Kamis, 17 Februari 2011

CINTA DALAM PERNIKAHAN


Seringkali cinta diidentikkan dengan ketertarikan dan keterikatan batin seseorang pada orang lain. Makna cinta yang demikian biasanya cukup menonjol bagi pasangan sebelum menikah. Pada tingkat tertentu, cinta biasanya lekat dengan gejolak asmara yang penuh gairah yang diekspresikan dalam bentuk kemesraan.
Berbeda halnya dalam pernikahan, cinta memiliki makna yang jauh lebih dalam dan luas. Cinta yang demikian biasanya dirasakan oleh sebagian pasangan pengantin baru. Masa-masa bulan madu seringkali menjadi masa puncak kulminasi cinta kasih. Masing-masing dapat mengekspresikan hasrat cinta kasihnya dalam kemesraan.
Ketika pernikahan sudah jauh melewati masa-masa bulan madu. Gejolak cinta kasih akan mengalami perubahan demi perubahan. Apalagi setelah dikaruniai beberapa orang buah hati.
Gejolak cinta biasanya tidak lagi seperti sebelumnya. Serangkaian kewajiban sebagai pasangan menanti, mulai dari keharusan berbagi peran dan tugas di rumah sampai dengan mencari nafkah. Serangkaian persoalan sedikit demi sedikit mengalihkan perhatian pasangan dari keinginan untuk selalu diperhatikan, dilayani dan disenangkan, tetapi juga bagaimana berbagai kebutuhan dan persoalan rumah tangga diatasi.
Bulan madu seakan menjadi klimaks cinta kasih, dari yang semula menggebu-gebu menjadi lebih stabil. Bahkan intensitas gejolak cinta pasangan sibuk tidak jarang teralihkan pada kesibukan di dunia kerja masing-masing. Oleh karena itu, sikap pasangan suami-istri biasanya lebih dingin dibanding saat masih pacaran.
Meski demikian, kebutuhan terhadap cinta kasih bukan berarti pudar. Sebenarnya masing-masing tetap membutuhkan kasih sayang, perhatian, pelayanan dan kesenangan dari pasangannya, tetapi bentuk dan intensitasnya akan menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi dalam keluarga.
Sebagian pasangan kreatif biasanya mampu mempertahankan romantisme masa pengantin, tetapi bagi sebagian lain, getar-getar batin dan daya tarik pasangan memudar tidak sebesar sebelumnya. Ini dikarenakan hasrat cinta tak lagi menjadi misteri, kemesraan tak lagi menjadi moment istimewa yang ditunggu-tunggu. Hilangnya rasa penasaran dan tidak adanya stimulus berbeda, tidak jarang mengantarkan pasangan pada kejenuhan. Ketidakmampuan merawat cinta kasih menjadikan sebagian lagi tinggal menyisakan kehangatan cinta dalam bentuk hubungan intim sekali waktu.
Meski demikian, bukan berarti cinta tak lagi diperlukan. Pasangan masih tetap membutuhkan cinta kasih yang diekspresikan dalam bentuk paling minimal berupa komitmen dan tanggung jawab terhadap pasangan dan keluarga. Mereka yang tidak mampu mempertahankan batas minimal cinta kasih ini mungkin akan mencari orang lain, baik sekedar sebagai variasi maupun memang benar-benar untuk menemukan dunianya yang baru.
Pada dasarnya kebutuhan terhadap cinta tak pernah berubah, hanya saja keadaan sering kali membatasi untuk berbuat. Tidak ada cinta setegar baru karang. Kalaupun ada mungkin hanya ada pada satu dua pasangan. Selebihnya, cinta adalah sebuah tanaman hati yang perlu selalu dirawat agar senantiasa mekar dan berseri.

