Minggu, 28 Agustus 2011

CATATAN DARI TELEPON DAN SMS ITU

Dia begitu dekat pada lelaki itu
Telepon dan SMS itu menunjukkan bahwa secara batin dia masih begitu dekat dengan lelaki itu. Itu sebabnya dia begitu berhasrat untuk telepon dan SMS. Dia sama sekali tidak segan untuk memulai telepon dan SMS. Tidak ada beban apapun yang menghalanginya, bahkan tidak kuatir aku tahu siapa yang dia hubungi.
Dia menyukai lelaki itu
Dia tetap menyukai lelaki itu seperti sebelumnya. Dia suka kepribadiannya, suka bagaimana lelaki itu bicara, bercanda dan merayunya. Dia begitu peduli, perhatian dan selalu ingin terhubung dengan lelaki itu. Dia bicara,  bertanya dan bercerita pada lelaki itu layaknya masih menjadi kekasihnya, atau bahkan seolah dia istrinya. Dia selalu ingin tahu keadaannya, aktivitasnya, dan semua hal tentangnya, keluarganya, bahkan familinya yang lain.     
Dia nyaman dengan lelaki itu
Setiap saat dia ingin berhubungan dengan lelaki itu. Dia selalu rindu untuk bicara dan bahkan bertemu. Dengan lelaki itu, dia bisa bercerita semua hal tanpa beban. Kalau saja aku tak keburu bilang kalau tahu yang dia lakukan, bukan tidak mungkin dia akan curhat lebih jauh, atau bahkan berselingkuh secara fisik.  
Lelaki itu masih begitu berarti baginya
Dia tak bisa menolak telepon atau SMS. Bahkan dia sendiri yang ngebet ingin telepon. Dia selalu ingin terhubung dan bahkan bertemu dengan lelaki itu.  

