Sabtu, 11 Oktober 2014

PASANGAN SEMPURNA

Aku adalah lelaki bahagia. Aku menikahi wanita yang aku taksir sejak 7 tahun sebelumnya. Sampai hari ini aku memang bukan satu-satunya lelaki di hatinya. Aku senang istriku jujur mengakui, bahwa di hatinya masih ada Zaenal, lelaki pertama yang pernah menjadi kekasihnya. Dia tidak mampu melupakan lelaki yang pertama kali menyentuhnya, menciumnya, mencumbunya, dan membuatnya merasakan indahnya cinta.
Istriku sadar cintanya telah terhalang dinding yang tinggi, restu orang tuanya yang super kolot, yang melarang anaknya menikah hanya gara-gara mitos. Dinding itu tidak mungkin mereka tembus, apalagi setelah pernikahannya denganku hadir 4 orang anak. Meski demikian, Zaenal tetap istimewa di hati istriku dan tak pernah berubah.
Aku terima kenyataan itu apa adanya. Cinta di hari istriku memang terlanjur terukir terlalu dalam dan tak mungkin terhapus. Aku memilih menikahinya memang awalnya karena iba melihatnya begitu menderita. Aku tak melarang istriku tetap dekat dengan lelaki itu. Aku bahkan sering memintanya telepon atau bertemu untuk melepas rindu.
Bagiku kenyataan itu tak perlu dan tak mungkin aku ubah. Aku terima itu sebagai bagian dari kekurangan istriku yang harus kuterima. Aku bahkan berusaha bersyukur telah menikahinya, sebab banyak hal indah yang kunikmati bersamanya.
Dia adalah satu-satunya wanita yang telah mempersembahkan keperawanannya padaku. Aku percaya istriku belum pernah melakukan hubungan intim dengan pacarnya selama pacaran. Bahkan hingga malam pengantin, bulu vaginanya sangat lebat, bahkan sampai gimbal. 
Hingga umur 27 tahun saat menikah denganku, dia belum pernah sekalipun mencukur bulu vaginanya, hingga kami sangat kesulita berhubungan intim di malam pertama pernikahan. 
Meski terlihat lugu dan agamis, ternyata istriku sebenarnya wanita yang sangat mudah terangsang. Bulu vaginanya sudah basah kuyup oleh cairan bening dan licin saat aku melepas celana dalamnya. Lendir kental berwarna keputih-putihan terlihat meleleh dan menyangkut di rimbunan rambut kusut yang menutupi vaginanya. Hanya saja, bulu vaginanya saat itu terlalu lebat, kusut dan gimbal hingga sulit disibakkan. 
Aku kesulitan menembusnya, dan istriku merasa kesakitan saat bulu-bulunya ikut tertekan penis ke dalam. Akhirnya aku memutuskan untuk mencukur bersih bulu vagina istriku. Meski hubungan intim yang aku inginkan harus tertunda, tetapi mencukur bulu vagina istri pertama kali itu menjadi pengalaman tak terlupakan bagi kami berdua.
Aku ingat wajah istriku yang malu-malu dan jari tanganku yang gemetar saat mulai menyentuh vaginanya. Wanita itu bahkan terangsang hebat saat pisau cukur kuning merek Goal itu perlahan kugerakkan menyisiri sekitar vaginanya. Semakin lama cairan licin kian deras mengucur dari liang vaginanya saat bulu kemaluannya kian menipis. Kami tak henti tertawa cekikikan selama aku membersihkan liang surga malam pertama itu. 
Saat rambut yang tersisa benar-benar bersih, kami benar-benar tak tahan lagi menahan hasrat. Diapun menarikku ke atas tubuhnya dan menyalurkan hasrat yang telah menggebu-gebu, tapi ternyata tak mudah. Ternyata vagina istriku sangat sempit untuk dimasuki penisku, sampai-sampai istriku mengira penisku terlalu besar buatnya.
Meski vaginanya sangat basah, istriku selalu kesakitan setiap kali aku menekan ujung penisku di liang vaginanya.