Rabu, 02 Oktober 2013

GAGAL MASUK VAGINA DI MALAM PERTAMA

Aku bukan perjaka lagi saat menikahi istriku. Sebelumnya aku pernah ML berkali-kali dengan Ita, teman dekatku semasa kuliah dulu. Sejak Ita menikah dengan pacarnya aku merasa sangat kesepian. Aku butuh wanita sebagai pendamping hidupku. Apalagi usiaku sudah memasuki angka 30, yang terbilang tak muda lagi untuk tetap membujang.
Sejak dekat dengan Ita aku tak lagi punya tipe cewek ideal untuk pendamping hidupku, tapi aku ingin berharap menikah dengan cewek yang lebih muda, maksimal 24 tahunanlah. Sebenarnya aku sempat dekat dengan beberapa kali dekat cewek, tetapi entahlah, aku selalu saja merasa tidak mantap dengan mereka. Padahal aku merasa sangat butuh cewek, terutama karena dorongan seksualku sering terasa menggangguku. Sementara aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tak mengulang perbuatanku bersama Ita dulu.
Karena tak tahan lagi menahan hasrat seksualku, aku setuju saja saat orang tuaku memperkenalkan aku dengan puteri sahabatnya, sebut saja Nia, meski sebenarnya gadis berumur 28 tahun itu kurang memenuhi kriteriaku. Selain usianya yang terlalu tua menurut kriteriku, dia sebenarnya punya kekasih yang telah dipacari sejak 5 tahun yang lalu. 
Terus terang aku sempat bimbang saat keluarga kami menyepakati rencana pernikahanku, tetapi aku tak tega membatalkannya. Aku iba pada calon istriku yang begitu lama menderita tekanan batin. Sikap keras orang tuanya yang tak merestui hubungannya dengan sang kekasih membuat tubuhnya sangat kurus, bahkan kulit wajahnya terlihat kering akibat deraan derita batin sekian lama.
Melihat cinta calon istriku pada kekasihnya begitu dalam dan bertahan dalam hubungan backstreet begitu lama, aku menduga calon istriku sudah tak perawan lagi. Aku tak menyoal itu semua, sebab aku sendiri bukan perjaka. Saat pernikahan berlangsung aku benar-benar percaya dialah jodohku. Lelaki baik hanya untuk wanita baik, dan tentunya demikian pula sebaliknya. 
Itu sebabnya yang paling aku pikirkan menjelang dan selama resepsi pernikahan hanyalah bahwa aku ingin segera bercinta, dan sebentar lagi aku akan bercinta dengannya. Aku sangat rindu bercinta. Aku tak sabar ingin kembali merasakan nikmatnya bersenggama dengan seorang wanita. 
Saat malam pengantin tiba, penisku tak henti menegang berharap sentuhan. Sesaat setelah rebahan di tempat tidur, istriku terlihat masih rikuh menemaniku, tetapi dia membiarkanku memeluk dan menciumi wajahnya. Wanita itu sempat menyergah sambil tersenyum keki saat aku meraba gundukan payudara dan memilin puting susunya, tetapi membiarkan semua yang aku suka.
Istriku sempat menyergah ragu saat jemariku menyusup di balik celana dalamnya. Beberapa saat kemudian kurasakan bulu kemaluannya yang lebat mulai basah oleh cairan vagina. Dia tampak malu-malu saat aku melepas bajunya satu persatu. Dia bilang tak membayangkan akan secepat itu melakukan hubungan suami istri di malam pertama kami bersama. Meski keki dan ragu, dia membiarkanku melepas seluruh kain yang membungkus tubuhnya.
Setelah mencumbuinya beberapa saat aku kembali meraba vaginanya yang berbalut bulu lebat. Jariku mengusik liang vaginanya mencari liang senggama yang mulai basah oleh cairan licin. Aku jadi tak sabar lagi ingin menikmatinya. 
Akupun bangkit berlutut di sela pahanya yang kaku. Perlahan aku posisikan penisku di liang vaginanya, dan perlahan kutekan ke liang senggama, tetapi vagina istriku begitu cekat, sangat rapat serasa tak ada lubang untuk bersenggama. Beberapa kali aku mencoba menusukkan ujung penisku di liang vaginanya, tetapi lagi-lagi tak dapat menyusup ke dalamnya. Istriku bahkan kesakitan saat aku sedikit memaksa, hingga akhirnya aku berhenti mencoba.
Aku kembali mencermati vaginanya, mengusiknya dengan jariku. Kudapati liang vagina itu begitu sempit, bahkan jariku tak dapat menyusup ke dalamnya. Wanita itu bahkan meringis kesakitan meski hanya jariku yang kucoba tusukkan.
Akhirnya aku rebahkan tubuhku di sampingnya dan kamipun saling bicara. "Mungkin karena punya kamu terlalu besar" ucapnya.
"Mestinya enggak juga. Memang punya pacar kamu seberapa?" sahutku memancingnya. 
"Idih... Gila apa pacaran sampai ke situ-situ?!" Sergahnya. 
Setelah beberapa lama bicara, aku kembali mencoba menyetubuhinya, tapi lagi-lagi tak bisa. Vaginanya seperti tertutup rapat. Aku kembali berhenti mencoba setelah dia mengeluh kesakitan saat aku sedikit memaksa.
Vagina istriku benar-benar masih perawan. Meski usianya tak lagi muda, wanita itu benar-benar masih sangat awam untuk urusan bercinta. Dia bahkan mengaku masih takut melakukannya. Akhirnya kami hanya berpelukan tanpa bisa tidur semalaman. Dalam hati aku bangga memilikinya. Aku hanya perlu bersabar sampai dia benar-benar siap untuk bercinta.