Sabtu, 27 Agustus 2011

SINDROM PRANIKAH

Sindrom pranikah (premariage syndrome) adalah gangguan mental yang dialami oleh seseorang menjelang pernikahan dilangsungkan. Gangguan tersebut berupa perasaan ragu, kuatir atau salah mengambil keputusan yang secara tiba-tiba menghantui seseorang yang hendak menikah.
Sindrom ini mengakibatkan seseorang berpikir ulang atas keputusannya. Setelah memutuskan untuk menikah, baik atas kehendak sendiri ataupun dijodohkan oleh orang lain, secara tiba-tiba seseorang merasa ragu atas keputusannya untuk menikah.
Bentuk dari sindrom pranikah adalah sebagaimana perasaan yang biasa dialami oleh mereka yang menikah karena keterpaksaan. Sindrom tersebut ditandai dengan sikap mental atau perasaan:
1.      Berat untuk menjalani pernikahan. Mereka yang didera sindrom pranikah merasa tidak mantap untuk melangkah dalam pernikahan.
2.      Ragu atau maju-mundur untuk meneruskan rencana pernikahan.
3.      Menyesali pilihan atau keputusannya untuk menikah.
Intinya, mereka yang mengalami sindrom pranikah kehilangan kesiapan mental/batin untuk menjalani pernikahan. Harapan-harapan indah yang biasa dialami oleh calon pengantin tersisihkan oleh berbagai hal dan pertimbangan yang mengganggu perasaan.
Sebagian orang yang mengalami sindrom pranikah memilih menunda pernikahannya. Sebagian lagi memilih membatalkan rencananya sebelum pernikahan benar-benar berlangsung, dan sebagian lagi memilih mengakhiri pernikahan beberapa saat setelah pernikahan berlangsung.
Meski demikian, ada pula yang tetap melanjutkan pernikahan meski menanggung berbagai beban perasaan. Meski tidak siap untuk melanjutkan rencana pernikahan, tidak semua orang berani memutuskan untuk membatalkannya.
Penyebab Sindrom Pranikah
Beberapa sebab yang mempengaruhi munculnya sindrom ini, di antaranya:
1.      Keraguan terhadap integritas atau komitmen pasangan.
Ini biasa dialami oleh seseorang yang sebelum memutuskan untuk menikah tidak benar-benar mengenal calon pasangannya. Menjelang membuat keputusan untuk menikah, kadang seseorang hanya mempertimbangkan aspek tertentu.
Setelah rencana pernikahan diputuskan, dia baru mendapati integritas atau komitmen dari calon pasangannya tidak sesuai dengan yang dia idealkan. Sebagai misal, ada seseorang yang mendapati calon pasangannya punya reputasi tertenu yang tidak dapat dia tolerir. Reputasi tersebut baru dia sadari setelah memutuskan untuk menikah.
Contoh lain, ada yang setelah memutuskan untuk menikah, seseorang mendapati calon pasangannya ternyata masih mencintai orang lain, belum menerimanya sepenuh hati, atau bersedia menikah karena alasan-alasan yang tidak dapat dia terima. Ini dapat membuat mental seseorang tidak mantap lagi untuk memasuki pernikahan.  
2.      Kenyataan tentang pasangan yang berbeda dari yang dia pikirkan sebelumnya.
Hampir sama dengan faktor yang pertama di atas, ada sebagian orang memutuskan untuk menikah atas dasar satu pertimbangan. Dia semula tidak mempertimbangkan hal lain, tetapi setelah memutuskan menikah mendapati hal-hal baru yang tidak dapat ditolerir.
Sebagai misal, seseorang memutuskan untuk menikah karena melihat calon pasangannya cantik atau ganteng. Setelah memutuskan untuk menikah, ternyata dia mendapati ada beberapa sifat, perilaku atau kepribadian calon pasangannya yang sulit dia terima.
Akibatnya, dia menjadi ragu atas keputusannya untuk menikah. Dia kehilangan keyakinan bahwa keputusannya untuk menikah dapat membawanya pada kebahagiaan yang dia harapkan.
3.      Campur tangan atau kehadiran orang ketiga.
Tidak jarang calon pasangan menikah ragu atas keputusannya akibat campur tangan orang lain. Seseorang yang memutuskan untuk menikah, tidak jarang tiba-tiba ragu atas keputusannya setelah mendapat informasi dari orang lain mengenai hal-hal yang sulit dia terima pada calon pasangannya.
Ada pula seseorang yang memutuskan untuk menikah karena pertimbangan logika alternatif. Dia memutuskan menikahi seseorang setelah mempertimbangkan beberapa alternatif calon pasangan.
Sekedar contoh sederhananya, ada orang-orang tertentu yang memutuskan untuk menikah dengan menempatkan beberapa alternatif calon pasangan, mulai dari alternatif pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Setelah memutuskan untuk menikahi calon pasangan alternatif kedua atau ketiga misalnya, dia mendapati calon alternatif pertama ternyata bersedia menikah dengannya.
Akibatnya, dia ragu atas keputusannya untuk melanjutkan rencana pernikahan. Mengingat pada umumnya calon pasangan merancang pernikahan untuk selamanya, maka terbukanya alternatif yang lebih baik akan menimbulkan keraguan untuk melanjutkan pilihan pada alternatif yang lebih rendah.
4.      Situasi emosional yang diikuti keputusan yang tergesa-gesa
Sebagian orang memutuskan menikah karena keadaan mental tertentu. Di antara keadaan mental tersebut adalah patah hati, sakit hati, persaingan dan tekanan-tekanan tertentu yang membuat seseorang memutuskan untuk segera menikah.
Keputusan yang didasari oleh situasi emosional biasa mengantarkan seseorang pada keputusan yang salah. Dia baru tersadar setelah keputusan untuk menikah diambil. Ketika keputusan tersebut berbeda dari yang dia idealkan sudah barang tentu akan diikuti dengan serangkaian perasaan ragu untuk melanjutkan rencana untuk menikah dengan seseorang.
5.      Ketidaksiapan untuk menikah atau keraguan pada diri sendiri
Pernikahan membutuhkan kesiapan mental dan materi. Karena alasan atau pertimbangan tertentu kadang seseorang memutuskan untuk menikah. Setelah keputusan diambil, seseorang justru ragu untuk melanjutkan rencananya untuk menikah karena tidak siap secara mental ataupun materi.
Seseorang yang memutuskan untuk menikah tetapi belum memiliki pekerjaan tetap kadang banyak mengalami hal ini. Keraguan semakin besar ketika harus mempersiapkan acara pernikahan yang membutuhkan biaya besar.
Seseorang yang masih memiliki tanggung jawab tertentu kadang juga diliputi keraguan untuk melangkah dalam pernikahan dengan perasaan mantap. Seseorang yang masih terbebani oleh kwajiban menyelesaikan studi, merawat orang tua atau keluarga tidak jarang ragu untuk melanjutkan rencana pernikahan karena pertimbangan-pertimbangan tersebut.
Komitmen sebagai Kunci
Pernikahan pada dasarnya adalah komitmen dua pribadi untuk menjalani kehidupan bersama. Faktor-faktor penyebab munculnya sindrom pranikah tidak berlaku bila pernikahan dimulai dari komitmen pasangan.
Membangun komitmen dengan sendirinya menjadi syarat utama dibangunnya mahligai rumah tangga. Pernikahan yang dilakukan dengan mantap pada umumnya terjadi karena modal komitmen untuk saling mencintai, saling memahami dan saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Keraguan menjelang pernikahan dapat disisihkan bila kedua belah pihak menemukan komitmen yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Selain dapat mengeliminir hal-hal yang menjadi ganjalan masing-masing pihak, komitmen dapat menjadi modal untuk mengambil keputusan bersama, apakah rencana pernikaha dilanjutkan atau tidak. (Red)

