Kamis, 19 April 2012

FIRST EXPERIENCE

Samas  22 Des 1997 
Pertama kali kita begitu dekat di sebuah kamar penginapan sederhana. Aku tak lagi ragu untuk menyentuhmu.  
Parangkusumo  31 Des 1997 -1 Januari 1998
Di malam tahun baru aku benar-benar tak ragu lagi untuk menikmati seks yang sesungguhnya untuk pertama kali.
Kaliurang, 7 Januari 1998
Aku kulum vaginamu. Kita doggy pertama
Kaliurang, 25 Januari 1998
Aku ingat kamu sedang tak ingin, tetapi tetap melayaniku hingga terkulai, tak sampai puas.
Di Rumah Jetis
Berbuka dengan seks.
Di Rumah Jetis
Di kamar tengah
Di Rumah Jetis
Kau kulum di kamar belakang
Di Penginapan Ngawi
Habis naik motor ML sambil mandi

Senin, 09 April 2012

MEMAHAMIMU DARI KISAH NOVA


Bu Rieny yth,
Saya adalah seorang ibu (usia 37 tahun) dari tiga anak (tertua 12 tahun bungsu 7 tahun). Hidup saya nyaris sempurna. Saya dan suami sama-sama lulusan S2, dan bekerja dengan penghasilan yang lebih dari cukup. Kami juga punya beberapa usaha yang memberi tambahan penghasilan yang lumayan. 
Saya dan suami menikah karena perjodohan. Pada saat itu orangtua kami resah karena sampai usia saya 25 tahun saya tidak memiliki pacar. Sebetulnya saya pernah berpacaran cukup lama dengan seorang lelaki, namun putus karena tidak disetujui orang tua. Sejak saat itu saya tidak pernah tertarik dengan lelaki mana pun, sampai akhirnya orangtua mencarikan jodoh untuk saya.
Sejak menikah hidup saya berjalan tanpa hambatan, walaupun saya tidak pernah benar-benar mencintai suami saya seperti saya mencintai mantan pacar saya. Sampai pada suatu hari tanpa sengaja saya bertemu dengan bekas pacar saya. Sejak itu hubungan kami kian tak terpisahkan. Kedekatan kami bukan karena nafsu, tetapi perasaan saling membutuhkan. Dialah shoulder to cry on, someone to rely on (tempat mencurahkan kesedihan dan tempat bersandar). Kami berdua sudah seperti soulmate.
Kebutuhan untuk tetap berhubungan sudah seperti candu yang mempengaruhi seluruh sendi kehidupan saya. Kebetulan aktivitas kami memungkinkan untuk sering bertemu. Sampai suatu saat, saya harus keluar dari pekerjaan karena mengikuti suami yang harus pindah ke J. Pada saat itu saya sudah sampai pada pemahaman bahwa hubungan kami sangat tidak masuk akal. Kami sama-sama telah menikah dan punya anak. Kami sama-sama sadar bahwa apapun yang kami lakukan, tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula.
Akhirnya kami berpisah, sambil sama-sama menguatkan. Setelah itu saya memutuskan untuk melupakan dia dan kembali sepenuhnya pada keluarga. Masa-masa itu sangat sulit saya lalui. Dua kali saya masuk rumah sakit, dengan diagnosa yang tidak jelas. Saya sangat stres. Suami sangat bingung melihat keadaan saya. Tapi ketetapan hati saya sudah bulat, saya harus melupakannya, betapapun itu sangat menyiksa saya.
Masalah tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2005 kembali saya secara kebetulan berkomunikasi dengan dia lagi. Ternyata 8 tahun tidak cukup bagi kami untuk melupakan perasaan ini. Cinta kami kembali bergelora. Kami tidak pernah bertemu, tetapi telepon, email, sms, berjalan dalam frekuensi yang sangat tinggi. Sungguh, Bu, untuk saat ini saya tidak sanggup lagi berpisah darinya.
Meski saya bahkan tidak bisa menemukan alasan logis yang bisa membenarkan hubungan kami, tetapi setiap hari kami saling menelepon, berbagi cerita. Itu saja. Tidak ada sentuhan fisik, tidak ada gelora nafsu. Tapi kerinduan yang luar biasa, kenangan masa lalu yang tidak pernah bisa benar-benar kami lupakan. Untuk sementara ini keluarga kami sama-sama tidak tahu.
Apa yang terjadi pada kami, Bu? Mengapa kami begitu sulit untuk berpisah. Begitu sulit untuk mengubah perasaan menjadi 'sahabat' saja? Kami sama-sama sadar bahwa hubungan kami sangat tidak pada tempatnya. Kami sama-sama menahan diri untuk tidak bertemu lagi, karena pasti akan membuat kami semakin sulit untuk berpisah. Tapi kadang-kadang saya berdoa agar Tuhan berkenan memberikan kesempatan kedua bagi kami. Gila, kan? Begitu sesaknya perasaan saya kalau saya ingat bahwa dialah sesungguhnya pemilik cinta saya, bukan suami saya.
Sampai saat ini saya masih tetap berhubungan, tapi saya berusaha menempatkannya sekedar teman. Bagaimanapun saya kuatir suami saya tahu dan akan merusak hubungan kami selama ini. Apakah ini bisa dibenarkan?
Bu, sejujurnya saya bingung. Apakah saya sudah sakit jiwa? Apa yang harus saya lakukan? Jawaban ibu sangat saya nantikan secepatnya, agar kegilaan saya tidak semakin menjadi-jadi 
Ny. F – somewhere



