Entah berapa ribu kali aku menyimak dan menyimak
adegan percintaan kita. Aku selalu takjub dan bahagia melihat bagaimana kita
memadu kasih. Begitu indah, begitu mempersona. Begitu lembut, begitu berasa.
Kamu luar biasa sayang...
Memang, baru akhir-akhir ini saja adegan seindah ini
kurasakan. Bercinta seperti ini bahkan baru tiga kali kita lakukan sejak 11
tahun menikah.
Memang, sikapmu tidak segairah dik Iid. Memang,
vaginamu tak sehangat dik Iid. Memang, tidak seasyik bersama dik Iid. Memang,
rasanya tidak sepuas yang kurasakan bersama dik IId, tetapi itu sudah lebih
dari cukup. Aku cukup puas dengan pengalaman-pengalaman indah bersamamu
akhir-akhir ini.
Akhirnya harus aku akui, bahwa kamu adalah perempuan
terbaik untukku. Tuhan begitu bijaksana telah membuatmu berada di sisiku,
menjadi teman hidup sepanjang hayatku. Kamu benar-benar impian yang telah
kulupakan, tetapi sebenarnya paling ideal seperti mimpiku yang sesungguhnya.
Kamu memang tak sehangat, segairah, secanggih dik
Iid dalam bercinta, tapi itulah sebabnya kamu seperti yang aku impikan. Aku
benar-benar sadar resiko mental yang mesti kuhadapi bila hidup bersama dik Iid.
Resiko itu tentu saja ada pada kamu, tetapi tidak serentan dik Iid.
Dik Iid memang memberiku pengalaman terindah, tapi
aku juga sadar bukan pasangan yang seimbang dengannya dalam hal hasrat seksual.
Bersamamu memah terasa kurang, tetapi kini aku sadar, mungkin itu lebih baik
buat kita berdua.