Selasa, 02 Desember 2008

CERITA BU NUR: PACARAN JAMAN SEKARANG


Bu Nur bilang terkejut melihat anak kosnya dicium sang pacar. “Anak-anak sekarang kaya gitu ya. Belum tentu jadi suami-istri, tapi sikapnya sudah kayak suami-istri. Kalau nggak jadi berarti istrinya kan dapat bekas orang. Seperti kawin sama janda  saja”, katanya.  
Mendengarnya saja, rasanya hati ini seperti tersundut api, teringat jalan nasibku yang sempat didera rasa kecewa. Aku juga dapat bekas orang. Sebelum kunikahi, istriku bertahun-tahun pacaran dengan orang lain. Kalau baru mahasiswa empat semester saja sudah begitu intimnya, bagai mana kalau seperti istriku yang pacaran empat tahun? Kalau sekedar peluk cium tentu tak perlu ditanya lagi. Selebihnya, hanya Tuhan yang tahu.
Apalagi saat kunikahi, istriku bilang tidak dalam keadaan putus cinta. Mereka masih terikat hubungan seperti sebelumnya. Aku juga tahu betapa istriku masih mencintainya. Aku juga tahu bahwa mereka masih suka berkomunikasi, atau setidaknya selalu saling mencari tahu lewat orang lain.  
Menikahi bekas pacar orang memang tidak ada bedanya dengan menikahi janda. Tak peduli siapa dan seperti apa orang itu. Yang namanya pacaran nggak mungkin lepas dari kata cinta dan percintaan, adanya ikatan batin maupun kemesraan fisik.
Aku memang bukan pria beruntung dalam urusan cinta. Jalan nasib ini seperti begitu lekat dengan kehidupanku. Aku termasuk orang yang tidak pantas menyoal itu, bahkan keperawanan sekalipun. Mungkin lalu terlalu banyak dosa yang aku buat di masa lalu yang tak pernah aku sesali. Bila kemudian aku mendapati kenyataan seperti ini, aku rasa Tuhan sudah cukup adil.
Aku toh masih dapat ganti yang sangat mengesankan, dua pria lucu yang membuat hidupku penuh arti. Aku bersyukur dengan anugerah terindah ini.
Aku juga tak boleh membuat istriku menyesalinya. Dia sudah sangat sedih harus menikah denganku, bukan dengan orang yang benar-benar dia dambakan. Cukup aku saja yang menanggung beban kecewa ini, dan tak perlu menambah beban orang lain.  

AKU SENDIRI PECINTA WANITA
Aku tak tahu mengapa, aku sangat menyukai perempuan. Aku suka melihat tubuhnya yang sexy. Apalagi bila tak sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Aku suka melihat mereka telanjang. Aku bahkan sudah tergoda saat melihat mereka mengenakan pakaian ketat saja.
Banyak orang bilang, ini sifat buruk, otak ngeres, mata keranjang, manusia dikuasai nafsu dan cintra2 negatif sejenisnyau.  Banyak orang berfikir ini haru diubah, dibuang jauh-jauh, tapi aku tak bisa.
Faktanya, aku tetap saja suka perempuan. aku tetap tak bisa bilang aku tak tertarik. Kalau aku tak menunjukkan perasaan di depan orang, aku hanya tidak menunjukkan saja. Kalau aku mengingkari kenyataan ini, pasti aku bohong, dan bagiku kebohongan itu menyakiti diriku sendiri.
Persoalan perempuan bagiku memang selalu identik dengan seks. Sejak lama aku menginginkannya. Sejak lama aku membutuhkannya, meski baru beberapa tahun terakhir aku benar-benar merasakannya. 
Sebelum itu, aku selalu didera kebimbangan, antara kebutuhan dan rasa takut, dan haru menghindarinya. Saat rasa horni benar2 mendera, tidak jarang aku melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya. Aku ingat semuanya. Kejahilan, kenakalan itu selalu kusesali, tetapi selalu pula kuulangi.
Sejak saat itulah aku benar2 berani jujur pada diri sendiri, bahwa aku memang suka seks. Aku selalu membutuhkannya. Aku selalu menginginkannya. Sex adalah hal paling menarik dalam hidupku. Aku tak pernah lagi mengingkarinya.


My Diary, 15 Nov 2006