MASA KECILKY YANG TERKEKANG


Sejak sekolah dasar, aku cukup berpre stasi di sekolah. Selain itu, aku berminat sekali tampil di depan umum. Aku senang sekali bisa bergabung di grup Qosidah di kampungku, Meski saat itu aku masih sekolah SD, beberapa kali diminta menyanyi Qosidah bersama anak-anak yang lebih dewasa. 
Di sekolah sebenarnya aku ingin sekali ikut kegiatan menari di sekolah, tetapi orang tua selalu melarangku. Sebagai orang santri dan termasuk ditokohkan di kampung, orang tuaku malu bila anaknya ikut dong gleng-dong gleng, katanya. Bahkan karena begitu besarnya keinginanku belajar menari, sampai-sampai suatu hari aku memecah tabunganku untuk membeli selendang, tetapi sayang orang tuaku tahu dan memarahiku. Keinginanku pupus oleh ego atau idealisme orang tuaku.
Aku merasa semakin tertutup ketika disekolahkan di Surabaya. Sekolah itu memiliki asrama khusus puteri. Yang sekolah di sana umumnya anak orang-orang kaya pada masa itu, dan aku termasuk orang paling pas-pasan di antara mereka. Orang tuaku bahkan harus menjual perhiasannya ketika harus memenuhi biaya pendidikan di sana.
Meski prestasiku di sekolah cukup menonjol, aku merasa sangat tertekan selama sekolah di sana. Setiap kali diantar ke asrama, aku selalu menangis. Aku tidak betah di sana, tetapi tak bisa menolak kehendak orang tuaku.
Seingatku tak banyak kenangan di sekolah, karena sekolah itu tidak banyak kegiatan lain, selain pelajaran demi pelajaran. Hal yang paling menghiburku hanyalah sikap beberapa guru yang begitu perhatian padaku, karena prestasiku cukup menonjol. 
Selain itu, di tempat itulah untuk pertama kalinya aku tertarik dengan lawan jenis. Waktu masih kelas 1 kebetulan masih bercampur dengan anak laki-laki. Di antara mereka ada seorang anak laki-laki yang aku suka banget.
Aku kagum pada anak itu karena kelihatan sabar, penurut dan pintar di kelas. Mungkin ini yang disebut cinta monyet, tetapi kekaguman itu hanya  kusimpan dalam hati selamanya, sebab setelah kelas 2 aku tak pernah melihatnya lagi.