IKHLAS

Aku tahu mama punya pandangan tersendiri tentang orang itu. Mama punya keyakinan sendiri tentang yang menurut mama baik dan tidak, yang menurut mama pantas dilakukan dan tidak dengan orang itu. Dari penjelasan dan alasan-alasan mama selama ini, aku bisa merasakan, orang itu begitu istimewa buat mama. Batin mama tidak bisa lepas dari dia, dan sebenarnya ingin selalu terhubung dengannya.
Aku tidak tahu mengapa, dan tak ingin tahu, sebab mama juga tak mungkin memberi tahu. Ada sesuatu yang aku tak perlu tahu tentang mama. Mungkin aku memang tak perlu tahu semua hal tentang mama. Mungkin pula ada hal-hal yang mama tak perlu tahu tentang papa. Setidaknya, mama tak perlu tahu bagaimana perasaan papa.
Aku hanya bisa menerima ini sebagai kenyataan yang harus kuterima dan jalani. Yang jelas, kamu tetap satu-satunya istriku. Kita tetap sepasang kekasih hingga saat ini. Aku bersyukur dengan semua ini.

Kamis, 05 April 2012

SUAMIKU SEORANG GAY



Aku perempuan usia 37 tahun, punya satu orang anak. Sejak awal pernikahan aku sangat bahagia. Meski pekerjaan suami tidak menentu, tapi usaha yang aku miliki cukup untuk menghidupi keluarga. Sayang, kebahagiaan itu hanya bertahan tak lebih dari 3 tahun. 
Sejak usia anak kami hampir 2 tahun aku mendapati suamiku ternyata seorang homo seksual, gay. Aku tidak tahu bagaimana awalnya, sebab sebelumnya tak banyak paham soal laki-laki. Sejak menikah dia memang terkesan begitu sabar, termasuk urusan seks. 
Aku sendiri sebenarnya tak terlalu menuntut dalam urusan seks, tetapi sejak hamil tua aku mulai merasa lebih butuh nafkah batin itu. Aku pikir itu hanya karena bawaan hamil, tetapi setelah anak lahir ternyata aku semakin membutuhkan pemenuhan kebutuhan sexual.
Aku tak mempermasalahkan meski suami tak pernah bisa melayaniku sampai benar-benar puas. Aku tak berpikir jauh meski sering kali aku yang memaksa suami melayaniku. Aku mengira dia hanya kelelahan sehingga tak bisa melayaniku secara optimal.
Aku tidak mempersoalkan ketika belakangan dia mulai enggan memenuhi nafkah batin. Aku mulai resah ketika waktu demi waktu dia semakin jarang melayaniku. Apalagi kesibukan  mengurus anak dan usaha sudah cukup menyita energi.
Aku mulai benar-benar kesal saat suami mulai jarang pulang. Kalaupun pulang, hanya minta uang dan pergi lagi entah ke mana. Setiap pulang, dia selalu mengajak teman lelaki dan tidur bersama di kamar depan.  
Aku sempat curiga jangan-jangan dia punya wanita lain, tetapi rupanya dugaanku salah. Setelah berkali-kali bertengkar, akhirnya suami mengaku kalau dia sebenarnya seorang gay.
Dia memiliki "kekasih" sesama jenis yang beberapa kali pernah menginap di rumah. Hati saya mengetahui semua itu. Dia mengaku tak mungkin berubah menjadi laki-laki normal dan merasa nyaman dengan keadaannya saat ini.
Meski demikian, dia menolak mentah-mentah untuk menceraikanku. Apapun yang terjadi, dia ingin pernikahan ini dipertahankan sampai akhir hayat. Dia bilang padaku, "Lakukan apapun yang kamu mau, asalkan tidak bercerai denganku" 
Aku sangat bingung menyikapi keadaan ini. Di satu sisi aku membutuhkan kehidupan yang normal, tetapi aku juga tidak mau melakukan sesuatu yang dilarang agama.

