Rabu, 09 Oktober 2013

HANGATNYA VAGINA JANDA DI MALAM PERTAMA

Setelah menduda hampir 2 tahun, aku bertemu Husnia, teman lamaku. Sebenarnya diam-diam aku telah mengagumi wanita berkulit putih yang  sejak SMA, dan sejak setahun lalu bercerai dari suaminya. 
Saat masih terikat pernikahan aku sering telepon dia dan bertemu di reuni sekolah. Aku juga pernah cerita padanya kalau aku mengaguminya sejak SMA, tetapi dia tak menanggapi. Dua tahun sejak dia bercerai, aku mulai berani menemui dia di rumahnya. Beberapa minggu kemudian aku mengajaknya makan di luar, dan tak lama berselang kami sepakat menikah. 
Rupanya, wanita itu tampak bahagia saat tahu aku mengaguminya. Aku senang sekali dia bilang juga punya perasaan yang sama denganku sejak SMA dulu, hanya saja waktu itu dia belum berani bicara soal cinta. Itu sebabnya kami menyambut hari pernikahan dengan hati berbunga-bunga layaknya pasangan yang tengah kasmaran.
Sejujurnya aku sudah tak sabar melakukan hubungan intim, tetapi aku pendam dalam-dalam. Aku berusaha tetap menjaga jarak hubungan meski beberapa kali ada kesempatan untuk sekedar bercumbu rayu. Selain belum bisa menghilangkan rasa segan, aku takut dia marah bila aku bersikap nakal. Apalagi wanita berjilbab itu sangat agamis.
Kami begitu bahagia di hari pernikahan yang dilaksanakan sangat sederhana. Mengingat umur sudah di atas 40-an, kami tidak percaya diri menggelar resepsi. Usai akad nikah dan selamatan, kami bersikap biasa saja, meski kawan lama kami yang bertamu banyak yang menggoda.
Suasana baru terasa berbeda saat kami masuk kamar sekitar jam setengah 10 malam. Istriku tampak malu hingga beberapa saat hanya duduk di depan meja rias sambil membersihkan make up. Aku hanya menunggunya sambil rebahan di kasur.
Beberapa saat kemudian aku tak sabar lagi. Aku bangkit dan memeluknya dari belakang. Tanpa kuduga, dia menyambut hangat kecupanku. Wanita itu bahkan bangkit hingga kami tenggelam dalam ciuman bibir yang sangat dalam beberapa lama.
Wajahnya berubah keki menahan senyum saat aku mulai melepas kancing bajunya. Beberapa jurus kemudian, diapun melepas kancing kemejaku, lalu melepas celanaku. Tanpa kuduga wanita itu mengulum penisku hingga aku benar-benar terbuai nikmat yang telah lama tak pernah kurasakan.
Saat Husnia berdiri aku berusaha duduk. Wanita itu sempat menahanku saat aku berusaha mengulum vaginanya, tetapi akhirnya membiarkan aku melakukannya. Empat menit kemudian, "Nggak kuat, gak kuat, Zin..." Rintihnya meleguh lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Aku penasaran ingin kembali mengulum vaginanya, tetapi dia menolak, "Nggak kuat, masuk, masuk, masuk" Pintanya. Akupun menindih tubuhnya, perlahan aku tempatkan penisku di celah vaginanya yang basah, lalu bless. Vagina yang licin itu terasa sangat hangat. Beberapa saat aku menekan-nekan penisku keluar masuk vaginanya, hingga kami sama-sama mengerang larut dalam kenikmatan.
Beberapa saat kemudian dia minta di atas dan akupun menurutinya. Dengan mantap wanita itu memasukkan penisku di vaginanya yang terasa cekat menghimpit penisku, lalu menggerak-gerakkan pinggulnya maju-mundur. Licin, kencang, hangat dan sangat nikmat kurasakan saat pinggulnya bergoyang-goyang. Raut wajahnya menampakkan kesungguhan menikmati percintaan.
Lama kelamaan kurasakan penisku terasa makin geli dan ngilu. Apalagi saat gerakan istriku kian cepat menggoyang penisku di liang vaginanya. "Uh...., uh...., mas...., mas...." Leguhnya kian keras dan makin keras seiring goyangan pinggulnya. Akupun tak kuasa menahan erangan seiring rasa nikmat yang kian memuncak, dan beberapa saat kemudian "Ih......!" Tubuh wanita itu mengejang bersamaan dengan semburan spermaku yang terasa begitu deras tumpah di rahimnya. Kamipun berpelukan beberapa saat menikmati leganya batin yang sekian lama dalam penantian.
Kami saling berbagi senyuman saat dia merebahkan tubuhnya di sampingku hingga tubuh kami saling berhadapan. "Kamu hebat sekali, Nia" Bisikku lirih.
"Kamu puas?" Sahutnya lembut dan aku hanya mengangguk dan diapun tersenyum.
"Kamu hebat sekali. Aku suka" Bisikku lagi, dan wanita itupun tersenyum lalu memelukku erat-erat.
"Nggak tahu, ya. Tadi aku kepingin banget" Bisiknya sesaaat setelah kami hentikan ciuman.
"Aku juga" Sahutku sembari mengecup bibirnya.
"Sebenarnya aku sudah nggak tahan sejak kita sepakat menikah dulu itu" Sambungku.
"Masa, sih?" Sahutnya sembari memelukku.
"Iya. Aku takut ngajak kamu, kuatir kamu menganggap aku hanya cari itu dan menolak menikah denganku" Sambungku lagi. Tiba-tiba wanita itu memelukku lagi.
"Mungkin waktu itu kamu belum pengen" Sambungku lagi memancing.
"Ih...., Nggak juga, sih" Sahutnya.
"Sebenarnya aku juga nggak tahan waktu itu. Cuma aku takut dibilang wanita apaan, gitu" Bisiknya.
"Iya?" sahutku dan wanita itu hanya menganggu.
"Tahu gitu, sejak itu, ya?" Sambungku dan wanita itupun kembali memelukku.
"Yang penting sekarang sudah keturutan, kan?" Ucapnya menenangkan dan akupun hanya mengiyakan.
"Dan yang penting, sudah benar-benar halal" Sambungnya sambil tersenyum.
Tak kusangka, wanita yang di mataku begitu alim sebenarnya juga memendam keinginan bercinta yang begitu hebat, tapi aku bahagia dia telah jadi milikku seutuhnya.