TAK DIRESTUI AYAH KARENA MITOS DADUNG KEPUNTIR


Aku Tutik, wanita 26 tahun, berpacaran dengan Zaenal, 25 tahun sejak 4 tahun yang lalu. Sejak dulu sebenarnya aku tak berniat pacaran, tapi entah kenapa, waktu KKN aku jadi tertarik pada Zaenal. Meski usianya lebih muda, aku menerima Zaenal karena dia kelihatan serius sama aku.

Lelaki itu begitu baik di mataku, begitu sempurna, tak ada yang kurang darinya. Selain dari keluarga berada, dan pintar agama, dia juga dikagumi teman-temanku karena kebaikan hatinya. Aku merasa sangat nyaman bersamanya dan ingin selamanya menemaninya.

Dalam semua hal aku merasa sudah cocok dengan cowok asal Pasuruan itu. Dari sisi agama, keluarga, dan semua hal sebenarnya sudah setara (kuffu), tetapi sayang orang tuaku, terutama ayahku, tidak merestui hubunganku. Sebenarnya ibuku tidak mempermasalahkan pilihanku. Apalagi ibuku sangat suka lelaki yang pintar dalam agama. tetapi tidak ada yang mampu menentang keputusan ayah.

Alasan ayahku sungguh tak masuk akal, yaitu hanya karena dia anak pertama sedangkan aku anak ketiga. Konyol, bukan? Di jaman secanggih ini ada orang yang memegang teguh mitos jaman batu? Padahal orang tuaku termasuk taat beragama, bahkan termasuk tokoh di kampungku.  

Tentu saja aku tak terima dengan alas an itu, tapi ayah selalu marah besar setiap kali aku memperdebatkan keyakinan kolotnya itu. Ayah terlalu yakin, pernikahanku tidak akan berjalan baik karena termasuk "dadung kepuntrir". Sungguh, aku merasa begitu konyol karena harus gagal menikah dengan lelaki pilihanku hanya karena alasan yang sungguh di luar nalar.

Berbagai cara kulakukan untuk meluluhkan kerasnya hati ayah. Kakak, adik, paman, bibi dan saudaraku berusaha membantuku, tetapi ayahku sangat keras kepala. Dia sangat kukuh dengan keyakinannya. Terus terang aku kehilangan respek pada ayahku. Dia begitu keras kepala, meski tak punya alasan yang masuk akal.

Empat tahu sudah aku bertahan, tetapi tak juga ada tanda-tanda sikap ayah akan berubah. Padahal aku merasa tak siap kalau harus menikah dengan lelaki lain. Aku hanya ini dia lelaki satu-satunya yang ada dalam hidupku.

Berulang kali Zaenal bilang siap kalau aku nekat menikah dengannya, tetapi aku tak ingin menikah tanpa restu. Aku takut terjadi sesuatu, dan entahlah aku tak bisa membayangkan menikah tanpa restu ayah. Mungkin aku harus siap memulai hidup dari bawah, tanpa bekal apapun dari orang tua.

Aku makin gelisah karena usiaku kian tak muda lagi. 12 september kemarin adalah hari ulang tahunnya. Selain ingin mengucapkan selamat ulang tahun, aku aku ingi bertemu dan mengambil keputusan terbaik buat kami berdua, tetapi sayang Zaenal tidak di tempat. Di rumah Mbak Umi, akhirnya aku putuskan untuk menulis surat untuknya, dengan derai air mata yang tak mampu kubendung. Aku memutuskan mengakhiri hubunganku dengannya dan memilih mengikuti kehendak orang tuaku.

Beberapa hari kemudian dia telepon aku. Dia keberatan aku mengakhiri hubungan. Kamipun sepakat tak akan pernah ada kata berpisah, meskipun aku dan dia tak mungkin bersama. Kami berjanji akan terus menjalin silaturahmi, layaknya saudara sehati. Kami ingin cinta ini abadi selamanya. 

Nganjuk 13 September 1999