Sabtu, 27 Oktober 2012

NIKMATILAH TUBUH ISTRIKU, MAS ZAENAL 5

"Makan dulu" Ajak Tutik. Tanpa menjawab Zaenal langsung duduk di sisi Tutik. Dengan cekatan, wanita itupun mengambilkan nasi untuk Zaenal. "Segini cukup?" Tanya wanita itu. Zaenal hanya mengangguk dan mengambil lauk pauk sendiri.
"Badanku lemes banget nih, Tut. Rasanya ngantuk banget lagi" Celetuk Zaenal memecah suasana.  
"Makanya tidur sini aja" Sahut Tutik.
"Nggak enak sama Tutik, soalnya anakku agak panas badannya" Sahut Zaenal lagi.
"Memang kamu bisa bawa mobil?" Tanya Tutik.
"Ya, nanti istirahat kalau ngantuk" Kilah Zaenal.
"Nal..." Ucap Tutik lirih sembari memegangi tangan lelaki itu.
"Aku ingin kamu temeni" Lanjut Tutik merengek manja. Sejenak Zaenal hanya diam lalu menghela nafas.
"Aku pengennya juga gitu, Tut. Masalahnya, entar Tutik curiga lagi. Trus kalau suami kamu pulang kan nggak enak?" Kilah Zaenal.
"Aku bilang suamiku biar nggak pulang dulu kan bisa?" Rengek Tutik lagi 
"Tutik, Aku juga pengen banget bersamamu, bukan hanya malam ini, tapi selamanya" Ucap Zaenal lirih sembari memandang lembut ke wajah Tutik, hingga membuat wanita itu begitu terbuai suasana. 
"Aku ingin memilki kamu selamanya, bukan hanya hari ini" Lanjutnya.
"Aku bener-bener nggak bisa hidup tanpamu. Aku merasa kamu juga begitu. Hati kita benar-benar satu dan tak mungkin dipisahkan oleh apapun" Lanjutnya serius.
Tutik tertegun mendengarnya, dan hanya bisa diam memandangi wajah lembut mantan pacarnya itu. Sejenak wanita itu menghela nafas seakan hendak bicara, tapi tak tahu apa yang harus dia katakan.
"Bahkan terus terang, aku ingin menikahi kamu" Lanjut Zaenal serius. 
Kata-kata Zaenal terakhir itu menghentak perasaan Tutik begitu rupa. Wanita itu tak menyangka Zaenal berharap sejauh itu. Padahal sebelumnya mereka sepakat untuk memadu cinta sekedar melepaskan beban kerinduan yang selama ini terpendam tanpa harus mengakhiri rumah tangga masing-masing.
"Tut... Tutik" Zaenal membangunkan Tutik dari lamunannya,
"Oh... Iya, Nal" Sahut Tutik gelagapan.
"Kenapa? Kamu nggak mau?" Tanya Zaenal meyakinkan, yang membuat Tutik tak tahu harus berkata apa. 
"Emm.... Lalu istrimu bagaimana?" Tanya Tutik.
"Suamimu bilang, kalau kamu mau aku boleh memadu kamu" Jelas lelaki itu.
"Memaduk? Ih, enggak ah" Sergah Tutik.
"Terus gimana, dong" Rengek Zaenal.
"Hemmm... Aku maunya kamu jadi milikku saja. Aku nggak siap kalau dimadu" Gerutu Tutik.
"Terus, apa kita mau seperti ini terus? Kan nggak enak sama suami kamu?" Zaenal berusaha meyakinkan.
"Dia kan nggak masalah?" Kilah Tutik.
"Tut, bagaimanapun suamimu juga manusia. Dia punya perasaan. Kamu nggak mikir bagaimana perasaan dia sebenarnya?" 
"Coba bayangkan kalau kamu jadi dia. Padahal jadi istri kedua saja kamu nggak mau" Jelas Zaenal lagi.