Rabu, 04 April 2012

TAK TAHAN MENJADI JABLAY

Saya wanita 41 tahun dengan 2 orang anak. Suami saya berumur 51 tahun. Terhitung sudah 7 tahun suamiku nyaris tidak pernah menyentuhku. Sebenarnya saya sebelumnya tidak terlalu menuntut soal hubungan seks. Saya bahkan tidak terlalu mempersoalkan urusan kehangatan di ranjang. Saya cukup bahagia dengan yang diberikan suami selama ini. Apalagi secara ekonomi kami cukup mapan, bahkan suami pernah menjadi anggota DPRD di daerah saya.  
Saya mulai merasa tidak nyaman justeru sejak suami mulai jarang mengajak berhubungan intim. Dia selalu menolak bila saya mengajak bercinta. Setiap kali saya mencoba membicarakan masalah ini, biasanya hanya berakhir dengan perdebatan. Dia selalu uring-uringan kalau saya tanya soal itu. Saya sempat curiga dia punya hubungan dengan perempuan lain, tetapi saya sama sekali tak bisa membuktikannya. Akhir-akhir ini dia lebih sibuk dengan pekerjaannya, dan jarang sekali menemani saya tidur, apalagi bercinta.
Saya merasa sangat gelisah. Hidup saya terasa sangat gersang dan penuh dahaga cinta. Saya merasa sangat rapuh, sehingga saat bertemu seseorang yang begitu perhatian di Facebook, saya tak tahan dan akhirnya "berselingkuh" walau hanya di dunia maya. Meski saya merasa sangat terbuai oleh lelaki itu, saya tidak mungkin melakukannya di dunia nyata. Belakangan saya sangat kecewa dengan lelaki itu, karena ketahuan dia hanya mengharapkan materi dari saya, bahkan sempat menipu saya beberapa juta rupiah.
Di lain waktu saya bertemu kakak kelas waktu kuliah yang terus terang saya idolakan waktu itu. Gayung bersambut, rupanya dia mengaku juga punya perasaan yang sama dengan saya. Akhirnya, kamipun "jadian" meski tidak pernah bertemu. Terus terang, saya sangat bahagia bisa menjalin "asmara terlarang" dengan dia, meski belum sekalipun pernah bertemu kembali.
Saya bahkan tak sabar ingin sekali ketemu. Apalagi dia juga mengeluh punya masalah yang hampir sama dengan saya. Sayangnya, lelaki idaman saya ini super sibuk. Saya sangat kecewa, karena beberapa kali gagal bertemu. Saya tidak sabar ingin memperlihatkan betapa saya menyayanginya. Saya ingin mencurahkan segala keluh kesah dan kasih sayang saya padanya walau hanya sekali, tapi rupanya dia bukan laki-laki yang bisa selalu ada untukku.
Saya mencoba berpuas diri dengan berbagi kabat melalui dunia maya. Rupanya, status, komentar dan catatan yang kami buat di dunia maya terbaca oleh teman dan saudara-saudara saya, sehingga banyak yang curiga. Akhirnya, saya menghapus akun saya di FB dan memutuskan pertemanan. Apalagi si dia semakin jarang OL.       
Di tengah kegalauan hati yang selalu mengganggu perasaan saya, suatu hari saya diajak teman suami saat masih aktif di partai untuk jalan-jalan ke luar kota. Sebelumnya kami memang sudah saling mengenal, dan semakin akrab setelah dia jadi teman curhat saya. Hampir seharian dia dengan sabar menemani saya keliling kota tanpa tujuan, sampai akhirnya dalam perjalanan pulang dia mengajak saya mampir ke karaoke.
Itu pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tempat seperti itu. Di suasana yang begitu riang dan private itulah akhirnya saya melakukan hubungan yang tak seharusnya. Saya tidak bisa menolak kehangatan yang dia berikan di saat saya sangat-sangat dahaga akan kasih sayang. Di sisi lain, saya merasa berdosa. Saya merasa sangat bersalah pada suami yang baru saya sadari telah saya khianati.
Perselingkuhan itu memang begitu menghiburku dari deraan rasa sepi, tetapi beban batin dan rasa bersalah yang saya tanggung sama besarnya dengan kebahagiaan yang saya dapatkan. Saya tidak kuasa menolak setiap kesempatan yang datang, tetapi setelah beberapa kali terulang saya kuatir ini akan menghancurkan keluargaku dan keluarga si dia.
Saya benar-benar dalam dilema antara keinginan dan kebutuhan saya sendiri dan keutuhan keluarga saya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib anak-anak bila keluarga kami pecah. Setelah merasakan kisah terlarang itu, saya baru menyadari betapa keutuhan keluarga adalah harta berharga yang harus saya jaga. Itulah sebabnya akhir-akhir ini saya mulai menjaga jarak dari si dia. Saya ingin sekali menghakhiri kisah terlarang ini sebelum suamiku tahu.