CINTA DALAM PERNIKAHAN


Seringkali cinta diidentikkan dengan ketertarikan dan keterikatan batin seseorang pada orang lain. Makna cinta yang demikian biasanya cukup menonjol bagi pasangan sebelum menikah. Pada tingkat tertentu, cinta biasanya lekat dengan gejolak asmara yang penuh gairah yang diekspresikan dalam bentuk kemesraan.
Berbeda halnya dalam pernikahan, cinta memiliki makna yang jauh lebih dalam dan luas. Cinta yang demikian biasanya dirasakan oleh sebagian pasangan pengantin baru. Masa-masa bulan madu seringkali menjadi masa puncak kulminasi cinta kasih. Masing-masing dapat mengekspresikan hasrat cinta kasihnya dalam kemesraan.
Ketika pernikahan sudah jauh melewati masa-masa bulan madu. Gejolak cinta kasih akan mengalami perubahan demi perubahan. Apalagi setelah dikaruniai beberapa orang buah hati.
Gejolak cinta biasanya tidak lagi seperti sebelumnya. Serangkaian kewajiban sebagai pasangan menanti, mulai dari keharusan berbagi peran dan tugas di rumah sampai dengan mencari nafkah. Serangkaian persoalan sedikit demi sedikit mengalihkan perhatian pasangan dari keinginan untuk selalu diperhatikan, dilayani dan disenangkan, tetapi juga bagaimana berbagai kebutuhan dan persoalan rumah tangga diatasi.
Bulan madu seakan menjadi klimaks cinta kasih, dari yang semula menggebu-gebu menjadi lebih stabil. Bahkan intensitas gejolak cinta pasangan sibuk tidak jarang teralihkan pada kesibukan di dunia kerja masing-masing. Oleh karena itu, sikap pasangan suami-istri biasanya lebih dingin dibanding saat masih pacaran.
Meski demikian, kebutuhan terhadap cinta kasih bukan berarti pudar. Sebenarnya masing-masing tetap membutuhkan kasih sayang, perhatian, pelayanan dan kesenangan dari pasangannya, tetapi bentuk dan intensitasnya akan menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi dalam keluarga.
Sebagian pasangan kreatif biasanya mampu mempertahankan romantisme masa pengantin, tetapi bagi sebagian lain, getar-getar batin dan daya tarik pasangan memudar tidak sebesar sebelumnya. Ini dikarenakan hasrat cinta tak lagi menjadi misteri, kemesraan tak lagi menjadi moment istimewa yang ditunggu-tunggu. Hilangnya rasa penasaran dan tidak adanya stimulus berbeda, tidak jarang mengantarkan pasangan pada kejenuhan. Ketidakmampuan merawat cinta kasih menjadikan sebagian lagi tinggal menyisakan kehangatan cinta dalam bentuk hubungan intim sekali waktu.
Meski demikian, bukan berarti cinta tak lagi diperlukan. Pasangan masih tetap membutuhkan cinta kasih yang diekspresikan dalam bentuk paling minimal berupa komitmen dan tanggung jawab terhadap pasangan dan keluarga. Mereka yang tidak mampu mempertahankan batas minimal cinta kasih ini mungkin akan mencari orang lain, baik sekedar sebagai variasi maupun memang benar-benar untuk menemukan dunianya yang baru.
Pada dasarnya kebutuhan terhadap cinta tak pernah berubah, hanya saja keadaan sering kali membatasi untuk berbuat. Tidak ada cinta setegar baru karang. Kalaupun ada mungkin hanya ada pada satu dua pasangan. Selebihnya, cinta adalah sebuah tanaman hati yang perlu selalu dirawat agar senantiasa mekar dan berseri.

