dengan
teman kantor, pegawai, mahasiswa atau mantan pacar, tapi selalu urung
kulakukan. Entahlah, selalu saja ada rasa enggan melakukannya, meski sebenarnya
mudah saja kualkukan.
Seks selalu menjadi keinginan yang sangat mengganggu. Aku selalu
haus seks, aku selalu menginginkannya, tapi tak selalu ada. Punya istri seperti
punya pacar saja. Selalu kepingin mesra-mesraan, tapi tak selalu dapat
kesempatan. Istriku begitu lelah setelah seharian tak henti bekerja.
Dia begitu bersemangat dengan tokonya, dengan sekolahan dengan
semua hal yang ada di sini. Dia sama sekali tak mengerti kebutuhanku, selain
sesekali mau melayani. Hubungan seks dengan istri semakin tidak menyenangkan.
Semakin hilang gairah. Dia juga sama sekali tak peduli soal satu ini, jauh
lebih parah dibanding saat-saat pertama aku masih bisa memaksanya dengan segala
cara.
Aku tidak puas, sungguh tidak puas dengan keadaan ini, tapi harus
selalu berbohong kalau aku puas. Aku juga tak mau memaksakannya. Lagi pula seks
secara paksa sering kali sangat mengecewakan. Lebih baik swalayan saja, sambil
berhayal ke langit yang tinggi sekali. Kadang terpikir olehku untuk tidak
melakukannya lagi dengannya.
Beberapa kali aku menghindari hubungan seks, bahkan berhari-hari
tanpa seks, tapi dia seperti tak merasa lain, tak peduli. Dia dan aku memang
berbeda untuk urusan yang satu ini. Bagiku seks adalah kebutuhan dan
kesenangan, tapi baginya hanya kwajiban, atau lebih jauh sedikit, tanda
kerinduan. Masih untunglah ada yang merindukan.