Tidak Harmonis. Hubunganku dengan istri
hari-hari ini terasa hambar, hambar sekali. Aku merasa rumah tanggaku sedang
tidak harmonis. Mungkin saja istriku merasakan hal yang sama, tapi bisa jadi
seperti biasanya dia tak mau tahu. Aku tak ingin membicarakan apa masalahnya,
karena itu percuma. Bicara dengan istriku hanya nambah masalah saja, karena dia
bukan orang yang bisa diajak bicara baik-baik. Lebih baik diam saja, dan
lakukan apa yang menurutku baik.
Seksualitas membeku. Kami praktis jarang
sekali melakukan hubungan intim. Gairahku terhadap istri praktis menghilang,
entah apa sebabnya. Aku bahkan ada perasaan tidak suka dengan istriku, padahal
aku masih tertarik melihat perempuan seksi.
Sejak dia
malas KB aku juga malas berhubungan intim. Diapun tak peduli pada perubahan
sikapku soal penurunan tuntutan seksualitasku, yang sebenarnya sudah mulai
kukurangi beberapa waktu sebelumnya. Bagiku, pada dasarnya dia memang tidak
begitu membutuhkannya. Dia hanya butuh aku sebagai penjaga rumah, penjaga
malam, yang membuatnya tak khawatir bila aku ada di rumah, dan sebaliknya,
merasa tidak nyaman bila tidak ada aku di rumah.
Hubungan
seks dengannya kian hari kian mengecewakan. Masa-masa yang lumayan seru saat
pengantin baru hanya untuk dikenang. Seks tanpa gairah, dan berakhir dengan
keluhan, yang sakitlah, yang keluar darahlah. Sangat dan sangat mengecewakan.
Istriku sangat menginginkan
punya anak perempuan, tapi aku sudah tidak ingin tambah anak lagi. Memang, aku
lebih suka punya anak laki-laki, tapi di sisi lain, aku memang merasa berat
bila harus membagi kasih sayangku pada Kaka dan Bilbil. Aku kasihan waktu Kaka
punya adik. Dengan dua anak saja selama ini mereka tak terurus secara layak,
apalagi bila harus tambah anak lagi. Makanya aku memilih menghindari berhubungan
seks yang wajar dengan istriku. Aku tidak nyaman, karena takut istriku hamil
lagi.
Istriku semakin tidak
peduli dengan keluarga. Waktu dan tenaganya habis buat ngurus lembaga. Baginya
tidak ada yang lebih penting dibanding sekolahan, toko dan segala macam
kegiatannya. Anak, aku dan rumah kalah penting dibanding semua itu. Ini membuat
aku semakin muak melihatnya. Aku tak mau terlibat, karena dia punya sifat ngêréh
kalau dituruti. Dia hanya mau memperalat aku untuk memuluskan kemauannya.
Respon pertama setiap ide dariku pasti penolakan. Kalaupun pada akhirnya dia
pakai, itu hanya dapat terjadi atas kemauannya saja. Kalau dia tidak mau, ada
beribu alasan akan dikemukakan sekedar untuk menolaknya.
Thursday, January 04, 2007