Sabtu, 06 Juni 2009

KISAHKU 08 - LAMARAN DAN MENGENAL CALON SUAMI


Hanya seminggu setelah kami sepakat menikah, orang tua Irfan berencana datang melamarku. Suasana rumahku berubah hiruk-pikuk. Semua orang membicarakan rencana pernikahanku, dan sibuk mempersiapkan lamaran. Semua beban persoalan serasa mulai lepas membebani hatiku, dan tingga menanti hari-hari pernikahan yang begitu lama kunantikan.
Di hari yang dijanjikan, aku sempat kuatir keluarga Irfan tidak jadi dating. Hingga siang hari mereka tidak kunjung datang setelah seharian kami  menunggu. Aku menyibukkan diri dengan memasak seharian.
Aku merasa lega ketika mereka tiba, tanpa Irfan. Hanya ayah, ibu dan adiknya datang ke rumah. Padahal keluargaku berkumpul semua menyaksikan prosesi itu. Rupanya kami sedikit salah paham, sebab orang tuanya Irfan sebenarnya baru berniat silaturrahmi. 
Meski begitu pertemuan itu sudah menghasilkan kata sepakat, bahwa kami akan menikah sekitar 2 bulan kemudian. Keputusan itu sebenarnya terasa terlalu cepat, karena aku dan Irfan belum cukup mengenal, tetapi aku juga tak punya alasan untuk terus menunggu. 
Seminggu kemudian Irfan memintaku bertemu. Aku menjanjikan dia bertemu di Malang karena ada beberapa keperluan. Aku menolak tawarannya untuk mengantar aku ke sana. Aku memintanya menjemput di terminal saja saat aku pulang, karena waktu itu aku sebenarnya ke Malang untuk menemui Zaenal sekedar untuk menegaskan bahwa hubungan kami harus diakhiri.
Aku begitu terharu, ketika Zaenal meminta agar tidak pernah ada kata putus di antara kami. Akupun mengiyakan untuk tetap berhubungan baik meski kami tidak jadi menikah. Aku sendiri tak bisa membayangkan bagaimana mengakhiri ikatan batinku dengan lelaki yang sekian lama kuperjuangkan untuk menjadi suamiku. Tak pernah ada masalah yang mengharuskan kami putus. Hubungan dan perasaan kami masih seperti sebelumnya, meski tak mungkin bersama. Mempertahankan persahabatan adalah pilihan paling adil di antara kami.
Perjalanan pulang menjadi kesempatan aku mengenal Irfan lebih dekat. Perasaanku semakin mantap untuk memulai kisah baru bersamanya setelah mengenal pribadinya, dan sikapnya yang menyenangkan. Aku sendiri masih merasa kaku untuk menerima seperti Zaenal, tetapi aku merasa dia lelaki yang baik dan dalam banyak hal cukup mengesankan. Apalagi setelah kami bertemu kembali beberapa hari kemudian.
Dia membawaku ke tempat kerjanya, memperkenalkan aku dengan orang-orang yang dekat dengannya hingga aku makin tahu banyak tentang dia. Aku bahkan diperkenalkan dengan kakaknya dan beberapa kali singgah di rumah makan. Meski kelihatan pendiam, ternyata dia sangat pintar berkelakar dan enak diajak bicara. Aku semakin yakin bisa menjalani kisah baruku bersamanya.