2 PERTIMBANGAN MEMILIH PASANGAN


Akhir-akhir ini kita Banyak menjumpai orang-orang normal, tetapi belum juga menikah meski usianya sudah cukup matang. Tentu ada berjuta alasan mengapa mereka belum juga menikah. Sebagian barang kali memang sudah memutuskan tidak menikah karena alasan-alasan tertentu, seperti trauma atau kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk menikah.
Tidak sedikit pula orang yang sebenarnya punya keinginan, tetapi tidak pernah menemukan jodoh. Mereka merasa belum menemukan seseorang yang cocok sehingga keinginannya untuk menikah terus-menerus tertunda. Bahkan tidak sedikit yang keinginannya untuk menikah pada akhirnya terkubur bersama berakhirnya usia.
Bagi Anda yang ingin menikah, tetapi merasa tidak mendapatkan pasangan yang cocok, ada baiknya memahami beberapa dasar dan pertimbangan yang umum digunakan orang dalam menentukan pasangan hidupnya.
ATAS DASAR CHEMISTRY
Sebagian pasangan menjalin hubungan hingga akhirnya memutuskan untuk menikah dengan didasari ketertarikan dan kecocokan batin (chemistry). Chemistry kadang bersifat rasional, sehingga dapat diungkapkan ke dalam berbagai kriteria mengenai pasangan ideal kita, misalnya berkulit putih, berwajah cantik, ganteng, menarik, berhidung mancung, berpostur ideal, dan sebagainya.
Tidak jarang pula chemistry antar pasangan bersifat emosional. Ketertarikan pada seseorang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata. Kita tidak dapat menjelaskan secara rasional, mengapa tiba-tiba saja tertarik, jatuh cinta dan merasa cocok dengan seseorang tanpa dapat menjelaskan secara rasional, bahkan meski sosok tersebut sama sekali tidak memenuhi kriteria ideal kita selama ini.
PERTIMBANGAN RASIONAL
Tidak sedikit pasangan yang menjalin hubungan dan memutuskan menikah yang didasari atas pertimbangan rasional. Secara batin salah satu atau keduanya tidak ada ketertarikan, tidak ada chemistry, tidak dimulai dari jatuh cinta terlebih dahulu, tetapi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu akhirnya memutuskan untuk menikah.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak, bahkan mungkin kebanyakan pasangan memutuskan menikah dengan pertimbangan rasional, seperti pertimbangan gengsi, jaminan kesejahteraan keluarga, merasa kesepian, beban sosial, atau tertuntut usia.
MANA YANG LEBIH BAIK?
Pernikahan yang didasari chemistry, ketertarikan, saling jatuh cinta, dan kecocokan tentu saja menjadi harapan setiap orang, tetapi faktanya tidak setiap orang menemukannya. Bahkan tidak jarang kita cenderung tertarik pada seseorang yang tidak tertarik pada kita, atau sebaliknya kita tidak tertarik pada seseorang yang tertarik pada kita.
Bila Anda adalah orang yang berkecenderungan semacam ini, maka sebaiknya Anda tidak terlalu mengandalkan chemistry untuk menemukan jodoh Anda. Mengandalkan chemistry sering kali membuat Anda harus larut dalam penantian yang tidak berakhir.
Anda akan selalu dibuai keinginan hingga cenderung mengejar seseorang yang tidak tertarik pada anda, dan selalu memandang rendah orang yang tertarik pada Anda. Ini dikarenakan Anda termasuk seseorang yang bertipe rasional dalam menentukan pasangan.
Bila Anda berkecenderungan demikian, barangkali jodoh Anda memang tidak akan datang atas dasar chemistry, melainkan pada rasio Anda. Keberanian dan kemauan Anda untuk memutuskan menikah adalah jalan termudah bagi Anda untuk menemukan jodoh Anda.
Yang harus Anda sadari, pernikahan atas dasar ketertarikan (chemistry) bukan jaminan kebahagiaan. Tidak jarang pernikahan yang didasarkan atas hasrat cinta berlebihan, cinta buta, mengantarkan pasangan pada rumah tangga yang kurang bahagia dan diliputi kesulitan. Bahkan keputusan rasional sering kali lebih memungkinkan pasangan menjalin rumah tangga bahagia dan sejahtera dibanding keputusan emosional. 
Bila Anda belum juga menemukan jodoh, sementara usia Anda sudah tidak muda lagi, maka Anda tidak perlu menunggu jatuh cinta untuk menikah. Bila ada seseorang yang tertarik pada Anda, sehat secara fisik dan psikis, berkepribadian baik, tidak sedang menjadi pasangan orang lain, syukur-syukur pintar cari duit (he, he, he...), segera saja putuskan untuk menikah. 
Soal cinta kasih, kecocokan dan keharmonisan tidak pernah datang dengan sendirinya, juga tidak bertahan begitu saja, tetapi tergantung pada kemampuan Anda dan pasangan menjalin komunikasi dan kebersamaan selama pernikahan.Nah, sekarang tunggu apa lagi?

