Selasa, 02 Desember 2008

ISTRIKU DAN MASA LALUNYA


Aku tahu, dia masih mencintai kekasihnya itu. Dia selalu bersemangat bila bercerita tentang betapa baiknya lelaki itu di matanya. Dia selalu menangis setiap kali bercerita tentang duka yang dia alami bersamanya. 
Keadaan saja yang membuat mereka harus berpisah saat rasa yang mereka miliki tengah mekar-mekarnya. Bagiku jelas ini sebuah ironi, tapi apa boleh buat, aku harus tetap jalani hidup ini demi anak-anakku. Mereka tak boleh hancur meski hatiku sudah tidak ada lagi. Bagiku jelas ini sebuah kegagalan cinta.
Meski di hati terasa berat melihat dia berhubungan dengan mantan kekasihnya, tapi aku juga tak bisa menyalahkan perempuan itu. Dia juga menderita dengan kenyataan yang dia hadapi. Rumah tangga ini juga bukan keadaan yang dia ingini, sebuah potret kegagalan cintanya. Kalau dia sekedar telepon dan berbagi harus aku mengerti. Bahkan kalaupun harus memadu kasih aku tak mungkin menghalangi. Kalau aku tak punya daya untuk mencegah berarti aku harus mendukungnya.
Di rumah, bagiku cinta antar lawan jenis sudah tidak ada lagi. Hanya tersisa tanggung jawab dan kasih sayang pada anak-anak. Aku sudah kehilangan semuanya. Rasanya tidak salah kalau aku mencari cinta baru, jalani apapun yang aku mau. Setelah aku beri dia kesempatan untuk

menikmati yang dia mau, aku juga berhak lakukan hal yang sama. Bukan sebagai balas dendam, tapi aku memang membutuhkannya, sama seperti dia. Rumah tangga ini hanya tinggal untuk anak-anak, bukan aku dan mungkin juga bukan untuk istriku.

Aku sudah merelakan kesucian sebagai syarat buat calon istriku. Rupanya aku juga harus rela tanpa cintanya. Moga-moga saja aku tak kehilangan kesempatan menikmati hubungan seksual. Artinya, dengan istriku aku tak bisa lakukan hubungan seks atas dasar cinta, meski seks tanpa cinta tentu sama artinya berhubungan dengan wanita tuna susila atau kencan buta. Tapi tak apalah, yang penting ada seks, dari pada tidak sama sekali.
Memang ironis, kenyataan demi kenyataan harus kuterima saat aku berusaha semaksimal mungkin mencintai dan memahami. Tapi itulah kehidupan. Mungkin aku termasuk di antara orang yang ditakdirkan gagal dalam meraih cinta. Apakah aku harus juga gagal meraih cita?

Yang jelas, dunia harus tetap dapat dinikmati dengan segala cara yang kita punya.

DIAM-DIAM MASIH KONTAK MANTANNYA
Aku tidak perlu konfrontasi lagi, bila akhirnya hanya harus mengalah, sementara masalah tetap menggelinding. Sebelum terbentur masalah yang lebih pelik dia tak akan mengalah, dan menganggap pandangannya paling benar. Bahkan saat benturan tiba, dia tak kan pernah mengakui kesalahannya.
Ikuti saja alurnya berfikir, dorong sekeras mungkin agar dia tahu sendiri letak kesalahannya. Begitu caraku menghadapinya. Sederhana. Kalau tak dapat dihentikan, dorong sekalian. Dia

memang anti-kritik, apalagi dibahas kesalahannya. Karena itu, tak perlu dikritik dan dibahas. Lupakan saja, dorong sekeras mungkin. Siapa tahu, ini jadi jalan kebebasanku dari neraka ini. 

