Sekitar dua jam sudah Tutik tertidur di
pelukan Zaenal. Tidur mereka begitu lelap seusai bercinta yang penuh gairah
siang ini. Tutik tampak begitu nyaman tenggelam dalam dekapan lelaki itu.
Tangannya meningkari lemah di pinggang mantan pacarnya, sedang tangan Zaenal
tak pernah lepas dari vaginanya.
Sepertinya mereka begitu puas melepaskan
kerinduan yang selama ini terhalang oleh kehadiranku. Segurat perasaan bersalah
menyelinap di hatiku telah memisahkan mereka selama ini. Melihat kemesraan
mereka hari, aku jadi kasihan pada Tutik, yang harus hidup bersamaku, orang
yang sejatinya bukan pilihan hatinya.
Tubuh Tutik tampak menggeliat setelah
beberapa lama diam tak bergerak dalam pelukan lelaki itu. Butiran keringat
tampak membasahi sebagian tubuhnya, hingga diapun menggeliat melepaskan pelukan
Zaenal, dan lelaki itupun sepertinya tersadar dari tidurnya
Tutik kembali tertidur, sedang Zaenal
terlihat mulai terbangun. Lelaki itu tampak memandangi wajah Tutik dengan penuh
kasih sayang. Sesaat kemudian telapak tangannya mulai meraba perut Tutik, dan
secara perlahan bergerak menyusuri buah dadanya. Tutik kembali terbangun
sembari tersenyum saat jemari lelaki itu membelai wajahnya dengan lembut, lalu
seketika memeluk lelaki itu. Merekapun kembali ternggelam beberapa lama dalam
pelukan yang seakan tak akan pernah mereka lepaskan lagi.
Sesaat setelah melonggarkan pelukan mereka
saling beradu kecupan bibir, lalu tenggelam dalam kecupan yang teramat dalam.
Di kamera aku lihat penis Zaenal kembali perlahan menegang hingga
menyentuh liang vagina Tutik. Perlahan Tutik menjulurkan jemarinya memegang
lembut kemaluan lelaki itu. Keduanyapun tersenyum bahagia.
"Besar sekali, Nal" Bisik Tutik
sembari tersenyum.
"Masa sih? Punya suamimu paling lebih
besar"
"Enggak. Punya dia nggak sebesar ini.
Makanya tadi aku puas banget"
"Iya?"
"Hemm... Aku nggak pernah sepuas
ini"
"Ssst... Ntar suamimu dengar"
Sergah Zaenal yang diikuti tawa geli keduanya.
Sejenak kemudia Zaenal kembali menindih
tubuh Tutik. Dia kembali memeluk erat tubuh wanita itu sembari mengecup
bibirnya dalam-dalam. Pinggulnya tampak bergerak berusaha memasukkan penisnya
ke vagina Tutik, tetapi kesulitan masuk. Sejenak mereka tampak berhenti saat
Zaenal terlihat berusaha memasukkan penisnya ke vagina lagi. Tangan Tutik
terlihat menjulur meraih penis itu dan memasukkannya ke liang vagina sembari
membuka pahanya.
"Ah..." Serempak mereka mendesah
lirih, saat penis Zaenal kembali menyusup liang yang selama sekian lama hanya
menjadi milikku. Wajah mereka tampak begitu berbinar bahagia saat kembali
menyatu dalam cinta. Beberapa lama mereka kembali berciuman sambil berpelukan,
begitu dalam, begitu erat seakan tak ingin terpisahkan selamanya. Aku begitu terharu
melihat adegan romantis itu.
Setelah beberapa lama pinggul Zaenal
terlihat bergerak perlahan maju-mundur. Setelah beberapa lama Tutikpun turut
menggerakkan pinggulnya mengimbangi gerakan Zaenal. Hampir seperampat jam
mereka beradu hasrat penuh perasaan, yang sesekali diselingi kecupan dan
pelukan penuh kasih sayang.
Sekitar dua puluh menit berlalu Zaenal
tampak lebih keras menggerakkan pinggulnya, sementara Tutik berusaha
mengimbangi gerakan pinggul lelaki itu. Semakin lama gerakan pinggul Zaenal semakin
cepat dan Tutikpun meleguh-leguh penuh perasaan.
"Zaenal... Zaenal... Sayang.... Aku,
aku... Aku nggak kuat..." Leguh Tutik kemudian. Beberapa kali dia
mengulangi leguh dan desahannya sembari memanggil-manggil nama lelaki itu.
Sementara Zaenal tampak kian bernafsu menggerakkan penisnya keluar-masuk vagina
Tutik dengan tubuh penuh peluh.
Beberapa saat kemudian tubuh keduanya
menggelinjang hebat sembari memekik bersamaan, "Ah... Uh.... Sayang....
Ah..." Teriak Tutik begitu histeris saat mereka mencapai klimaks
bersamaan.
"Tutik... Tut... Tutik
Sayang..." Pekik Zaenak di puncak kenikmatannya. Merekapun berpelukan
erat, sangat erat hingga beberapa waktu.
"Aku sayang kamu Tut" Bisik
Zaenal berulang kali di telinga Tutik.
"Aku juga, Nal. Aku bahagia sekali
hari ini" Sahut Tutik di telinga lelaki itu.
"Aku ingin sekali selamanya bersamamu"
Sambung Tutik.
"Aku juga.... Rasanya nggak mungkin
berpisah lagi denganmu" Sahut Zaenal yang diikuti pelukan erat penuh
curahan kasih sayang. Mereka terus berpelukan bahkan saat penis Zaenal terlihat
melemah.
"Uh..." Leguh Tutik saat penis
itu keluar dari vagianya.
"Nal..., Jangan pergi" Bisiknya.
Zaenal hanya mengangguk sembari tak bosan menciuminya.
Sesaat kemudian tubuh lelaki itu kembali
terkulai di sisi tubuh Tutik. Lelaki itu seakan tak mau melepaskan pelukannya,
sedang bibirnya tak henti menciumi wajah Tutik. Tutikpun tak henti mengelus
tubuh lelaki itu, lalu memegangi penis Zaenal yang basah.
"Aku ingin sekali bisa melakukannya
lagi" Bisik Zaenal.
"Aku juga" Sahut Tutik manja.
"Cuma... Suamimu..."
"Ya, mau bagaimana lagi? Kuharap dia bisa
mengerti aja" ujar Tutik lirih.
"Aduh... Sudah sore gimana,
nih?" Tanya Zaenal tiba-tiba.
"Kita mandi bareng?" Ajak Tutik.
Zaenal tak menjawah, tapi wajah lelaki itu terlihat berbinar lalu kembali
merengkuh Tutik dan mengecup wajahnya dengan lembut.
Sesaat kemudian mereka tampak terbangun
dan meraih pakaian yang berserakan di lantai, lalu bergegas ke kamar mandi
bersama.