Kamis, 09 Agustus 2012

SELINGKUH KARENA KDRT

Saya wanita usia 33 tahun tinggal di Jakarta. Pernikahanku dengan suami sebenarnya didasarkan atas rasa cinta, tetapi setelah menikah sikap suami berubah kasar. Bila ada masalah dia meluapkan kemarahan dengan kata-kata kasar, kotor, bahkan tidak jarang main pukul. 
Semula aku menyikapinya dengan penuh kesabaran, tetapi lama kelamaan aku tak tahan juga dengan sikapnya. Apalagi setelah kehidupan ekonomi kami semakin mapan, dia berubah menjadi semena-mena padaku. Tidak jarang tubuhku lebam oleh tendangan dan pukulan suami. 
Semula aku berusaha bersabar dengan sikap dan kata-katanya. Bahkan demi cintaku padanya aku berharap dia stroke saja, agar aku bisa merawatnya tanpa harus ada kekerasan.
Kesabaranku mulai habis ketika suatu hari dia bercerita tentang pengalamannya bersama wanita penghibur di panti pijat. Aku semakin tak tahan dan marah besar ketika suatu hari dia meminta ijin untuk menikah lagi dengan seorang janda. Dia bahkan tanpa bersalah bertelpon mesra dengan wanita di hadapanku.
Untuk menghibur batinku aku curhat pada mantanku. Meski tidak menyelesaikan masalahku dengan suami, hubunganku dengan mantanku cukup menghiburku. Beberapa kali aku janjian bertemu di mall dan rumah makan. Aku bahkan membelikannya BB agar bisa saling berkomunikasi dengan mantanku itu.
Untuk mengalihkan kesedihan hatiku aku semakin sering menghabiskan waktu dengan curhat dengan mantanku itu. Kami bahkan makin berani bertukar gambar sexy dengannya. Apalagi bila hubunganku dengan suami sedang memburuk.  
Beberapa kali kami sempat bertemu di rumahku saat suamiku pergi. Kami menghabiskan waktu bercumbu layaknya sepasang kekasih bahkan beberapa kali melakukan hubungan suami-istri.
Celakanya, suamiku tahu yang aku lakukan selama ini. Rupanya dia diam-diam menyadap BB-ku dan membuatku sama sekali tak berkutik lagi di hadapannya. Suami menghajarku habis-habisan, dan bilang akan menceraikanku. Dia juga membayar seseorang untuk membuat mantanku kehilangan pekerjaannya.
Meski begitu aku semakin berani melawan. Aku tahu dia tak mungkin menceraikanku karena tidak mau kehilangan anak-anakku. Aku tak mau kalah di hadapannya. Aku juga menyoal yang dia lakukan di luar rumah.  
Meski dengan hati yang hancur tidak karuan, akhirnya kamipun berbaikan demi anak-anak. Aku tak lagi berhubungan dengan mantanku. Aku bahkan dilarang memegang handphone kecuali untuk menghubungan keluargaku.   
Aku tak peduli bagaimana perasaanku dan suamiku saat ini. Yang penting keluargaku utuh. Aku tak dendam lagi padanya, dan kuharap diapun bisa memaafkanku.