Rabu, 03 Desember 2008

ROMANTIKA CINTAKU

Tidak terasa sembilan tahun sudah kisah kasih ini bertaut. Ini waktu yang cukup panjang untuk saling memahami, saling berbagi, dan bahkan terlalu lama untuk disebut memulai. Dia adalah cintaku pada pandangan pertama, meski pada akhirnya bukan kisah kasih yang pertama.
Aku benar-benar terpesona sejak pandangan pertama. Waktu itu di sebuah acara organisasi aku tergetar oleh bening matanya seorang pendamping MC (pembawa acara). Tiada tegur tiada sapa, tapi bayang-bayang dirinya selalu menghantuiku setiap saat. Hanya saja, saat itu aku masih pemalu berat, diapun begitu, dan akhirnya rasa itu serasa hanya berlalu dan berlalu hingga dia jauh meninggalkanku untuk kuliah di kota lain.
Hingga tujuh tahun berlalu, perasaan itu terkubur sangat dalam di hati. Tahun demi tahu berlalu, berjuta kisah lain telah aku lalui, begitu pula dengan dia. Saat aku sudah tidak berfikir lagi tentangnya, bahkan aku sudah lupa wajahnya, tiba-tiba dia datang lagi dengan sebuah harapan.
Semula aku memandangnya sebagai sebuah keanehan, tapi aku tak mau sia-siakan mimpin yang terlalu lama tersembunyi. Gayung bersambut, dan tanpa pacaran dan ini itu, kamipun langsung menuju ke pelaminan.
Setelah pernikahan, ternyata ada terlalu banyak hal yang tidak sejalan di antara kami. Dia bukan gadis yang dulu kupuja dalam hati, dan aku rasa diapun memandang aku begitu. Kami sungguh berbeda dalam segalanya.
Di mataku dia begitu angkuh dan selalu memandang rendah diriku. Dia memandangku seolah terlalu beruntung telah mendapatkannya, dan karenanya aku mesti siap menjadi pelaksana semua perintahnya. Di tengah masa jayaku di saat muda, di saat banyak gadis lain memuji dan mendambaku, dia yang kupilih sebagai istri justeru memandangku tanpa makna.
Aku sungguh menyesali pilihanku saat itu. Bahkan hingga beberapa tahun berjalan. Aku bahkan sempat berfikir untuk mengakhiri kisah ini, tapi tidak mungkin. Nama baik keluarga dan terutama si Lucu tak mungkin aku korbankan demi egoku. Pada akhirnya tinggal daya tahan mental saja menjalani jalinan asmara yang menyedihkan. Perasaan tertekan dan tertekan memenuhi hari-hari dan setiap detik dalam hidupku.
Ternyata pernikahan bener-bener tidak cukup hanya dengan mengandalkan adanya laki-laki dan perempuan, tidak hanya soal kesediaan masing-masing untuk menjalani, tapi juga perlu kecocokan. Sedangkan kami bener-bener pasangan yang sebenarnya sangat tidak cocok. Apapun yang aku katakan pasti ditentang, paling tidak diremehkan. Dia tidak peduli dengan keinginanku, masalahku, apalagi cuma ideku.
Apalagi dalam hal seksualitas, dia sangat-sangat mengecewakan. Beberapa kali aku pernah dekat dengan beberapa wanita sebelum menikah. Aku tahu reaksi anita yang hampir selalu sama, tapi ternyata sungguh berbeda yang kudapati dari pasangan abadiku.
Praktis tahun demi tahun berlalu dengan penuh perasaan tertekan. Aku merasa tidak dicintai oleh seorang yang seharusnya paling mencintaiku. Aku bahkan merasa dianggap beban baginya. Hambar, jemu, muak dan penuh kemarahan, itulah kata yang pas untuk menggambarkan hidup dan jalan perasaanku saat itu.
Tapi rupanya memang better late than never, pada akhirnya perubahan itu datang juga. Tahun demi tahun berlalu, rupanya diapun berubah sikap. Aku mulai memahami mengapa sikapnya begitu, dan diapun mulai memahami aku dan kebutuhanku. Di saat sejawatku mulai jemu dengan jalinan asmaranya, kami justeru tengah menghangat jauh melebihi pengantin baru.