Dia selalu ingin mempertahankan persahabatan,  kebebasan berkomunikasi dan bergaul dengan teman-teman baiknya, termasuk mantan kekasih yang sudah dia anggap teman baik seperti yang lain. Oke, saya sangat setuju. Karena itu artinya aku kan juga boleh begitu.
Apa dia saja yang boleh? Aku juga bisa. Keluarga macam apa tidak penting. Yang penting happy kan? Toh selama ini aku menderita sekali hidup bersamanya. Kuharap bisa bertemu seseorang yang bisa memberi aku sedikit hiburan.
Yang pasti, setelah ketahuan seperti ini biasanya akan ada servis lebih dalam beberapa hari ke depan, meski mungkin cuma sehari dua hari saja. Lumayan bisa dinikmati, tapi aku tak tertarik seks permintaan maaf (apologize sex). Pasti juga akan banyak meluncur permintaan maaf. Aku tak tahu, yang mana yang harus dimaafkan. Sudah enam tahun dianggap biasa, masak diubah seenaknya. Papa sendiri mulai berharap ini bisa jadi jalan kebebasan. Memangnya setelah ini dia nggak mau telpon dan menerima telpon dari kawan-kawannya lagi? Mustahil. Membatasi adalah tindakan percuma. Karena toh akan terulang dan terulang lagi.
Ini bukan jaman Majapahit atau feodalisme Mataram. Ini jamannya Reza  Artamevia, Elma Theana dan Krisdayanti. Pernikahan bukan penghalang seseorang untuk berteman dengan siapapun, termasuk mantan pacar, mantan istri atau siapa saja. Kalau ternyata terjadi affair,

itu urusan nanti. Biarkan dunia mengalir apa adanya.

Kebodohan. Kebodohan apaan? Sudah enam tahun kok bodoh terus. Itu bukan kebodohan, tapi kebiasaan. Jadi, biarkan semua mengalir. Aku tak khawatir, tak menuntut, tak berharap apapun dari istriku. Kalaupun boleh berharap aku ingin seks yang memuaskan saja, tapi itu juga sudah jelas tak mungkin. Jadi aku memilih sama sekali tak khawatir. Aku sendiri tak akan lagi menghindari hal-hal begitu. Aku tak lagi menganggap sebagai bahaya,

tapi sebaliknya. Aku toh masih doyan tempik yang lain.

Bila kita mengkhawatirkan sesuatu kita akan terbelenggu olehnya. Bebaskan diri anda dari semua kekhawatiran agar anda benar-benar bebas. Hadapi saja hidup sebagaimana kehidupan itu berjalan. Begitulah kira-kira petuah bijaknya. Yang jelas, ini mengganggu konsentrasiku menulis, bo. Aku harus benar-benar hengkang dari masalah ini.
POSITIVE THINKING
Istriku memang tak kecil kemungkinan melakukan hubungan intim dengan mantannya. Dia sangat konvensional, tak mungkin lakukan hal-hal radikal. Mungkin juga rasa itu masih ada, tapi seperti umumnya perempuan konvensional dia lebih cenderung mempertahankan status
quo, prioritaskan yang ada di depan mata dan jelas-jelas jadi miliknya, seperti apapun keadaannya. Bagaimanapun aku masih suaminya. Dia hanya tidak menyadari yang dia lakukan sudah bertentangan dengan prinsip dia sendiri. Dia lupa bahwa seandainya aku yang melakukannya, dia juga tak akan terima.

Aku juga sangat sayang padanya. Aku tak pernah membayangkan ada perempuan lain dalam hidupku. Aku suka sekali tubuhnya dan selalu merindukannya, meski untuk urusan seks dia kurang memuaskan, susah diajak. Dia kurang suka seks, sementara aku selalu menginginkan. Mungkin sikapku karena kurang puas saja.
Kondisi kejiwaanku memang kurang positif selama menjalin rumah tangga ini. Hidup penuh masalah dan tidak ada yang bisa memberiku ketenangan. Istri bekas orang dan sangat mengecewakan, tidak mandiri hingga aku harus hidup di tempat yang sangat buruk ini, seks

tidak memuaskan sama sekali dan tidak urus sama keluarga terutama anak. Enam tahun bersamanya sudah cukup membuat aku merasa abnormal. Aku memang telah jadi sangat rapuh, dan tidak ada yang dapat membantu selain diriku sendiri. Aku harus hadapi dan atasi semua dengan sikap tenang, pikiran positif dan langkah pasti. Aku tak boleh larut dalam kepedihan ini.