Tutik hanya diam. Beberapa saat wanita itu benar-benar tak tahu harus bicara apa. "Pokoknya aku nggak bisa Nal kalau dimadu" Gerutu Tutik. 
"Masalahnya lagi, apa suami kamu bener-bener bisa terima kamu?" Tanya Zaenal yang kembali tak dijawab oleh Tutik.
"Memangnya kenapa?" Tiba-tiba Tutik balik bertanya.
"Kurasa dia sengaja melepas kamu. Dia nggak mau lagi sama kamu. Itu sebabnya dia biarkan kita  melakukan semua ini" Jelas Zaenal serius.
"Atau dia memang berharap kamu ijinkan dia melakukan hal yang sama?" Lanjut Zaenal. Tutik hanya terdiam dengan pikiran kosong.
"Enggak, dia nggak gitu" tiba-tiba Tutik bicara memecah kebekuan.
"Terus mau kamu gimana?" Tanya Zaenal.
"Aku nggak mau kehilangan kamu" Sahut Tutik cemberut sembari bergelayut manja di pundak laki-laki itu.
"Kamu mau lepas dari suamimu?" Sahut Zaenal bertanya, tetapi Tutik hanya menghela nafas melepas kebingungan hatinya.  
"Tut..." Zaenal menggoyang-goyangkan tubuh Tutik, tetapi wanita itu diam saja.
"Aku nggak mungkin pisah dari suamiku, Nal" Ucap Tutik lirih.
"Dia terlalu baik padaku meski dia tahu aku mencintaimu" Sambungnya.
"Terus akan berapa lama kita begini?" Tanya Zaenal heran.
"Selamanya" Sahut Tutik santai.
"Hah?" Zaenal terperangah.
"Pokoknya jangan pulang. Kamu milikku. Aku nggak mau kamu menyentuh istrimu" Rengek wanita itu.
"Ya nggak mungkinlah, Tut. Hubunganku dengan istri selama ini baik-baik saja" Sergah Zaenal heran.
"Pokoknya aku nggak rela" Rengek Tutik memaksa.
"Tut...., Kamu jangan egois gitu, dong"
"Aku nggak bisa, Nal. Aku nggak bisa biarkan kamu nyentuh wanita itu. Tapi aku tahu, bagaimana lagi?" Sahutnya.
"Udah. Pokoknya malam ini kamu jangan pulang dulu" Pinta Tutik lagi.
"Tut... Jangan gitu, dong. Anakku lagi sakit. Lain kali saja, ya?" Kilah Zaenal.
"Please..." Pinta Zaenal serius. Sejenak kemudian lelaki itu bangkit dari kursi makan, lalu bergegas mengambil kunci mobilnya.
"Nal...." Rengek Tutik sembari memeluk lelaki itu yang dibalas dengan pelukan dan kecupan mesra.
"Aku sayang kamu, Tut" Ucap lelaki itu dengan tatapan penuh sayang. 
Lelaki itu beranjak menuju mobilnya setelah kembali mengecup bibir wanita itu dalam-dalam. Tutik tak henti memandangi lelaki itu hingga mobilnya melaju di jalanan.
Tiba-tiba rasa kantuk yang sejak tadi teramat berat membebani mata Tutik kian tak tertahankan. "Papa pulang, dong" Wanita itu menelponku.
"Lho, kan ada Zaenal?" Tanya suaminya di seberang telepon.
"Dia pulang. Anaknya sakit" Sahut Tutik.
"Waduh, nggak ada yang kelonin, dong" Godaku.
"Hemm... Cepetan pulang, ya? Aku sendirian, nih" Rengeknya manja.
"Oke, oke" Jawabku. 
"Mungkin nyampe rumah sudah tengah malam" Sambungku sebelum mengakhiri telepon.
Setelah mengunci pintu, Tutik merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Bayang-bayang indah kebersamaannya dengan Zaenal hari ini terpendar dalam wajahnya yang pucat kelelahan dan membawanya tenggelam dalam tidur yang teramat lelap.