Rabu, 26 Agustus 2015

GAGAL HUBUNGAN INTIM PERTAMA DI MALAM PERTAMA

Aku berusaha berfikir positif meski kekecewaan batin begitu menyiksa. Aku berusaha kembali pada salah satu motivasiku menikah, yaitu untuk mendapatkan seks. Aku berusaha tak peduli meski aku tahu cinta isteriku masih untuk kekasihnya di luar sana. Minimal aku menyukai bentuk tubuh isteriku yang ramping dan putih, meski sebenarnya dia termasuk tak terlalu muda lagi.
Ya, aku berusaha meredam rasa penyesalan dengan berharap dapat menikmati hubungan suami-isteri seperti dilakukan oleh kebanyakan orang, Apalagi sejak malam pertama hasratku tetap bertahan karena dia tak segan memegang dan mengelus kemaluanku. Dia bahkan mengaku terkejut melihanya. "Kok besar sekali sih, mas?" Bisiknya nakal.
Aku mengira hubungan intim akan segera terjadi, tapi lagi-lagi aku salah. Dia tampak menikmati saat aku mengelus, meraba, menjelajahi sekujur tubuhnya, hingga celana dalamnya yang tipis tampak basah oleh cairan vagina. Sambil tertawa geli dia juga biarkan aku melepas celana dalamnya. Dia tersenyum keki saat aku mengelus bulu vaginanya yang lebat basah oleh cairan kental dan terasa licin di jariku.  
Semula dia tampak riang saat aku mulai menindih tubuhnya, tetapi seketika menyergah saat aku mulai berusaha menyusupkan kemaluanku di kemaluannya. "Jangan sekarang, mas", Sergahnya sembari mendorong tubuhku ke sisinya. 
"Kenapa, sayang", tanyaku.
"Aku belum siap" Jawabnya dengan raut wajah yang tiba-tiba sendu. 
"Kenapa?" Bisikku kembali.
"Pokoknya jangan sekarang" Sahutnya dengan wajah sedih.
"Apa karena..." Aku mencoba bertanya lagi.
"Sudahlah. Please... Jangan sekarang" Sahutnya sembari menitikkan air mata.
Seketika aku tersadar betapa bayang-bayang sang mantan menghalangiku untuk bercinta dengannya. Wanita yang kunikahi itu benar-benar belum dapat lepas dari bayang-bayang kekasihnya, hingga setiap kali aku menyentuhnya seketika itu pula kenangan bersama sang kekasih hadir menghalangi.
Aku baru sadar betapa tak ada hubungan seks yang baik tanpa didasari cinta. Aku hanya bisa diam menelan kekecewaan dan penyesalan yang kian mendalam. Apalagi isteriku bilang masih sempat bercengkerama dengan kekasihnya beberapa hari sebelum hari pernikahan. Dia bahkan masih telepon penuh perasaan usai kami turun dari pelaminan.