Sabtu, 04 April 2009

KISAHKU 02 - SEPERCIK PESONA MASA SMA

Aku merasakan pengalaman berbeda ketika orang tuaku menyekolahkan aku di sebuah pesantren di Jombang. Perhatian pada pelajaran sekolah di pesantren itu tidak begitu menonjol dibanding sekolahku di Surabaya, tetapi kegiatan di luar pelajaran sangat banyak. Aku ikut berbagai kegiatan, mulai dari Sholawatan, Qosidah, Drumb Band, pidato dan organisasi.
Di sekolah itulah aku mulai tertarik pada laki-laki. Diam-diam aku mengagumi Masrouf yang saat itu menjadi ketua OSIS. Aku kagum pada sikapnya yang dewasa dan terlihat aktif. Sayang sekali, dia sepertinya tidak memandangku istimewa. Lelaki itu pacaran dengan kakak kelasku, yang aku lupa namanya, tapi aku ingat mereka memang pasangan serasi waktu itu.
Di sekolah itu aku dekat dengan seorang beberapa anak laki-laki, terutama Faizin, ketua OSIS tahun berikutnya. Sama seperti Masrouf, Faizin adalah cowok yang pintar, dewasa, dan aktif di sekolah. Cowok itu sangat perhatian padaku, dan kami sering berada dalam kelompok yang sama setiap kali ada tugas sekolah. Dia selalu melibatkan aku di berbagai kegiatan, termasuk Paskibraka. 
Sejujurnya aku suka dengan anak itu, tetapi entahkah, saat itu aku merasa ada sesuatu yang membuatku masih belum bisa menerimanya. Aku bahkan marah saat dia menyatakan perasaannya padaku. Hubungan kami sempat renggang karenanya, tetapi dengan dewasa, dia tetap berusaha menjalin hubungan baik denganku. 
Dia bahkan sering menulis surat padaku hingga bertahun-tahun sejak kami lulus SMA. Aku tak tahu pasti maksudnya. Meski isi suratnya tidak secara khusus menyatakan cintanya padaku, tetapi aku merasa dia masih tetap menaruh harap seperti dulu. Mungkin karena aku kurang merespon, dia tak menyatakan cintanya secara terus terang, dan hanya isi suratnya yang selalu penuh dengan kalimat-kalimat indah yang menyanjungku.  
Sejujurnya aku menyukainya, tetapi karena sejak kuliah aku ditunangkan dengan seseorang, aku tak tahu harus menjawab apa. Aku hanya dapat menelan rasa kecewa dalam hati saat beberapa tahun kemudian dia datang dan memperkenalkan kekasihnya padaku.
Di luar itu, di pesantren inilah aku merasa lebih berkembang. Aku punya banyak pengalaman, mulai dari organisasi hingga mengikuti berbagai lomba. Aku selalu dilibatkan dalam organisasi santri maupun sekolah, meski aku lebih banyak diam. Sebenarnya aku merasa takut dan tidak bisa ngomong, tetapi entah mengapa selalu dijadikan pengurus dan diajak ikut rapat. 
Yang menjadi kenangan indah di pesantren adalah aku sering menjadi juara di berbagai lomba di pondok maupun organisasi. Aku pernah juara lomba baca kitab kuning, qiro'ah, pidato dan sholawatan. Semua itu membuatku merasa nyaman belajar di sana.
Meski begitu ada satu yang menyebalkan. Di pesantren itu ada petugas yang naksir aku. Orangnya sudah tua, dan sangat tidak menarik, tetapi dengan berbagai cara mendekati aku. Dia menggunakan berbagai cara agar aku mau dengannya, mulai dari membelikan makanan, mengajak jalan-jalan bersama santri lain, hingga disuruh ke rumahnya.
Aku tidak sendirian ketika dia jebak, karena pasti selalu ditemani teman karibku. Selama di pesantren aku punya dua orang teman yang sangat akrab. Yang satu berasal mbak Erwina dari Madiun dan satunya Ulfa dari Lumajang. Kami selalu jalan bareng, mengaji bersama, tampil sholawatan bersama, berbagai kegiatan organisasi santri, bahkan bila ada kegiatan pondok yang di luar. 
Waktu organisasi santri aku heran, karena tiba-tiba banyak yang menjodoh-jodohkan dengan  seorang santri bernama Irfan. Dia tetangga temanku mbak Erwina yang ketika masuk pondok langsung kuliah. Anaknya kelihatan baik, pandai Qiro'ah dan sangat dikenal meski baru. Dia bahkan pernah mengajar Qiro'ah di pondokku. Yang membuat aku heran, semua anak langsung bersorak setiap kali dia menunjukku untuk membaca qiro'ah.
Aku bingung dengan sikap semua orang yang kelihatannya menjodoh-jodohkan aku dengan dia, karena kami sama sekali tak pernah bicara langsung. Aku baru tahu maksudnya jauh hari setelah kuliah. Adik kelasku di SMA yang kuliah satu kampus denganku bilang, kalau Irfan menyukai aku, dan selalu membicarakan aku. Ada perasaan senang, tetapi semua berlalu begitu saja, sebab aku tak tahu lagi dia ada di mana.