MENENTUKAN PASANGAN YANG COCOK


Akhir-akhir ini kita Banyak menjumpai orang-orang normal, tetapi belum juga menikah meski usianya sudah cukup matang. Tentu ada berjuta alasan mengapa mereka belum juga menikah. Sebagian barang kali memang sudah memutuskan tidak menikah karena alasan-alasan tertentu, seperti trauma atau kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk menikah.
Tidak sedikit pula orang yang sebenarnya punya keinginan, tetapi tidak pernah menemukan jodoh. Mereka merasa belum menemukan seseorang yang cocok sehingga keinginannya untuk menikah terus-menerus tertunda. Bahkan tidak sedikit yang keinginannya untuk menikah pada akhirnya terkubur bersama berakhirnya usia.
Bagi Anda yang ingin menikah, tetapi merasa tidak mendapatkan pasangan yang cocok, ada baiknya memahami beberapa dasar dan pertimbangan yang umum digunakan orang dalam menentukan pasangan hidupnya.
ATAS DASAR CHEMISTRY
Sebagian pasangan menjalin hubungan hingga akhirnya memutuskan untuk menikah dengan didasari ketertarikan dan kecocokan batin (chemistry). Chemistry kadang bersifat rasional, sehingga dapat diungkapkan ke dalam berbagai kriteria mengenai pasangan ideal kita, misalnya berkulit putih, berwajah cantik, ganteng, menarik, berhidung mancung, berpostur ideal, dan sebagainya.
Tidak jarang pula chemistry antar pasangan bersifat emosional. Ketertarikan pada seseorang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata. Kita tidak dapat menjelaskan secara rasional, mengapa tiba-tiba saja tertarik, jatuh cinta dan merasa cocok dengan seseorang tanpa dapat menjelaskan secara rasional, bahkan meski sosok tersebut sama sekali tidak memenuhi kriteria ideal kita selama ini.
PERTIMBANGAN RASIONAL
Tidak sedikit pasangan yang menjalin hubungan dan memutuskan menikah yang didasari atas pertimbangan rasional. Secara batin salah satu atau keduanya tidak ada ketertarikan, tidak ada chemistry, tidak dimulai dari jatuh cinta terlebih dahulu, tetapi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu akhirnya memutuskan untuk menikah.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak, bahkan mungkin kebanyakan pasangan memutuskan menikah dengan pertimbangan rasional, seperti pertimbangan gengsi, jaminan kesejahteraan keluarga, merasa kesepian, beban sosial, atau tertuntut usia.
MANA YANG LEBIH BAIK?
Pernikahan yang didasari chemistry, ketertarikan, saling jatuh cinta, dan kecocokan tentu saja menjadi harapan setiap orang, tetapi faktanya tidak setiap orang menemukannya. Bahkan tidak jarang kita cenderung tertarik pada seseorang yang tidak tertarik pada kita, atau sebaliknya kita tidak tertarik pada seseorang yang tertarik pada kita.
Bila Anda adalah orang yang berkecenderungan semacam ini, maka sebaiknya Anda tidak terlalu mengandalkan chemistry untuk menemukan jodoh Anda. Mengandalkan chemistry sering kali membuat Anda harus larut dalam penantian yang tidak berakhir.
Anda akan selalu dibuai keinginan hingga cenderung mengejar seseorang yang tidak tertarik pada anda, dan selalu memandang rendah orang yang tertarik pada Anda. Ini dikarenakan Anda termasuk seseorang yang bertipe rasional dalam menentukan pasangan.
Bila Anda berkecenderungan demikian, barangkali jodoh Anda memang tidak akan datang atas dasar chemistry, melainkan pada rasio Anda. Keberanian dan kemauan Anda untuk memutuskan menikah adalah jalan termudah bagi Anda untuk menemukan jodoh Anda.
Yang harus Anda sadari, pernikahan atas dasar ketertarikan (chemistry) bukan jaminan kebahagiaan. Tidak jarang pernikahan yang didasarkan atas hasrat cinta berlebihan, cinta buta, mengantarkan pasangan pada rumah tangga yang kurang bahagia dan diliputi kesulitan. Bahkan keputusan rasional sering kali lebih memungkinkan pasangan menjalin rumah tangga bahagia dan sejahtera dibanding keputusan emosional. 
Bila Anda belum juga menemukan jodoh, sementara usia Anda sudah tidak muda lagi, maka Anda tidak perlu menunggu jatuh cinta untuk menikah. Bila ada seseorang yang tertarik pada Anda, sehat secara fisik dan psikis, berkepribadian baik, tidak sedang menjadi pasangan orang lain, syukur-syukur pintar cari duit (he, he, he...), segera saja putuskan untuk menikah. 
Soal cinta kasih, kecocokan dan keharmonisan tidak pernah datang dengan sendirinya, juga tidak bertahan begitu saja, tetapi tergantung pada kemampuan Anda dan pasangan menjalin komunikasi dan kebersamaan selama pernikahan.Nah, sekarang tunggu apa lagi?