Minggu, 05 Oktober 2014

ISTRIKU TAK BAHAGIA BERSAMAKU

Aku tahu istriku menyesal telah menikah denganku. Dia mengira dapat menggantikan Zaenal denganku, tetapi faktanya tidak semudah itu. Aku sama sekali berbeda dari lelaki yang sebelum menikah telah merenggut keperawanan istriku, dan selama empat tahun hidup bersama tanpa restu orang tuanya.
Aku tak sebaik Zaenal dalam hal apapun. Aku tak mampu memberi istriku rasa nyaman seperti yang pernah dia dapatkan dari lelaki itu. Aku hanya mampu menjadi suami buat istriku dan sama sekali tak mampu menggantikan penyejuk hatinya.
Kepribadianku begitu berbeda dibanding lelaki itu, ditambah lagi nasibku juga tak lebih beruntung kekasih istriku. Praktis, istriku begitu menderita dan didera perasaan penuh tekanan selama bersamaku. Meski demikian, wanita yang telah memberiku 4 orang anak itu selalu menegaskan tak pernah ingin berpisah dariku. 
Hari-hari istriku begitu akrab dengan perasaan kesal, marah, beratnya beban hidup maupun beratnya beban perasaan. Betapapun dia berusaha menerima kenyataan ini, tetapi sering kali dia tak mampu sembunyikan kekecewaan itu dari hatinya. Begitu beratnya beban batin istriku, sampai-sampai dia selalu sakit-sakitan sejak kami menikah.
Berbagai jenis penyakit telah dia derita, mulai dari typus, mag, rematik, sinusitis, dan bulan-bulan ini asam urat menyerang setelah 13 tahun pernikahan kami lalui. Padahal sebelumnya dia sama sekali tak punya riwayat sakit.
Semula aku kecewa mendapati kenyataan ini. Aku sangat menyesal telah menikahi wanita yang tak mencintaiku. Penyesalanku memuncak saat kudapati istriku selingkuh dengan lelaki itu. Ingin rasanya mengakhiri pernikahanku, tetapi wajah polos anak-anakku membuat aku mengurungkan langkahku.
Aku memang telah membuat kesalahan besar memilihnya sebagai pasangan hidupku, tapi aku juga tahu bahwa perempuan itu tak kalah menderita dibanding aku. Sejak tahu semua tentangnya, aku tak lagi berharap cintanya. Aku begitu yakin rasa itu tak akan pernah ada untukku. Kalaupun dia mencoba mencintaiku, itu sama sekali tak ada artinya lagi bagiku.
Akhirnya kuputuskan untuk membebaskan istriku melakukan semua yang dia suka. Dia memang jarang main sama Zaenal. Hari-hari ini istriku sedang menikmati buaian beberapa lelaki teman lamanya, dan aku tak tertarik menghalanginya.
Aku tak peduli lagi soal rasa, tapi aku berusaha tetap bahagia dan menikmati hidupku dengan caraku. Bagiku istriku bukan lagi siapa-siapaku. Dia hanya istriku, temanku merawat dan membesarkan anak-anakku. Apapun yang dia rasakan, apapun yang dia lakukan, aku hanya berharap dia bahagia dengan dunianya.